photo: http://theirhands.blogspot.com
|
Dari judul di atas seolah mengambarkan perbedaan antara kedua kosa kata tersebut baik dari peristilahaan, arti atau juga berkaitan dengan makna. Istilah bunga rampai sudah begitu jamak dipergunakan dalam pembedaharaan bahasa Indonesia. Konon istilah ini berasal dari Sumatra Selatan yang artinya kumpulan bunga-bunga untuk digunakan sebagai sesajen, wadah interaksi supranatural dan merupakan salah satu syarat untuk jampi-jampi dukun. Selain itu bunga rampai juga digunakan untuk bunga tabur makam.
Pada tahun 1890, terbit sebuah karya sastra yang ditulis oleh seorang
Belanda,
A.F van Dewall yang berjudul Boenga Rampai dengan penerbit Percetakan
Goebernemen – Batavia. Kemudian bunga rampai diserap dalam sastra Indonesia yang artinya
kumpulan atau campuran. Bunga rampai di sini tidak diartikan sebagai nama satu
jenis bunga, tetapi merupakan sebuah kumpulan bunga-bunga. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia terbitan Balai Pustaka, bunga rampai diartikan sebagai (1) beberapa jenis bunga harum yang dicampur; (2) kumpulan karangan atau cerita pilihan, antologi; (3) kumpulan
lagu-lagu pilihan. Hingga kini istilah bunga rampai lebih utama
menjadi judul buku-buku yang berarti kumpulan, atau juga sering diperistilahkan
dengan kapita selekta, yang merupakan
garis besar mengenai hal-hal penting dan terpilih. Muncul karya-karya ilmiah
yang berjudul, Bunga Rampai Hukum Sipil,
Bunga Rampai Ekonomi Pedesaan dan
Perkotaan, Bunga Rampai Sastra Perempuan atau lain sebagainya.
Jauh dari Sumatra yang merupakan tempat istilah bunga rampai lahir, di
selatan nusantara muncul pembendaharaan kata baru yakni rumpu rampai. Jauh dari makna bunga rampai, rumpu rampai
malahan lebih tinggi pemaknaannya. Rumpu rampai sebenarnya adalah nama masakan
khas Nusa Tenggara Timur yang berasal dari Kepulauan Flores bagian timur. Masakan
ini adalah oseng-oseng atau tumisan yang terdiri dari jantung pisang, daun ubi,
bunga, daun dan buah pepaya muda, udang rebon sangrai serta bumbu-bumbu seperti
tomat, cabe merah, cabe rawit, bawang merah, bawang putih dan lainnya. Masakan
ini merupakan pengabungan hasil bumi dan hasil laut, yang sesuai namanya
menghadirkan sensasi campuran rasa pahit, manis, asin dan sedikit asam serta
rasa bumbu yang kuat. Masakan ini cocok dinikmati dengan gurihnya ikan bakar
dan lesatnya ikan kuah.
Penggambaran masakan yang berasal dari beberapa jenis bahan ini
memperlihatkan kemajukan budaya, bahasa dan agama yang berkembang di wilayah
tempat masakan ini berasal. Justru dari lapisan kultur heterogen dalam kuliner
ini terlihat harmonisasi dalam konteks kehidupan masyarakat yang majemuk.
Sehingga kebudayaan cenderung menghasilkan nilai kebersamaan yang dapat diterima
sebagai sebuah kebanggaan. Hasil kebudayaan tidak hanya berupa upacara adat,
pakaian adat, sastra, tari-tarian atau benda kerajinan tetapi juga kuliner.
Memang bunga rampai dan rumpu rampai hampir memiliki tekstur arti yang
sama yakni kumpulan atau campuran. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, rumpu
rampai belum menjadi sebuah pembendaharaan kata, namun dengan makna filosofi
yang terkandung didalamnya, ada sebuah kebanggaan lokalitas dalam kultur masyarakat
yang majemuk. Walhasil makna rumpu rampai bisa berada pada ranah apa saja,
bukan hanya sekedar berbicara tentang kuliner lokal. Bisa jadi suatu saat rumpu
rampai menjadi sebuah istilah atau terminologi baru, sehingga kelak akan muncul
judul buku seperti, Rumpu Rampai
Kebudayaan Nusantara, Rumpu Rampai Pendidikan Nusa Tenggara Timur atau Rumpu Rampe Kepulauan Lamaholot dan lain
sebagainya! (*)
terinspirasi ketika pernah menikmati rumpu rampai
yang ditemani dengan ikan bakar dan ikan kuah asam
di Kota Larantuka, Flores Timur.
Kupang, 24 Juni 2012
©daonlontar.blogspot.com