Kupang hari ini 19 September 2016, jam menunjukkan pukul
16.00 wita, waktunya pulang kerja. Namun langit di luar sana begitu gelap dan
hujan pun datang menguyur Kota Kupang sore ini. Sepertinya aktivitas pulang
rumah hari ini tertunda!. Untuk pertama kalinya hujan turun setelah jeda musim
panas yang panjang. Hujan pertama yang mengawali kiprah di awal musim penghujan
di kota yang panas ini. Namun tunggu dulu, ini adalah anomali iklim di Kota
Kupang dan juga di Nusa Tenggara Timur. Hujan yang turun lebih awal, padahal
puncak musim panas di Kota Kupang ada di bulan Oktober. Hujan yang membuat para
petani ladang kering di kampung-kampung sana kebingungan mengambil keputusan,
apakah sudah waktunya musim tanam atau belum, mengingat hujan ini mungkin hanya
pengecoh saja. Bisa jadi kemarau akan mengambil kembali ke tracknya dan di bulan Oktober kedepan akan lebih panas lagi dan petani
mengalami apa yang disebut ‘gagal tanam’.
Memang beberapa kali terjadi hujan datang lebih awal di Kota
Kupang, musim kemarau belum berakhir tetapi langit Kupang sering terjadi
mendung kelam. Hujan datang namun kadang tidak merata, ada bagian kota yang
terkena hujan dan bagian yang lainnya belum. Kadang juga peramal cuaca di samartphone tidak bisa meramal keadaan
cuaca dengan pasti. Di beritahukan hujan gerimis, hujan lebat hingga guruh
gemuruh guntur, namun nyatanya tidak, matahari bersinar terang. Kadang
juga musim penghujan datang dengan sebanr-benarnya hingga menghilangkan Oktober
sebagai musim puncak musim kemarau, dan bersyukurlah kami warga Kota Kupang.
Dari aspek psikologis, mengalami hujan di Kota Kupang adalah
berkah. Adalah peristiwa lucu ketika para teman-teman
memuat status hujan di media sosial. Alangkah bahagianya kamii warga Kota
Kupang jika hujan turun dengan lebatnya, karena kami mengalami hari hujan yang
sedikit setiap tahunnya. Kami sering melihat halaman rumah kami yang kering kerontang, dan ketika basah karena basah karena
hujan, betapa tenangnya batin kita. Ini menunjukkan bahwa kami sangat merindukan hujan. Dibandingkan dengan
wilayah Barat Indonesia, hujan selalu menjadi momok, namun kami di Kupang riang
gembira menyambut hujan. Kami lebih banyak mengeluh teriknya panas matahari
dibandingkan mengeluh karena luapan air di musim penghujan. Kami lebih banyak
mengutuk terik mentari daripada menuding hujan sebagai penghambat aktivitas
kita.
Dalam setahun kupang rata-rata hanya mengalami 126 hari hujan atau 34
persen dari hitungan setahun. Terdistribusi pada empat bulan penghujan utama yaitu Desember, Januari, Februari dan
Maret, sedangkan transisinya di bulan Oktober, November, April, Mei dan Juni. Intensitas
hujan paling tinggi ada di bulan Januari sebanyak 26 hari hujan dengan curah hujan mencapai 649,0 mm. Hujan menjadi salah
satu
yang membangkitkan romantisme tinggal di kota karang ini,
akan membaur dalam kelembaban udara, hawa dingin, bau tanah yang basah hingga
suara-suara atap yang terkena hujan. Dari merasakan kehujanan hingga asyiknya bermain
hujan di
masa kecil, bahkan dari atap rumah yang bocor hingga hujan badai yang
mengancam. Bagi yang tinggal di negeri tropis, hujan menjadi
pengalaman empiris setiap manusia. Kenangan-kenangan itu datang ibarat jigsaw yang tidak terputus-putus. (*)
Kupang, 19 September 2016
©daonlontar.blogspot.com