foto: antikpraveda.blogspot.co.id
Interior dan eksteror rumah kini sudah
semakin berubah dari dekade ke dekade. Berbagai perabot
ruangan sudah berubah bentuk menjadi lebih modern. Yang kuno dan jadul telah
menghilang di gudang atau bahkan telah dimusnahkan. Sejenak kita melihat kembali seperangkat kursi yang
biasanya ada di ruang tamu dan beranda rumah tahun 90-an. Kursi besi ringan dengan
jalinan tali-temali karet dan meja menyerupai meja marmer. Di Kota Kupang satu set kursi ini di sebut dengan kursi sice. Kata sice berasal dari kata zice, merupakan kata benda yang berasal dari Bahasa Belanda zitje, yang diartikan sebagai tempat duduk lengkap dengan meja
ditengah-tengahnya yang ditempatkan di ruang depan atau ruang menerima tamu. Namun istilah kursi sice tidak lagi digunakan dan yang kini
femilier adalah kursi tamu atau sofa yang terbuat dari kayu, rotan, bambu,
plastik, baja
ringan dan lain sebagainya.
Kursi sice memiliki bentuk yang standar dengan tali temali berwarna warni. Generasi 90-an ke belakang pernah merasakan betapa nikmatnya duduk
di kursi ini, pantat dan punggung terasa terbenam, alas kayu untuk menopang lengan
bawah membuat rileks dan juga menyisakan uliran tali karet
yang berbekas di kulit seperti punggung hingga paha. Belum lagi dengan
kencangnya kulit karena temali karet kursi membuat nyamuk jadi lebih leluasa. Sayangnya
seringkali karena cepat karatan dan tali kursi yang cepat putus, membuat kursi
ini tak bisa bertahan lebih lama lagi. Dahulu di zaman bermain perang-perangan
dengan menggunakan pelontar senapan kayu, tali kursi ini atau juga disebut
dengan tali sice, dijadikan peluru. Dengan daya tarikan yang kuat peluru sice
ini bisa melukai kulit bahkan sangat berbahaya bila terkena wajah terutama
mata. Peluru berbentuk potongan-potongan tali sice sepanjang 3-4 cm dengan
salah satu ujungnya disimpul sebagai pengait dari lontaran karet. Selain menjadi
peluru, bekas tali sice dapat bermanfaat seperti menjadi tali jemuran.
Keberadaan kursi sice ini sezaman dengan velbed (ranjang lipat per) dan setrika arang yang saat ini sudah antik. Kursi sice di masa jayanya adalah parabot rumah untuk bersantai yang hampir ada di setiap rumah, menjadi sebuah simbol kebersamaan egaliter masyarakat yang
dahulu sering bertamu dari rumah ke rumah dan mengobrol apa saja atau juga dikenal dengan istilah kongkow. Sambil juga menikmati majalah lawas di bawah meja dan gelas-gelas
teh yang selalu menyisakan bekas di atas meja yang mirip marmer itu. Jadi
bila ada yang masih memiliki kursi ini lengkap, rawatlah mungkin esok akan
memiliki nilai yang lebih tinggi lagi, antik. (*)
Kupang,
03 Maret 2016
©daonlontar.blogspot.com