Sabu Raijua adalah sebuah kabupaten termuda di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Indonesia, Mardiyanto pada 29 Oktober 2008 sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Kupang. Kabupaten Sabu Raijua terdiri dari tiga gugusan pulau yaitu Pulau Sawu (Pulau Sabu), Pulau Raijua dan Pulau Dana. Pulau Dana adalah pulau paling kecil yang tidak berpenghuni, terletak paling barat dan telah ditetapkan sebagai salah satu dari 92 pulau terdepan terluar kepulauan Republik Indonesia.
http://saburaijuakab.go.id/
|
Ibu kota Kabupaten ini dapat di capai melalui penerbangan dari Kupang menggunakan jenis pesawat cassa dan cessna, dengan lama penerbangan sekitar 50 menit untuk tiba di Bandara Tardamu Sabu. Terdapat dua maskapai yang melayani penerbangan rute Kupang - Seba secara reguler yaitu Pesawat Merpati yang disubsidi Pemerintah Pusat dan Pesawat Susi Air yang non subsidi. Jika mengikuti jalur laut dapat menggunakan kapal ferry dari pelabuhan Bolok Kupang ke Pelabuhan Seba Sabu yang ditempuh selama 16 jam pelayaran. Namun kendala dalam perhubungan di Sabu adalah kondisi cuaca yang dapat membuat pelayaran di batalkan, karena angin kencang atau gelombang tinggi. Tetapi saat ini juga masyarakat Sabu tidak kuatir lagi dengan berlabuhnya secara rutin KM. Awu milik Pelni di Pelabuhan Biu, Pulau Sabu.
Terlihat pusat kota lama Seba, tepatnya di Kelurahan Mebba masih dalam
proses pembenahan, jalanan di
pusat kios, warung dan toko
ini diperlebar. Selain itu keramaian mulai terlihat dengan dibukanya beberapa
toko baru. Jalan ini dibenahi karena menghubungkan pelabuhan dengan jalur
transportasi lintas Sabu. Namun infrastruktur jalan belum tertata dengan baik
seperti yang menghubungkan jalan dari kota lama (Seba) dengan kota baru pusat
pemerintahan (Menia), selepas dari Bandara Tardamu hanya dua kilometer Jalan
Provinsi yang di hot mix.
Dalam struktur pemerintahan daerah, pegawai terbesar
di Pemkab ini berasal dari kabupaten induk, Kabupaten Kupang. Sehingga tak
heran jika di Kota Seba, 90 persen pegawainya tinggal di kos. Di sisi lain karena kota yang kecil
memudahkan interaksi antar penduduknya, tak heran juga bila pagi hari hingga
malam, kita akan bertemu orang yang sama. Demikian juga dengan jalur searah
dari dan ke Menia, maka saling bertemu orang yang sama dijalanan, baik saat
berangkat atau sepulang dari kantor adalah hal yang biasa sehari-hari. Untuk
sementara kantor-kantor pemerintahan masih menyewa rumah penduduk.
photo http://joey-rihiga.blogspot.com |
Di kabupaten ini
belum tersedia SPBU, pengisian bahan
bakar bensin dan solar masih
menggunakan pompa drum. Belum ada angkutan umum yang melayani secara reguler transportasi masyarakat, hanya pada hari kapal masuk atau berlabuh angkutan transportasi
tersedia. Sehingga Pemda Sabu
Raijua berencana untuk mensubsidi
angkutan umum agar dapat melayani rute aktivitas masyarakat. Sedangkan untuk
menjawab kesulitan transportasi bagi anak sekolah yang rata-rata harus menempuh
belasan kilometer berjalan
kaki ke sekolah. Pemda telah
menyediakan bus kayu gratis untuk mengantar anak sekolah pergi dan pulang.
Itulah beberapa realitas di daerah pemekaran otonomi baru, berbagai upaya terus ditempuh sebagai
usaha untuk mengejar ketertinggalan. Salah satunya dengan membuka keterisolasian wilayah hingga
ke desa-desa, akses jaringan telpon
seluler telah ada namun untuk akses internet masih sulit.
Selain memiliki penginapan sederhana seperti Hotel Mario yang terletak di Kelurahan Mebba Seba. Di Sabu telah terdapat sebuah hotel yang akomodatif bagi wisatawan domestik dan manca negara yang bertujuan untuk berpelisiran dan menikmati suasana Tanah Sabu. Namanya Hotel Rai Hawu yang terletak di Desa Eilode, Sabu Tengah atau sekitar 13 kilometer dari Seba. Keberadaan hotel di lokasi tersebut berkaitan dengan rencana pembangunan bandara baru di Sabu yang akan dibangun di Desa Eilode. Hotel berlogo ayam jantan ini memiliki 20 kamar cottage, yang berkategori standar seharga 650 ribu rupiah dan suite room seharga 900 ribu rupiah per malam. Uniknya masing-masing cottage diberi nama berdasarkan nama-nama kampung adat yang ada di Sabu.
Suku Sabu di Nusa Tenggara Timur dikenal sebagai suku perantau. Sehingga kini diperkirakan jumlah orang sabu di rantau lebih banyak dibandingkan dengan orang sabu yang ada di sabu sendiri. Walau dahulu akses transportasi keluar pulau begitu sulit, namun tak membendung semangat merantau orang-orang Sabu. Kini setelah Pulau Sabu berangsur-angsur mulai terbebas dari keterisolasian, maka setidaknya orang-orang Sabu di perantauan mulai pulang melihat kampung halaman dan memberi sumbangan terhadap kemajuan di tanah Rai Hawu.
Sebagai kabupaten termuda di Provinsi Nusa Tenggara Timur tentu masih banyak pembenahan yang perlu dilakukan, sehingga dibutuhkan perhatian dari Pemerintah Pusat, Pemprov dan Pemkab. Tak lupa juga dengan melibatkan peran dunia usaha, lembaga kemitraan luar negeri dan juga masyarakat sebagai objek dan subjek dari pembangunan itu sendiri. Lambat laun masyarakat akan mulai merasakan perkembangan sebagai sebuah daerah otonomi baru. Karena pilihan tersebut harus ditebus dengan kemampuan lebih menggali potensi daerah dan memperhatikan segala aspek pembangunan dalam upaya lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ibarat menanam pohon yang terus diperhatikan dan di rawat kelak akan menuai buah yang manis. Semoga!
Awal Februari 2012
@daonlontar.blogspot.com