Di
antara Bulan November hingga April setiap tahunnya, beberapa kali sering
terjadi badai besar di pesisir Kota Kupang. Angin musim barat yang bertiup pada
musim penghujan tersebut sangat kencang hingga mengakibatkan gelombang laut
yang besar dan menghantam pesisir kota. Gelombang ini menghempas mulai dari
pesisir utara hingga barat pantai Kota Kupang yang berkisar 0,5 - 3,0 meter.
Sejak
dahulu masyarakat di pesisir Kota Kupang biasa menyebut gelombang besar pada
puncak musim barat dengan sebutan musim
taon baru Cina. Tanpa perlu melihat kelender, masyarakat meyakini
peristiwa angin kecang dan gelombang besar sebagai penanda akan memasuki tahun
baru Cina atau Imlek di setiap tahunnya. Di tahun 1990-an saya hampir selalu
melihat dan merasakan bagaimana ombak besar yang begitu tinggi menghempas
dan membasahi Jalan Siliwangi di depan barisan Toko Arjuna. Di masa itu juga
sering muncul angin puting beliung yang terlihat di tengah laut Teluk Kupang,
seperti angin tornado yang mengoyak isi perut laut. Masyarakat setempat
menyebut kejadian tersebut dengan angin batubaliung, konon dinamakan
demikian karena melihat banyak batu atau juga ikan yang masuk dalam putaran
angin yang kencang hingga mereda dan jatuh kembali ke laut.
Berikut
ini adalah momen-momen musim barat (west moesson) yang sempat diabadikan
sekitar tahun 1920-an, masa Pemerintahan Belanda:
Photo: Tropenmuseum Royal Tropical Institute |
photo: kupangklubhouse.com |
photo: KITLV Leiden |
photo: KITLV Leiden |
photo: KITLV Leiden |
Lokasi
saat ini dari potret di atas adalah depan Restoran Pantai Laut dan Teddy’s
Bar atau dahulunya sering disebut dengan Pos Satu. Sedangkan tanggul
yang terlihat pada potret dibangun sekitar tahun 1840-an atas instruksi dari
Residen Sluyter, yang merupakan pejabat setingkat gubernur saat itu.
Tanggul tersebut kemudian pernah porak poranda digempur Angkatan Udara Sekutu
di akhir Perang Dunia II. Sekitar akhir tahun 1980-an, dibangun pagar tinggi
pembatas pantai yang menghalangi pandangan langsung ke laut dan kemudian di
bongkar di tahun 2000-an, dan kini dibangun kembali tanggul yang sedikit
menjorok ke laut seperti terlihat saat ini.
photo: kupangklubhouse.com |
Di
beberapa potret di atas juga diperlihatkan Pelabuhan Koepang dengan
gudang-gudang atau loji milik pemerintah Belanda. Jika membandingkan dengan
masa lalu bahwa Pelabuhan Koepang yang disinggahi kapal VOC secara reguler
setiap tiga bulan sekali, namun bila terjadi musim barat maka kapal akan
tertahan lebih lama lagi. Karena palabuhan yang dangkal dan sering diterpa oleh
musim barat, maka pelabuhan ini dianggap tidak lagi representatif dan
strategis. Sehingga pada tahun 1960-an, pelabuhan dipindahkan ke Tenau yang
terlindung oleh keberadaan Pulau Semau dari arus gelombang yang besar.
Dampak
dari puncaknya musim barat di Kota Kupang bukan hanya jalur transportasi antar
pulau yang terhambat, tetapi juga harga ikan basah maupun ikan kering yang
beranjak naik. Naiknya harga ikan karena banyak nelayan yang enggan melaut dan
menyisakan beberapa nelayan bernyali yang melaut, dengan demikian pasokan ikan
berkurang. Hal ini mengakibatkan warga kota beralih ke sumber protein lainnya
seperti tahu, tempe dan daging. Selain itu angin musim barat dapat juga membawa
kerusakan pada rumah-rumah penduduk. Setali tiga uang dengan Kota Kupang,
wilayah pesisir Pulau Timor merasakan dampak yang sama bahkan hingga ke Pulau
Rote dan Sabu.
Pantai Kupang di saat Musim Barat kini |
Menerjang ombak di Pantai Kupang |
Angin musim barat (muson barat) adalah angin yang bertiup pada akhir November hingga akhir Maret di Kupang. Angin ini bertiup di saat matahari berada di belahan bumi selatan, yang menyebabkan benua Australia sedang mengalami musim panas, sehingga daratan Australia mengalami tekanan minimum. Sedangkan benua Asia menjadi lebih dingin, sehingga daratan Asia memiliki tekanan maksimum. Walhasil angin bertiup dari benua Asia menuju benua Australia, dan karena menuju Selatan Khatulistiwa atau Equator, maka angin akan dibelokkan ke arah kiri. Pada siklus ini Kota Kupang mengalami musim penghujan karena adanya massa uap air yang dibawa oleh angin setelah melewati Samudra Pasifik dan Laut Cina Selatan. Jadi silahkan membayangkan bahwa air hujan yang menguyur Kota Kupang ternyata berasal dari kondensasi uap air yang terjadi di atas Samudra Pasifik dan Laut Cina Selatan, beribu-ribu kilometer dari Kota Kupang. Namun curah hujan di Kota Kupang terbilang sedikit dibandingkan dengan kota-kota lain di nusantara karena Kota Kupang berada di penghujung Benua Asia.
Diolah dari berbagai sumber oleh
penulis,
Kupang, 12 Maret 2012
©daonlontar.blogspot.com