Kota Kupang, sama
halnya dengan berbagai kota di nusantara, berkembang dengan berbagai aktivitas
ekonominya. Berbagai macam profesi atau pekerjaan hadir untuk mengadu nasib,
untuk bisa menikmati hasil dari pertumbuhan ekonomi kota. Dari penjual asongan
hingga pedagang keliling, dari warung makanan hingga kios sembako. Pekerjaan
non formal ini menyerap banyak tenga kerja dan merupakan usaha dari kelangan
masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Kini beberapa diantaranya
berangsur-angsur menepi, bahkan menghilang dan tak muncul lagi untuk selama-lamamnya.
Telah terjadi pergeseran prilaku ekonomi yang membuat profesi mereka tidak
dibutuhkan lagi. Catatan ini untuk mengenang keberadaan mereka di masa lalu di sekitaran
tahun 1990-an hingga awal tahun 2000-an di Kota Kupang. Mereka diantaranya:
1) Fotografer keliling
Photo: plimbi.com
Sebelum fotografi menjadi
bidang usaha yang menjanjikan di masa kini. Di tahun 90-an sudah ada fotografer
keliling di Kota Kupang. Mereka selalu berpenampilan rapi dengan
menyandang sebuah kamera analog. Ketika itu jasa seorang fotografer
sangat penting untuk mengabadikan sesuatu yang kelak dapat dijadikan
sebagai foto kenangan. Misterinya kita tak akan pernah tahu hasil jepretan, hingga
negatif film dicuci dan dicetak, dibutuhkan waktu untuk menunggu hasil jepretan
menjadi foto. Para fotografer keliling ini masuk
keluar kampung di kota kupang untuk mencari orang-orang yang ingin
berfoto. Setelah melakukan pekerjaannya berapa waktu kemudian Ia mendatangi kembali rumah orang yang berfoto untuk menyerahkan hasil foto dengan
bingkainya, dan sekaligus menerima upah jasa. Kini tak ada
lagi fotografer keliling, rata-rata profesi fotografer ini memiliki studio sendiri dan melayani foto outdoor jika ada pemesanan.
2)
Tukang sewa gimbot (game watch)
Game watch adalah permainan
anak-anak berupa gadget yang dimainkan
dengan dua jempol, menjadi mainan yang populer di tahun 90-an. Biasanya mereka mangkal di sekolahan. Unit mainan game watch yang disediakan cukup banyak
sehingga banyak pilihan untuk sewakan, ada permainan monyet dengan pisangnya,
balapan hingga pesawat tempur. Berdasarkan uang sewa yang diberikan dan entah bagaimana cara perhitungan waktunya, ketika diminta di
saat itulah sewa permainan digital ini selesai. Satu pertanyaan yang tersisa adalah mengapa setiap game watch dipasangkan kabel listrik
yang terlepas, padahal game watch
menggunakan baterai jam dan batrai model AA, mungkin sekedar akal-akalan tukang sewa agar game watch miliknya mudah diidentifikasi dan siswa yang
minjam tidak mudah melarikannya.
3)
Penjual harum manis
Photo: akumassa.org & indonesianculinary.tumblr.com
Bagi anak-anak
generasi 90-an di Kota Kupang, akan hapal betul alunan dendang dari
gendang
kaleng penjual harum manis ini. Harum manis dibawa berjalan keliling
masuk keluar kampung dalam kaleng besar yang digantungkan di pinggang. Kaleng
berbentuk tas tersebut memiliki saku-saku keleng tempat menyimpan potongan
kertas koran 4 x 4 cm sebagai tempat alas harum manis, dari saku kaleng itulah
sumber bunyi gendang berasal. Memakan harum manis ibarat memakan
potongan-potongan rambut yang begitu manisnya, biasanya berwarna kuning dan
pink. Di daerah lain penjual harum manis menggunakan alat gesek
serupa biola untuk memasarkan dagangannya secara berkeliling.
4)
Penukar uang receh di pinggir
jalan
Uang receh, uang kecil atau uang nekel dalam bahasa Kupang pernah menjadi komoditas di Kota Kupang. Ongkos bemo (angkutan umum) saat itu masih di bawah Rp. 500,-
perak, sehingga dibutuhkan uang receh sebagai uang kembaliannya. Hal inilah yang
dijadikan peluang orang untuk menawarkan jasa penukaran uang yang sangat dibutuhkan
konjak bemo (kondektur). Layaknya sistem money
changer yang dikenal saat ini, mereka biasanya menggelar penukaran uang di pinggir jalanan
utama berbekal sebuah meja berukuran sedang. Perhitungannya uang Rp. 1.000,- ditukar
dengan uang receh sebanyak Rp. 800,-. Maraknya
penukaran uang receh saat itu, hingga hampir di semua
sudut jalan tersedia jasa penukaran uang koin ini.
5)
Penjual es lilin
Photo: suara.com
Sebagai jajanan
untuk anak sekolahan, es lilin atau juga disebut es goyang begitu diminati bukan karena makan es sambil bergoyang tetapi cara
pembuatannya yang harus digoyang-goyangkan. Es goyang dibuat dalam kereta
dorong
berisi balok-balok es sebagai bahan pendingin. Bahan baku cair pembuatan es goyang dituangkan dalam cetakan-cetakan
panjang lalu dipasangkan lidi bambu, kemudian kereta digoyang-goyangkan
sehingga cairan es mengeras lalu dilepaskan dari cetakan.
6)
Penjual es potong
Photo: 3teria.com
Hampir sama dengan
penjual es lilin, penjual es potong menjajakan jualannya dengan menggunakan
kereta dorong. Sesuai namanya es ini berbentuk balok atau bulat panjang yang
dipotong-potong berdasarkan pesanan dan ditusuk lidi sebagai pegangan. Uniknya
es ini dibungkus dengan lapisan kertas kado.
7)
Tukang obat
Photo: dgi-indonesia.com
Di keramaian Jalan Siliwangi Kota Kupang, dahulu terdapat banyak sekali
penjual obat. Mereka beroperasi secara berkelompok dan juga secara individu.
Obat yang diperdagangkan bukanlah obat yang mudah ditemui di apotek, tetapi
obat yang jarang ditemukan, ada yang pabrikan, usaha rumahan, atau juga
tradisonal seperti akar-akaran. Mulai dari obat kulit hingga penyakit dalam dan biasanya selebaran obat dibagikan terlebih dahulu. Kalo
menjual secara berkelompok mereka sering memainkan berbagai atraksi hingga sulap, seperti membebaskan diri dari gembok
rantai, menghilang dari peti kayu yang dikunci, memotong tangan namun tidak putus hingga menghilangkan kemaluan
anak laki-laki.
Dalam setiap kesempatan mengawali atraksi mereka mengucapkan permohonan kepada
para penonton yang mempunyai ilmu untuk
menyimpan ilmu mereka dan tak menganggu jalannya atraksi yang mereka lakukan,
entahlah!. Kalau menjual obat sendirian, Ia akan melakukan atraksi dengan menunjukan ilmu kebal serta
ketangkasan mendirikan beberapa susunan tongkat kayu di atas bibir. Karena cara mereka menyampaikan keunggulan obat
yang dijual secara berapi-api, maka munculah ungkapan tukang jual obat yang dilekatkan bagi mereka yang
mempromosikan ide, gagasan, pilihan hingga barang secara berlebih-lebihan.
8)
Tukang tipu di Jalan Siliwangi
Profesi ini pernah
hadir di Kota Kupang tahun 90-an. Modus operandi tukang tipu ini adalah bermain
secara berkelompok. Kelompok ini terdapat beberapa suku yang bisa membantu
mendapatkan korban sesukunya, seolah-olah mereka juga turut bermain. Permainan
berupa tebak-tebakan susunan tiga kartu dari bungkusan rokok yang dibalik, dipindah-pindahkan dengan mengandalkan
kecepatan mata. Awal-awalnya korban diberikan beberapa kemenangan, selanjutnya
kosentrasi korban sengaja diganggu dan mengalami kekalahan uang dengan nominal uang yang lumayan besar.
Seketika itu permainan berhenti dan kelompok penipu
membubarkan diri seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Lalu salah seorang dari
kelompok penipu akan terus mengikuti korban, untuk memastikan korban pulang ke rumah
dan tidak ke kantor polisi!.
9)
Tukang lotre mainan
Umumnya tukang lotre mainan mangkal di sekolahan. Walau kesannya permainan
ini mengajarkan judi secara dini, namun herannya tukang lotre ini banyak disukai
anak-anak. Dengan menekan tombol yang dialiri arus DC dari baterai, gambaran dinamo
akan berputar dan berhenti ketika kita melepas tombol. Tepat diperhentian angka
mana jarum lotre berhenti, maka disitulah kita akan mendapatkan hadiah dapat
berupa mainan atau hanya kosong yang tak mendapatkan apa-apa. Selain memakai
dinamo, juga terdapat model lotre biasa yang menggunakan bungkusan gula-gula
yang berderet, dan membuka isinya untuk mengetahui mendapat hadiah apa sesuai
nomor yang tertulis, biasa disebut dengan permainan tariklot, khusus yang terakhir ini masih sering dijumpai.
10) Penjual kenik (kepiting) keliling
Dahulu penjual kepiting membawa barang dagangannya
dengan mengunakan lalepak, yaitu bilah bambu yang digunakan sebagai pikulan dibahu untuk
membawa barang yang dikaitkan di kedua ujungnya. Jenis kepiting yang dijual adalah
kepiting bakau. Uniknya setiap kepiting dibungkus dengan
anyaman menggunakan daun kelapa muda, dibuat seperti dompet yang penutupnya
dijahit dengan tali dari daun. Kepiting yang ada dalam bungkusan diberi lumpur
untuk membuatnya tetap berair. Cara demikian mungkin untuk membuat kepiting
dapat bertahan hidup lebih lama, tetapi kemudian cara membungkus seperti ini tidaklah
praktis. Kadang karena terlalu lama kepiting berada dalam bungkusan daun,
setelah dimasak daging capitnya terlihat menyusut. Kini kepiting tidak dibungkus lagi dengan anyaman daun kelapa yang masih
muda tetapi hanya diikat biasa, untuk melindungi agar capitnya tidak melukai
tangan kita.
11) Penjual kerang
keliling
Dengan berbekal kerang dalam ember, penjual kerang keliling
kampung. Kerang segar ini dijual dengan menggunakan takaran kaleng. Namun kini
penjual kerang keliling sudah tidak terlihat lagi. Mungkin karena permintaan
yang tinggi oleh berbagai rumah makan dan restoran di Kupang, sehingga pasokan
untuk penjual kerang keliling tidak ada lagi.
12) Tukang cap piring
Dahulu ketika
pesta
dan hajatan dilakukan di rumah-rumah, umumnya tenda, kursi, meja, alat dapur
hingga peralatan makan minum dipinjam dari para tetangga. Untuk membedakan
barang-barang pinjaman yang sejenis seperti kursi, piring, gelas dan sendok
perlu ditandai agar tidak saling tertukar dengan kepunyaan tetangga. Sehingga
profesi tukang cap piring dan sendok sangat dibutuhkan saat itu. Mereka datang
masuk keluar kampung di Kota Kupang dengan pekik nyaring, cap piring!….. cap piring!..... cap piring!. Cara kerjanya adalah dengan memberikan tanda permanen untuk
piring, gelas, sendok dan garpu. Tanda dapat berupa tulisan nama, stempel dan
cap keras pada gagang sendok.
13) Penjual garam keliling
Sebelum garam dijual dalam kemasan. Warga kota kupang biasanya
membeli garam yang dijual keliling. Penjual garam menggunakan lalepak berkeliling kampung dan berjualan garam dengan menggunakan
takaran kaleng, biasanya menggunakan kaleng blueband
yang ukurannya besar dan sedang. Dahulunya garam tradisional di buat di
sekitar Kampung Fatufeto dengan cara mengeringkan air laut dibawah sinar
matahari dalam wadah puluhan bekas kerang kima.
14) Tukang obral
Di bilangan Jalan Siliwangi,
dahulunya ada tukang obral beberapa macam kebutuhan. Dengan berbekal sebuah
tenda ukuran sedang dan corong toa, penjual bisa memancing perhatian banyak
orang disekitaran pertokoan. Barang yang diobralkan berdasarkan penawaran, jadi
jika ingin membeli sebuah kaos kaki, mununggu hingga kaos kaki tersebut
ditawarkan dulu baru bisa membeli. Cara jualnya juga seperti lelang, dengan
terus menurunkan harga jual sebuah barang sampai harga terendah. Jika sampai
tak ada yang membeli, barang tersebut disimpan kembali. Penjual obral ini
selalu dikerumuni banyak orang.
15) Penjual celengan tanah liat keliling
Photo: antarantb.com
Mereka yang berjualan celengan
tanah liat adalah para pedagang yang berasal dari Pulau Jawa. Sambil mengenakan
topi caping dan pikulan lebar yang dipenuhi dengan celengan ukuran kecil, sedang dan besar berkeliling kampung. Dengan memiliki celengan ini, kita akan merasa puas ketika
isi sudah penuh dan siap dipecahkan baik dengan dibanting atau dipalu. Namun karena
dasar celengan terbuat dari semen, celengan ini kadang bisa dipakai hingga
beberapa kali, dengan tidak memecahkan secara langsung tetapi cukup dipecahkan
bagian dasarnya saja. Celengan tersebut banyak
dipilih karena sangat murah. Saat ini celengan tersebut sudah
tergantikan dengan yang lebih ringan dan praktis seperti yang terbuat dari plastik dan kaleng.
16) Penjual buku ketrampilan disekolahan
Suatu ketika jam
pelajaran di sekolah terhenti sejenak, ada beberapa orang yang meminta waktu di guru yang sedang mengajar untuk mempromosikan buku di depan kelas. Karena datang berkelompok, mereka membagi diri di beberapa
kelas yang ada. Buku yang dipromosikan adalah buku ketrampilan, yang berisi
tentang barbagai cara pembuatan aneka kebutuhan rumah tangga dari ekstrak
minuman, sabun cuci hingga shampo. Sebagai contoh mereka mempraktikan pembuatan
sabun di depan kelas. Selain buku mereka juga menjual bahan-bahan pembuatan
sabun tersebut, diharapkan siswa bisa mempraktikan sendirian di rumah dan sekaligus
mendukung pelajaran ketrampilan di kelas. Itu peristiwa di
tahun 90-an, namun jualan buku disekolahan hingga kini, sebenarnya masih ada yaitu pihak luar yang hanya datang menawarkan buku melalui daftar/katalog. Selain penjual buku
di sekolahan, ada juga penjual buku keliling. Mereka membawa koper besar berisi
buku-buku terutama buku bertema agama dan umum lainnya, yang sekarang tak
terlihat lagi.
17) Penjaga mesin ding dong
Photo: kaskushootthreads.blogspot.com
Sebelum ada jasa penyewaan playstation, dahulunya permainan ding dong sangat di gemari. Permainan
yang menggunakan layar tv dalam sebuah kotak besar, saat itu begitu menjamur.
Setiap tempat permainan biasanya memiliki lebih dari tiga unit pilihan
permainan. Permainan game yang dikendalikan oleh dua orang ini dapat berbagai
macam tema game, ada yang berupa kerjasama atau duel. Setiap kali ingin main
maka diperlukan uang koin Rp. 100, sehingga penjaga dindong sekaligus penukar
coin untuk bermain. Permaianan berlangsung hingga gameover atau tergantung
tingkat keahlian masing-masing pemain.
18) Service kasur keliling
Tahun 90-an kasur kapuk (bolsak) begitu menjadi favorit. Penduduk kota kupang belum mengenal kasur busa (spon)
dan kasur pegas (springbed). Para service kasur ini keliling masuk keluar kampung untuk
mencari warga yang ingin memperbaiki kasurnya. Mereka membawa keliling bahan
pembuatan kasur seperti kain pengganti kasur, alat jahit dan isian kapuk. Mereka akan mengubah kasur kapuk yang jelek menjadi baru di
tempat. Kini sudah tak terlihat lagi.
19) Konjak Perempuan
Dahulu di akhir tahun 90-an dan awal tahun 2000-an, Kota
Kupang pernah dilayani transportasi bus kota menyerupai Bus
Damri yang menghubungkan beberapa jalur penting di Kota Kupang.
Yang berbeda adalah semua armada dikondekturi oleh perempuan. Mereka selalu
berseragam putih, bercelana hitam, bertopi dan memakai tas pinggang berisi uang dan
karcis bus kota. Armada bus ini parkir terpusat di Teddy’s Bar Pantai Kota Kupang.
20) Penjual mainan tradisional
di sekolahan dan pasar
Photo: kaskus.co.id
Mainan era 90-an adalah mainan yang berasal dari kreativitas,
seperti mainan anak-anak berupa kereta burung yang bila didorong dapat
mengepakkan sayap dan berbunyi, kapal tuk-tuk yang dimainkan dalam baskom
berisi air dan digerakkan oleh uap dari pembakaran minyak goreng, mainan aneka
bentuk dari lipatan kertas yang dapat dikembangkan, pistol kayu dengan peluru
petasan kertas dan masih banyak lagi. Mas-mas (sebutan bagi para penjual) kini
tidak lagi menjual barang yang sama!
21) Penjual es mambo keliling
Kota Kupang
terkenal sebagai kota yang panas, sebelum maraknya penjual ice cream dan minuman dingin aneka rasa dengan display case-nya. Di kupang banyak anak-anak
penjaja es keliling. Biasanya mereka berada di terminal, halte hingga permukiman penduduk.
Mereka membawa termos es berukuran sedang hingga besar yang berisi es mambo, es kacang ijo, es kue dan juga es buah mangga.
Demikian beberapa
profesi yang telah hilang dari Kota Kupang. Kalaupun ada satu atau dua profesi
ini yang masih digeluti, mungkin sebuah kebetulan masih ada yang bisa bertahan,
namun tidak masif seperti dulu lagi. Perubahan kondisi sosial ekonomi telah mempengaruhi
struktur masyarakat dalam memilih sesuatu yang akan dipakai atau dikonsumsi.
Sedangkan profesi-profesi informal yang sudah ada
sejak tahun 90-an dan masih bertahan dan eksis hingga saat ini adalah penjual
salome
(cilok), penjual bakso keliling, penjual sayur
keliling, pembeli botol bir atau ditukar dengan mainan atau balon, penjual tuak
keliling, penjual saboak, penjual ikan keliling, service kompor keliling, penjual rokok
asongan, penjual jamu gendong, penjual kacang rebus keliling, pengais
sampah, penjual koran & majalah keliling, penjual gorden
keliling, penjual aksesoris dan service jam di
bilangan Siliwangi, penjual kayu bakar, penjual roti keliling, penjual lemon kiser musiman, tukang sol sepatu keliling, penjual pisang
keliling, penjual daging (sapi/babi) keliling, penjual gula lempeng keliling, tukang es tong-tong, penjual bambu, bendera dan umbul-umbul di saat tujuh
belasan dan masih banyak lagi. Satu hal yang berubah untuk profesi yang masih
eksis seperti penjual bakso, tukang sol sepatu, tukang es tong-tong dan
beberapanya lagi, yang semula hanya orang pendatang tetapi kini sudah beralih
ke orang lokal. (*)
Kupang, 07 September 2015
©daonlontar.blogspot.com
©daonlontar.blogspot.com