Pulau Libukang (Geogle earth) |
Sebagai bagian dari
aplikasi materi Diklat Fungsional Penjenjangan
Perencana (DFPP) Muda Angkatan XI Pusdiklatren – Bappenas dan Pusat
Penelitian Pengembangan Kebijakan dan Manajemen (P3KM) Unhas Makassar 2012,
maka kami melakukan Orientasi Lapangan (OL) di Pulau Libukang. Kegiatan ini untuk melihat sejauh mana pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan di Pulau Libukang. Perjalanan di
mulai dari Kota Makassar ke Kabupaten Jeneponto sekitar dua jam perjalanan.
kemudian dilanjutkan dengan menyeberang ke Pulau Libukang menggunakan perahu
yang berjarak ± 500 meter dalam waktu 15
menit. Nama Pulau Libukang juga sama dengan nama sebuah pulau di Palopo yang juga berada di Sulawesi Selatan bagian utara.
Pulau
Libukang atau masyarakat setempat menyebutnya dengan Pulau
Harapan. Berada dalam Teluk
Mallasoro, yang terletak di Dusun Palameang, Kelurahan
Bontorannu,
kecamatan Bangkala, Kabupaten Jeneponto dengan koordinat 2°
57’51”S, 120°12’2”E. Luas wilayah Pulau Libukang ± 5 km² dengan
keliling ± 1,8 kilometer atau dapat ditempuh berjalan kaki mengelilingi pulau selama sejam. Pulau ini
berpenduduk 116 jiwa yang terdiri dari 68 Kepala Keluarga yang menempati 58
rumah. Terdapat dua atau tiga KK dalam satu
rumah
yang mana bagi KK baru yang belum mampu membangun
rumah biasanya menempati bagian bawah rumah induk yang berbentuk rumah panggung
tradisonal masyarakat Bugis Makassar. Seluruh penduduk
di pulau ini memeluk agama Islam.
Rumah tempat kami bermalam |
Rumah dengan dua Kepala keluarga atau lebih |
Penduduk Pulau
Libukang dengan karakter masyarakat pesisir yang
sangat bergantung pada hasil laut sehingga bermata
pencaharian sebagai nelayan dan budidaya rumput laut.
Alat tangkap yang dipergunakan terdiri atas keramba apung, keramba tancap,
bagan tancap, serta jaring penangkap pasif Set Net. Di areal laut sekitar pulau terdapat banyak
pelampung yang mengapung dengan bentangan-bentanagan tali, ini dipergunakan
sebagai pengembangan rumput laut. Bagi masyarakat rumput laut menjadi mata
pencaharian utama, dimana harga jual rumput laut yang kering lebih mahal di
bandingkan rumput laut basah.
Sarapan pagi kami |
Makan siang kami |
Pulau
memiliki sarana sanitasi yang terbatas seperti
2 fasilitas WC umum, 3 sumur yang airnya terasa payau yang hanya digunakan untuk keperluan mandi dan mencuci.,
sedangkan
sumber air
tawar diperoleh dengan menyeberang ke Kassi (salah satu sumber
yang ada di Jeneponto) untuk mengambil air minum selain itu juga masyarakat
memperoleh air tawar dengan menampung air hujan. Sedangkan WC yang ada lebih
banyak digunakan para tamu dari luar pulau, masyarakat lebih memilih buang air
besar secara tradisional di pinggir pantai. Pulau Libukang Juga terdapat sebuah mesjid sebagai
sarana peribadatan dan sebuah fasilitas SD bagi anak-anak usia
sekolah di Pulau Libukang, namun seluruh pangajar
berasal dari luar pulau, sehingga jika terjadi gelombang besar seluruh guru
tidak datang
untuk mengajar, bagi yang ingin melanjutkan ke
jenjang SLTP harus menyebrang ke daerah Biring Kassi dengan mengandalkan
perahu nelayan. Sedangkan untuk sarana kesehatan di pulau ini belum tersedia, hanya
sesekali petugas kesehatan dari puskesmas kecamatan memberikan pelayanan
kesehatan. Infrastruktur lainnya yang terbangun di
pulau ini adalah jalan setapak yang di semen dalam kondisi baik dan beberapa
tangggul pemecah ombak yang terlihat rusak berat akibat abrasi pantai.
Pulau
ini tidak memiliki mangrove di sekeliling pantai sehingga pantai cendrung mengalami abrasi. Pola
permukiman
penduduk terletak di sisi
barat pulau sedangkan di sebelah timur lebih
banyak dijadikan kebun yang dimanfaatkan oleh masyarakat dengan menanam
singkong, sayuran, daun kemangi, pisang dan mangga. Sumber penghidupan
masyarakat selain dari penangkapan ikan dan rumput laut juga bersumber dari
ternak kambing dan itik. Kambing di Pulau ini terbilang unik karena dapat hidup
hanya sekedar memakan sampah-sampah laut karena rumput jarang terdapat di pulau
ini. Uniknya ciri khas keberadaan gentong air
yang diletakkan di bawah tangga untuk membersihkan kaki dari pasir.
Dalam
mendukung aktivitas melaut masing-masing rumah memiliki sebuah sampan selain
juga digunakan sebagai sarana perhubungan menuju daratan Jeneponto. Pulau tidak
memiliki pasar sehingga untuk berbelanja masyarakat harus menyeberang ke Biring
Kassi selanjutnya ke Allu, ibu kota Kecamatan Bangkala.
Di pulau ini mengandalkan penerangan dari genset, yang mana setiap
bulannya setiap KK membayar sejumlah uang untuk biaya listrik. Sebelumnya
masyarakat menggunakan solar cell
tenaga surya namun banyak yang mengalami kerusakan sehingga beralih ke
penggunaan genset. Karena dekat
dengan Jeneponto daratan, aksesibilitas ke pulau ini lancar, namun kendala
lebih pada tibanya musim barat. Dalam bidang komunikasi pulau ini memiliki
jaringan sinyal telekomunikasi sehingga memudahkan informasi dan komunikasi
dapat terhubung dengan baik. Masyarakat Pulau Libukang juga telah menggunakan
media komunikasi telepon seluler.
Sebagaimana
masyarakat pesisir pulau yang mengusahakan rumput laut. Maka lahan laut yang
luas mulai di kapling-kapling dengan memberi penanda berupa pelampung, hal ini
berbeda dengan lahan daratan pulau yang hampir tidak memiliki batas-batas yang
jelas. Pengelolaan lahan di laut cenderung bertambah dengan adanya masyarakat
yang terus menambah luas kapling pengelolaan rumput laut. Sehingga diperlukan
pengelolaan terhadap keberadaan lahan rumput laut. Rumput laut menjadi komoditi
utama pulau yang mana KK pengelola dapat mengusahakan 300 – 1000 bentangan
tali rumput laut. Bagi KK yang kurang memiliki tenaga untuk mengelola rumput
laut dapat memanfaatkan jasa orang lain dengan sistem gaji. Dalam aspek sosial
budaya, kapling lahan rumput laut juga dapat di jual beli dengan kisaran harga
antara 1 – 3 juta, selain itu telah menjadi salah satu bentuk mahar (mas kawin)
dalam proses lamaran perkawinan.
Dalam
rangka meningkatkan pendapatan masyarakat maka nelayan di Pulau Libukang, mulai
menerapkan metode penangkapan ikan dengan jaring perangkap pasif atau (Set Net, teichi ami).
Pulau Libukang dipilih menjadi lokasi Set Net
karena sesuai dengan kebutuhan jaring perangkap. Teknologi dari Jepang ini merupakan alat
tangkap yang sangat produktif memperoleh hasil tangkapan di wilayah pesisir,
selain efisien dan ramah lingkungan, juga menghindari eksploitasi penangkapan
ikan secara berlebihan. Jaring perangkap dipasang di daerah yang dilalui
gerombolan ikan. Lokasi jaring perangkap ditempatkan sekitar 1,5 mil dari
pantai dengan kedalaman 15-20 meter.
Fungsi
jaring perangkap adalah menahan laju ikan dan mengarahkannya masuk ke dalam
kantong jaring. Teknik ini membantu nelayan menghemat bahan bakar solar,
menghemat waktu dengan jarak yang dekat dan dapat mengendalikan jumlah ikan di
laut lepas. Di samping itu ikan yang diperoleh memiliki tingkat kesegaran yang
baik sehingga dapat meningkatkan nilai jual. Prinsip dan proses penangkapannya adalah
dengan memanfaatkan tingkah laku ikan yang bermigrasi ke wilayah perairan
pantai tanpa menggunakan alat bantu penangkapan ataupun umpan sebagai alat
pemikat gerombolan ikan. Pemanfaatan tingkah laku ikan dalam merespon alat
tangkap tidak hanya pada kelompok ikan-ikan pelagis, melainkan juga pada
ikan-ikan pertengahan maupun ikan-ikan demersal.
Setelah berada semalam sehari di Pulau
Libukang, kamipun kembali pulang menuju Makassar, sebuah pengalaman menyeberang
ke sebuah pulau kecil yang terapung di Laut Flores. (*)
Libukang, 10-11 Desember 2012
©daonlontar.blogspot.com