Suatu kesempatan akhirnya tiba yaitu kembali mengunjungi Kota Makassar, karena hampir lima tahun lamanya tidak melihat rupa Makassar. Beberapa
saat setibanya di penginapan, saya langsung meluncur ke alamat Rumah Penerbit
Ininnawa yang berada di Jalan
Abdullah Daeng Sirua 192E Makassar. Penerbit Ininnawa merupakan salah satu
penerbit lokal di Kota Makassar yang menghadirkan buku bacaan bertemakan tentang Sulawesi Selatan. Buku terbitan lokal dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan tentang kebudayaan
sendiri yang sedikit terabaikan dalam modernisme kebudayaan global.
Buku-buku yang diterbitkan adalah karya asli penulis lokal maupun karya terjemahan dari penulis dan peneliti asing, selain itu penerbit ini juga mendukung penerbitan karya penulis potensial dari Sulawesi Selatan dan sekitarnya. Penerbit Ininnawa mencoba memadukan penelitian dalam bentuk literatur hasil kerja peneliti asing dengan literatur peneliti lokal, sehingga dapat melihat sebuah kebudayaan dalam posisi netral dengan sisi subjektivitas masing-masing. Selain itu merupakan bagian dari usaha untuk mengembalikan hasil penelitian para penulis dan peneliti asing ke ranah pembaca masyarakat di Sulawesi Selatan. Karena umumnya hasil penelitian oleh pihak asing hanya berakhir dalam bentuk jurnal ilmiah yang terlalu akademis dan terbit dalam bahasa asing di luar negeri.
Rumah penerbitan yang
dijadikan sebagai agensi, toko buku dan café baca ini semula digagas oleh Komunitas Ininnawa
sejak 12 tahun lalu, melalui kegiatan
intelektual menerjemahkan naskah penelitian bertemakan sosial-budaya dan menerbitkannya dalam
bentuk buku yang kemudian menjadi literatur penting bagi kebudayaan
masyarakat di jazirah Sulawesi Selatan. Komunitas ini dianggap sebagai riak gerakan
kultural dalam arus deras kebudayaan global yang mendunia dengan mengedepankan aspek
kearifan lokal dalam konteks kebudayaan jazirah Selatan
Sulawesi. Kata Ininnawa sendiri sebagai nama
komunitas berasal dari bahasa lokal yang artinya harapan dan cita-cita.
Selain sebagai penerbit, Rumah Penerbit Ininnawa juga
merupakan markas Kampung Buku. Sebelumnya komunitas Ininnawa juga pernah terkenal
dengan kafe baca Biblioholic-nya di sekitar tahun 2004 lalu. Kampung
Buku adalah perpustakaan berbasis masyarakat yang menyediakan bermacam koleksi buku dalam rangka mendukung minat baca masyarakat serta membagi
dan mengembangkan ilmu pengetahuan di Kota Makassar.
Saat ini Penerbit Ininnawa
telah menerbitkan puluhan buku bertemakan sejarah, sosial, antropologi dan
kebudayaan. Saya telah memiliki beberapa buku terbitan Ininnawa sebelumnya dan
untuk menambah koleksi saya membeli buku langsung ke penerbit. Di antara
buku-buku tema lokal yang saya beli adalah Kuasa
dan Usaha di Masyarakat Sulawesi Selatan, Ed. Roger Tol, Kees van Dijk, Greg
Acciaioli, 2009; Diaspora Bugis di Dalam
Melayu Nusantara, Ed. Andi Faisal Bakti, 2010; Identitas dalam Kekuasaan, Imam Mujahidin Fahmid, 2012; Syair Perang Mengkasar, Sebuah reportase
sastrawi bergaya Melayu dari juru tulis Sultan Hasanuddin tentang kejatuhan
salah satu kerajaan terbesar di abad XVII, Enci’ Amin, Ed. C. Skinner, 2008;
Kekuasaan
Raja, Syeikh, dan Ambtenaar: Pengetahuan Simbolik dan Kekuasaan Tradisional
Makassar 1300- 2000, Thomas Gibson,
2009; Narasi Islam dan Otoritas di
Asia tenggara dari Abad ke-16 hingga Abad ke-20, Thomas Gibson, 2012; dan Assikalaibineng, Kitab Persetubuhan Bugis, Muhlis Hadrawi, 2010.
Ternyata buku yang
disebutkan paling terakhir adalah yang paling laris, entah khalayak yang
penasaran karena membahas hal yang tabu atau karena memang minat masyarakat
yang menyukai hal-hal yang berbau seks. Buku pembelajaran seksual dengan label khusus dewasa ini
diterbitkan pertama kali Desember 2008, hingga kini masih mudah ditemukan dan selalu
terpajang di rak-rak toko buku se Makassar dan tentunya telah mengalami
beberapa kali naik cetak. Buku ini merupakan hasil kajian filologi naskah kuno
Bugis dalam kitab Lontara’ yang membahas tentang seks, sebagai sebuah warisan leluhur yang
menempatkan keunggulan kebudayaan Bugis di nusantara. Bahkan isi buku Assikalaibineng, Kitab Persetubuhan Bugis ini
disebut-sebut menandingi kitab Kamasutra yang telah dikenal dunia
sebelumnya sebagai kitab persetubuhan yang berasal dari kebudayaan India. (*)
Makassar, 18 November 2012
©daonlontar.blogspot.com