Jumat, 27 April 2012 lalu
diadakan Workshop Sejarah Kota Kupang yang digelar oleh Komunitas Fotografer Kupang
dan Sekitarnya (FOKU’S) & Komunitas Sejarah Kota
Kupang. Seminar sehari ini mengambil tema
“Mencari Jejak Kota Kupang”, dengan menghadirkan pembicara
tunggal Peter
Apollonius Rohi, seorang sastrawan, seniman dan jurnalis senior yang kini berdomisili di Surabaya - Jawa Timur. Penampilan
beliau nyentrik dengan rambut gondrong diikat serta memiliki suara yang
terdengar lebih muda dari usianya yang kini beranjak 70 tahun.
Kehadirannya menjadi narasumber tidak terlepas dari
profesi beliau sebagai penulis, beberapa karya tentang sejarah telah ditorehkan.
Apalagi beliau adalah saksi dan pelaku sejarah di Kota Kupang sekitaran tahun
60-an. Secara nasional ia terlibat dalam organisasi Soekarno Institut yang berhasil meluruskan sejarah tentang tempat
kelahiran sesungguhnya Soekarno di Surabaya. Sebelumnya sejak tahun 1965 telah
terjadi doktrinisasi bahwa tempat kelahiran Soekarno adalah di Blitar, padahal
sebelum tahun 1965 di buku-buku pelajaran Sejarah tercantum bahwa Soekarno lahir
di Kota Surabaya. Hal ini terjadi karena kepentingan politik saat itu, untuk
menghindari pengkultusan Soekarno.
Dalam seminar ia menceritakan berbagai hal yang selama
ini telah menjadi persepsi salah tentang Nusa Tenggara Timur, terutama merasa
rendah (inferioritas) dengan daerah
lain. Tanah Flobamora justru berbeda dengan apa yang disangkakan, karena di
masa lalu kita pernah berjaya dalam perdagangan seperti mengekspor secara
langsung sapi ke Singapura hingga Hongkong. Di sisi lain telah banyak
orang-orang asal Nusa Tenggara Timur yang telah menjadi tokoh-tokoh penting
dibelahan dunia lainnya.
Untuk skala Kota Kupang beliau sempat mengkritik perubahan
nama Jalan Merdeka menjadi Jalan Achmad Yani, Ia
menilai bahwa makna nama merdeka yang direpresentasikan dengan nama jalan begitu melekat bagi
sejarah Kota Kupang, tanpa bermaksud menafikan nama Achmad Yani bagi Sejarah Nasional. Di balik pernyataannya tersirat bahwa banyak nama
ikon lokal Sejarah Kota Kupang yang terabaikan dalam pemberian nama jalan, gedung dan
prasarana lainnya. Ada banyak cerita yang
diungkapkan dalam kisah masa lalu Kota Kupang, seperti ada pohon yang
didatangkan dari Belanda dan ditanam di dekat Penjara Lama, pohon itu diberi
nama Pohon Wihelmina. Selain itu asal mula nama Jembatan Selam, bahwa dahulunya
banyak pemuda Kota Kupang yang jago menyelam di areal muara untuk berebutan mendapatkan
koin-koin pemberian awak kapal dari Kapal-Kapal Belanda yang berlabuh jauh dari
dermaga, sehingga kemudian budaya menyelam tersebut diabadikan menjadi nama
jembatan.
Masih bagian dari rangkaian kegiatan, digelar juga
acara pameran foto di Taman Nostalgia Kupang, dengan memperlihatkan foto-foto
tua Kota Kupang akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 yang merupakan copyan dari
koleksi Museum KITLV Belanda. Serta foto-foto Kupang sesuai
dengan kondisi kekinian karya fotografer Kota Kupang yang tergabung dalam Komunitas Fotografer
Kupang dan Sekitarnya (FOKU’S).
Rangkaian kegiatan ini sekaligus meramaikan
perayaan hari jadi Kota Kupang yang ke-16 sebagai daerah otonom dan ulang tahun Kota Kupang ke-126 sejak
pertama kali didirikan tahun 1886, sehingga diharapkan dapat melecutkan
semangat generasi muda untuk mencintai sejarah. Bagaimanapun generasi sekarang
yang tidak memahami sejarah masa lalu, maka akan mudah goyah dengan modernisasi
yang cendrung dekstruktif terhadap visi masa depan generasi muda, sehingga
perlu adanya penyadaran terhadap kepemilikan sejarah tersebut. (*)
Kupang, 29 April 2012
©daonlontar.blogspot.com