foto: m.harianindo.com
Bermula dari tanggal 6 Januari 2016, Wayan Mirna
Salihin, 27 tahun, meninggal dunia sehabis meneguk kopi di Olivier Café, Grand
Indonesia. Pada saat kejadian, Mirna sedang berkumpul bersama kedua sahabatnya, Hani dan Jessica Kumala
Wongso. Berdasarkan hasil otopsi oleh pihak kepolisian, ditemukan pendarahan
pada lambung Mirna yang dikarenakan adanya zat yang bersifat korosif masuk dan
merusak mukosa lambung. Zat korosif tersebut dipastikan berasal dari asam
sianida yang ada dalam kopi yang diminum Mirna. Berdasarkan hasil olah TKP dan
pemeriksaan saksi, polisi menetapkan Jessica Kumala Wongso sebagai tersangka.
Jessica dijerat dengan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dan kemudian
kasus inipun bergulir ke
meja pengadilan.
Di luar
dugaan, ternyata kasus ini menjadi
perhatian publik yang meluas.
Persidangannya
disiarkan secara
live oleh beberapa stasiun televisi,
update berita persidangan menjadi headline
di hampir semua televisi nasional. Serta mengudang begitu banyak atensi hingga ke
ranah media cetak dan media sosial, dan juga memunculkan perdebatan di berbagai kalangan, dari sekelas tukang ojek
hingga para akademisi, dari juru parkir hingga selebritis. Kasus heboh yang diangkat dalam mimbar pengadilan ini, selayaknya
kisah sinetron yang di angkat di layar kaca. Dari sidang ke sidang dari
episode ke episode,
Kita dibuat terkagum-kagum oleh adu argumentasi, dipaksa berpikir keras untuk
menemukan titik akhir dari kisah ini. Sehingga kasus Jessica dan Mirna
ini
adalah kisah
kasus hukum terakbar yang
di mulai awal tahun ini
dan juga menjadikan Jessica
menjadi tokoh perempuan paling populer di tahun 2016 ini.
Namun sebelum lebih jauh membahas kasus hukum pembunuhan
Mirna, sejenak
kita beranjak ke sebuah film
lawas produksi Propaganda Film tahun
1997, berjudul The Game. Film misteri
thriller Amerika yang disutradarai David Fincher dan dimainkan oleh aktor Michael Douglas yang
berperan sebagai Nicholas Van Orton sebagai
tokoh utama. Dalam film ini Nicholas adalah seorang bankir investasi kaya,
telah bercerai dengan isterinya. Ia memiliki seorang adik laki-laki bernama
Conrad. Sebenarnya
Nicholas Van Orton sedang berulang tahun ke-48, namun ia memiliki trauma besar tepat di umur demikian. Hal ini karena ayahnya di usia 48
tahun mengakhiri
hidup dengan terjun
dari ketinggian. Untuk menghibur abangnya yang sedang galau, Conrad memberikan Nicholas sebuah
hadiah ulang tahun yang
tak biasa, berupa
voucher untuk sebuah "permainan" yang ditawarkan oleh perusahaan
bernama Consumer Recreation Services
(CRS). Conrad menjanjikan bahwa hadiah itu
akan mengubah hidup abangnya.
foto: thecinemamonster.com
Semula Nicholas memiliki keraguan tentang CRS, namun
akhirnya ia pergi juga
ke kantor CRS dan selanjutnya mengikuti serangkaian tes panjang dan memakan
waktu, mulai
dari pemeriksaan psikologis hingga fisik. Dan kemudian disinilah kisah besar dimulai, ia masuk dalam permainan
nyata yang mengancam segala bisnis, reputasi, keuangan, dan keselamatannya, ia merasa
terjebak.
Singkatnya ia dibawa pada sebuah kondisi yang menguras energi dan emosional
yang sangat membingungkan,
melibatkan begitu banyak pihak dan
kemudian mengiringnya pada rasa frustasi berat,
hingga kemudian memutuskan diri
untuk mengakhiri hidup di usia 48 tahun terjun dari gedung tinggi, sama halnya yang dilakukan ayahnya.
Namun anti klimaks dari film inipun berakhir,
Nicholas yang terjun dari ketinggian tidak benar-benar mati, ia telah
diselamatkan dengan kantong
udara raksasa dan herannya ia sekarang berada di sebuah ballroom hotel yang mewah. Ternyata
semua ini by design, hanya tipuan
konspirasi, semuanya telah difiksikan dalam sebuah permainan, ia tetap hidup dan
tetap menjadi
orang kaya. Ia kemudian disambut dengan sebuah jamuan makan malam yang elegan
untuk merayakan ulang tahunnya
yang ke-48. Keluarga dan teman-temannya telah menunggunya bersama dengan semua
pihak yang telah memberikan
sesuatu surprise yang luar biasa, dan rupanya adiknya Conrad yang telah
mendesain
semuanya. Nicholas shock dan merasa
tidak percaya apa yang telah terjadi sebelumnya dan iapun berurai airmata, juga begitu kaget mengetahui berapa tagihan
untuk semua permainan
ini. Conrad melakukan surprise ini, karena menilai abangnya sebagai orang
yang menyebalkan dan dari peristiwa ini diharapkan abangnya dapat memperbaiki
diri.
Kembali ke kasus pembunuhan Mirna, mungkinkah kisah
film ini setali
tiga uang dengan
kasus Jessica
Mirna, dan kembali mungkinkah film yang sudah berusia hampir dua dekade ini
menjadi inspirasi. Entahlah!,
Jika seandainya sama,
maka ketika pembacaan keputusan hakim terhadap Jessica, entah itu dihukum sesuai dengan tuntutan jaksa, di atas tuntutan jaksa atau malah dinyatakan bebas. Dengan
serta merta Mirna keluar dari balik ruang sidang
sambil membawa kue ulang tahun dengan angka lilin
28 buat Jessica Kumala Wongso yang memiliki kelahiran 9 Oktober 1988 dan
kemudian semua pihak terlibat baik secara langsung maupun tidak
langsung dengan
kasus ini,
bermunculan dari balik ruang sidang. Mulai
dari
teman-teman, keluarga, kepolisian, para saksi ahli dari berbagai kepakaran dalam dan luar negeri, pembantu rumah tangga hingga petugas imigrasi,
dari pelayan kafe hingga reporter media.
Semuanya muncul dan ruang
sidang yang seketika
menjadi gegap gempita, Jessica
menangis dan
berurai air mata.
Bahwa semua hanyalah the
game atau permainan, konspirasi belaka dan kemudian Hani muncul sebagai
pengagas suprise
dan keluarga Jessica sebagai
penyandang dana, sehingga kasus Jessica dan Mirna adalah
sebuah thriller menegangkan untuk menciptakan kejutan.
foto: bogor.tribunnews.com
Ketika hal ini
yang terjadi, maka Mirna tidak pernah menjadi
korban dan Jessica pun tidak mendapatkan hukuman. Seluruh pihak yang terlibat dalam kisah
ini menjadi bahagia
dan penonton sidang
pun kembali tenang dan semua
pemirsa seantero negeri syahdu mengusap dada. Sayangnya ini sebuah utopia kemanusiaan, imajinasi
dewa mabuk, walaupun
kadang antara realitas
dan fantasi,
antara ruang nyata
dan layar perak hanya dipisahkan oleh selembar kertas. Dunia yang
absurd, menampilkan kehidupan selisih antara probabilitas dan deterministik, antara
kenyataan dan sandiwara seperti dua muka
dari sekeping uang logam.
Kita seperti melihat dagelan hukum, yang begitu menyita perhatian.
Banyak pihak yang mengkritik proses pengadilan yang ditayangkan secara live. Ketika mimbar hukum dibuat seumpama
sinetron dari
episode ke episode yang kusut dan rumit. Membawa konsep hukum yang sangat
kompleks ke ranah ruang santai keluarga. Kita dipertontonkan kecerdasan jaksa
dan kecerdikan pengacara, kita juga diperdengarkan kesaksian ahli memberatkan
yang tegas dan kesaksian ahli meringankan yang bernas, serta dinamika sidang
yang panas. Ibarat melihat berbagai macam aliran-aliran keilmuan dari pendekar-pendekar terbaik
yang tadinya
bertapa di gunung, harus turun ke lembah dunia persilatan untuk mengeluarkan jurus-jurus ampuhnya. Sebagai orang
awam, kita tentu mendapatkan keuntungan yaitu menjadi melek proses hukum, dan
sebagiannya lagi berperan layaknya detektif Conan yang sedang memecahkan sebuah
kasus pelik, dan terakhir coba di catat berapa banyak tamatan SMA kelak yang memiliki
minat dan akan mengambil kuliah dengan kosentrasi hukum karena kisah ini.
Kasus ini memang meluas bahkan hingga hal-hal yang
tidak penting atau bahkan tidak terkait dengan kasus inti. Jika saja kasus pembunuhan Mirna ini dijadikan novel, maka akan mengurai begitu banyak
sisi kehidupan, motivasi dan permasalahaan semua pihak yang terlibat, dan
akhirnya tebalnya akan melebihi tebalnya seluruh berkas persidangan. Sudah banyak
ulasan di berbagai media tentang kasus ini, vidio CCTV dan potongan persidangan telah di tonton jutaan orang
dikanal vidio youtube, ditambah lagi dengan hadirnya meme-meme persidangan
dan parodinya. Bumbu-bumbu di luar persidanganya juga menjadi hal yang menarik
dengan berbagai kasus lain yang menyertainya seperti kasus imigrasi bagi saksi ahli yang
didatangkan dari luar negeri, saksi ahli yang memiliki masalah hukum di negara
lain, personal JPU yang tampan dan hadirin sidang yang diminta keluar. Hingga kadang
melupakan konspirasi siapa dibalik pembuhan Mirna yang sebenarnya!
Setelah menjalani 27 kali persidangan, dengan pembacaan tuntutan 20
tahun penjara oleh JPU. Jessica masih harus menunggu menjalani sidang
ke-28 lagi, pada
tanggal 12 Oktober 2016 mendatang untuk pembacaan pledoi. Sidang ke-29,
pada tanggal 17
Oktober 2016 untuk perihal pembacaan replik
(tanggapan atas pledoi) dan Sidang ke-30, pada tanggal 20 Oktober 2016 untuk duplik (tanggapan atas
replik). Dan kemudian
putusan hakim akan dilaksanakan setelah tanggal 20 Oktober pada sidang
ke-31. Sehingga kasus ini akan
menjalani sebanyak 31 kali persidangan yang melelahkan. Bagaimanakah kasus dan kisah Jessica selanjutnya?...., dan tak
lupa mengucapkan selamat ulang tahun bagi Jessica. (*)
Kupang, 09 Oktober 2016
©daonlontar.blogspot.com