http://cache.gizmodo.com/assets/images/4/2011/10/speed2.jpg |
Kata-kata seperti, tradisional, pasif, manual, rumit, stagnan, evolusi, plegmatis, slow menjadi sesuatu yang berkesan negatif dan tidak selaras dengan kemajuan zaman, dan saatnya digantikan dengan kata-kata energik yang lebih menonjolkan kecepatan akan perubahan yang lebih besar, seperti modern, aktif, teknologi, praktis, dinamis, revolusi, agresif, fast dan lain-lain. Sehingga jelas perbedaan antara kaum modern dengan kaum tradisional, perusahaan besar dan perusahaan kecil, negara maju dan negara terbelakang, hanyalah soal kecepatan dalam bertindak dan berpikir. Semuanya kini mengandalkan kecepatan dan meninggalkan sikap pasif dalam menunggu bola dengan mulai bermain cepat, yaitu menjemput bola atau tindakan yang lebih cepat lagi, semisalnya merampas bola.
Selaras penemuan rumus energi oleh Einstein, dengan memasukan unsur kecepatan, di mana massa dikalikan kecepatan cahaya yang dikuardatkan (E=mc2), yang diketahui bahwa kecepatan cahaya sebagai kecepatan fisik super yang pernah dikenal umat manusia. Hal demikian akan menghasilkan energi yang sangat besar, terbukti Hirosima dan Nagasaki luluh lantak dan menjadi saksi atas maha dahsyat sebuah kecepatan. Kemajuan dalam ilmu fisika modern membawa perubahan pada pemahaman tentang energi yang kemudian dikenal dengan fisika kuantum atau mekanika kuantum. Dalam mekanika kuantum, energi tidak bersifat kontinyu tetapi diskrit yang kemudian diartikan sebagai loncatan besar dari suatu tingkat ke satu tingkat lain yang lebih tinggi. Akhirnya mekanika kuantum yang semula berkutat dalam ilmu fisika kini menjadi fenomena sosial yang menarik perhatian.
Berbagai loncatan dalam dimensi kehidupan manusia, memberikan bukti suatu era kuantum (quantum leap), perubahan bukan lagi terjadi secara lambat, tetapi semakin cepat dan lebih cepat lagi. Sungguh keniscayaan revolusi kehidupan saat ini jauh lebih cepat dari evolusi kehidupan 300.000 tahun yang lalu. Suatu loncatan besar terjadi di industri komputer. Kecepatan teknologi informasi mampu meneggelamkan kecepatan dalam rumus Einstein, kecepatan fisik yang semula berada di atas puncak peradaban telah tergantikan dengan kecepatan cyber virtual (teknologi informasi), bahkan jauh lebih murah. Hal ini seperti apa yang pernah diungkapkan pendiri Intel, Gordon Moore yang kemudian dinamakan Hukum Moore, yaitu bahwa daya kecepatan komputer akan berlipat ganda dan harganya menurun separuh setiap 18 bulan. Hukum ini diungkapkan tahun 1975 dan hampir empat dekade kemudian, sepertinya hukum ini masih tetap berlaku. Kemajuan teknologi informasi terilhami karena dasar elektron dari mekanika kuantum dijadikan sebagai acuan dalam penyusunan partikel elemen bermuatan listrik dengan beda potensial, lalu dijadikan piranti untuk pertukaran informasi dengan basis dua bit dalam komputer atau juga dikenal dengan sistem biner.
http://www.techiesouls.com/
|
Pengaruh besar dari perang dingin adalah kompetisi teknologi kecepatan untuk sampai di luar angkasa, begitu pula dengan kompetisi dunia bisnis dalam menghadirkan produk berbasis teknologi yang selalu terbarukan dalam kecepatan. Kadang produk teknologi segera usang hanya dalam tempo tiga bulan, dengan adanya keluaran baru, seperti pada ponsel, peralatan elektronik, komputer, gadget dan lain-lain. Falsafah kecepatan yang dianut oleh dunia bisnis, mendorong perusahaan untuk menerapkan kecepatan merespon keinginan konsumen, kecepatan memproduksi, kecepatan promosi hingga kecepatan dalam mendistribusikan. Untuk yang terakhir diterapkan sistem franchise untuk menghadirkan produk seketika di depan konsumen (just in time). Kita masih mengingat perayaan besar-besaran dunia dalam menyambut milenium ke tiga, ketika akan memasuki tahun 2000 (Y2K), di satu dekade yang lalu. Peristiwa itu terkenal dengan ancaman serangan kutu komputer (milenium bug), namun banyak yang tidak menyadari jika sebenarnya perhitungan menurut tarikh masehi, milenium ke tiga sesungguhnya adalah satu tahun kemudian atau pada tahun 2001. Kenyataan ini terjadi karena dunia bisnis kala itu tidak sabaran, dan alasannya adalah sekedar sebuah kecepatan dalam doktrin kepentingan bisnis.
Bill Gates Chairman and Architect Microsoft selalu berujar “bisnis terletak pada kecepatan kita berpikir”, ia adalah sosok pembaharu yang pernah meninggalkan pendidikan formal dan mungkin berpikir bahwa jenjang pendidikan formal hanya sekedar menghabiskan waktu, dan sebaliknya ia lebih bebas dalam berpikir dan bertindak dengan memainkan kecepatan, dan akhirnya sukses dengan perusahaan berbasis dunia maya yang telah ia didirikan. Kecepatan abad informasi menyebabkan kesuksesan orang semakin lebih cepat, umur dua puluhan tahun telah mampu sukses di dunia bisnis, tidak seperti dahulu di mana kesuksesan seseorang di segala bidang rata-rata setelah berumur empat puluh tahun ke atas. Kemudian muncul adegium bahwa musuh besar dari kaum muda adalah kaum tua, karena kaum tua dianggap lamban dan konservatif dibandingkan dengan kaum muda yang lebih energik dan mengandalkan kecepatan. Bahkan saat ini karena pengaruh informasi, bacaan, tontonan, serta makanan dengan kecepatan yang massif dikonsumsi oleh anak-anak hingga remaja mengakibatkan fenomena menarik yaitu, kadang umur psiko sosial seseorang lebih tua dari umur biologisnya. Terlihat dari anak-anak yang bertindak dan berperilaku layaknya seperti orang dewasa, sekali lagi soal kecepatan.
Kompetisi negara dalam mencapai tingkat kemakmuran di ukur dari kecepatan pengambilan keputusan strategis, banyak negara maju yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi negaranya dengan sumber daya alam milik negara lain. Keputusan harus segera diambil, bilamana tidak ingin didahului, tanpa perlu mengendapkan keputusan dalam semalam. Krisis energi yang dialami negara terbelakang, baru disadari ketika terlambat mengambil keputusan dalam perencanaan dan perlindungan masa depan negaranya.
photo: http://www.interestingemails.com/
|
Modifikasi kecepatan mulai juga diterapkan pada armada militer beserta artilerinya baik dari udara, darat hingga laut. Didasari pengalaman semasa Perang Dunia II, yang menunjukan bahwa gerakan yang terlalu lamban akan menjadi sasaran empuk bagi armada perang lawan yang lebih cepat, dan hal ini seringkali terjadi pada armada laut. Alasan tersebut dijawab dengan inisiatif pemimpin armada laut dunia yaitu Inggris dengan menghadirkan kapal perang dengan kecepatan 45 knots. Kisah menarik dari soal kecepatan adalah peristiwa tenggelamnya Kapal Titanic pada tahun 1912. Titanic adalah kapal yang terhebat kala itu dan digelari sebagai kapal tak dapat tenggelam (unshinkable), Titanic ingin memecahkan rekor dengan menaikan kecepatan sampai pada tingkat yang berbahaya 22-plus knot. Walhasil, Kapal Titanic akhirnya karam setelah menabrak gunung es dan menewaskan 1523 penumpang, sebagai pelayaran perdana dan sekaligus terakhir.
Di ranah lain, Kota-kota di dunia dengan status metro hingga megapolitan selalu menunjukan atraksi kecepatan yang menarik dalam koridor sentuhan globalisasi. Dengan penduduk besar maka aktivitas selalu besar dan menuntut denyut mobilitas yang super cepat. Di Hongkong, masyarakatnya selalu menawarkan betapa pentingnya kecepatan, hingga harus berjalan cepat dan selalu terburu-buru. Perilaku akhirnya mendesak penyesuaian fasilitas teknologi pada alat transportasi berupa kereta dan tangga berjalan juga super cepat. Sedemikian hingga kecepatan membentuk kebudayaan dalam konteks globalisasi. Kini kekuatan bukan hanya berdasarkan pengetahuan tetapi juga kecepatan, kecepatan memperoleh informasi, kecepatan menentukan strategi dan taktik, kecepatan memperoleh pasar, atau juga kecepatan menguasai lawan dengan serangan mendahului (preemtive strike).
photo: http://repository.finroll.com/ |
Kecepatan melahap dengan berbagai tawaran yang serba cepat (instan), mengkonsumsi makanan fast food, cepat kaya dengan bermain saham, cepat menguasai suatu hal dengan kursus singkat, cepat jadi bintang dengan mengikuti audisi, cepat sampai tujuan dengan kendaraan ekspres, cepat sehat dengan energi suplemen, cepat memperoleh gelar kesarjanaan hanya dalam beberapa bulan, cepat tumbuh dan berbuah pada tanaman dengan rekayasa genetika, cepat mengemukan ternak dengan hormon dan masih banyak lagi. Sehingga jarak antara input ke output diperpendek dengan proses yang cepat.
Globaliasasi adalah wujud dari adanya percepatan, manusia kini tunduk menjadi pemuja (speedalovic), penikmat dan pencadu kecepatan (speedaholic). Kompresi ruang dan waktu dengan adanya revolusi teknologi transportasi, informasi dan komunikasi mempermudah relasi berbagai entitas kehidupan manusia di dunia. Tak di nyana budaya serba cepat (instan) memiliki konsekuensi dengan adanya reduksionalitas dan eliminatif (pengurangan dan penghilangan), bisa dilihat dari pencaharian bakat acara televisi populer. Bahwa yang menjadi juara bukanlah yang terbaik tetapi berdasarkan ekspresi kapital dan hanya melewati proses yang singkat dan sekedar ketenaran momentum.
Kecepatan mengisi hampir seluruh hidup manusia dengan pandangan metrealisme sehingga sisi moral dan spritual yang berada dalam ranah lambat ikut tereduksi, malahan pada titik tertentu akan terjebak pada kecepatan (speed trap). Orang cenderung menghabiskan waktu untuk mengejar aspek fisik dan memberi ruang dan waktu yang sedikit untuk aspek nonfisik, dan sedikitnya telah membawa beberapa orang ke lembah stress dan depresi. Untuk itu adegium yang berkembang dalam masyarakat seperti, siapa cepat dia dapat, dan lebih cepat lebih baik, masih perlu untuk dipertanyakan.
Kecepatan tak selamanya diagungkan, seorang filsup seperti Erich Fromm sempat mengkritik masyarakat yang memuja-muja kecepatan dan kekuatan, begitu pula dengan David Harvey, seorang geografer Amerika, mendefenisikan gejala ini sebagai kompresi ruang waktu, di mana yang menjadi mesin penggeraknya adalah kapitalisme modern yang terus menerus mengakselarasi laju pertumbuhan ekonomi dan sosial demi mengejar perguliran modal. Sebuah gerakan global yang bisa menjadi inspirasi dalam menghadapi gejolak kecepatan dengan sesuatu yang lambat, yaitu gerakan Slow Food yang telah digagas pada tahun 1989, oleh Carlo Petrini, seorang jurnalis Italia beraliran kiri. Gerakan ini menggunakan lambang siput sebagai penentangan terhadap sesuatu yang cepat terutama pada makanan cepat saji (fast food) yang telah mendunia. Akhirnya gerakan ini menarik perhatian publik, menjadi aktivitas politik, bahkan telah dibawa sampai pada tataran akademis.
photo: http://kontano.files.wordpress.com/ |
Satu abad terakhir ini adalah abad kuantum, tatanan abad ke-19, tidak lagi melekat pada abad sekarang. Apa yang terjadi setengah abad akan datang, jauh lebih cepat dari satu abad yang lalu. Gagasan untuk menerapkan pertumbuhan ekonomi nol persen (zero growth economy) bukanlah jawaban atas dampak dan efek negatif dari kemajuan pesat dunia. Mungkin yang dibutuhkan adalah sikap manusia yang lebih arif untuk bagaimana mengendalikan kecepatan yang cenderung mengarahkan manusia ke arah yang sebelumnya tidak dikehendaki manusia.
Sebagai akhir tulisan ini, perlu untuk menjawab pertanyaan, bahwa apakah ruang dan waktu bergerak begitu cepat dan kita yang terlalu terlena dengan kelambanan dalam berpikir dan bertindak, atau ruang dan waktu yang begitu lamban sehingga tidak mendukung kita yang bergerak terlampau cepat!.
diproduksi kembali dari tulisan yang pernah dibuat tahun 2007
dengan pengeditan seperlunya oleh penulis