Rabu, 10 Agustus 2016

Strategi Peningkatan Partisipasi Perempuan dalam Pembangunan Politik melalui Pusat Pembelajaran Ina Bo’i Berbasis Masyarakat di Provinsi Nusa Tenggara Timur


Dalam pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat II (Diklat PIM II)  Angkatan V tahun 2016 yang diselenggarakan oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, yang dikuti oleh 60 peserta dari berbagai kalangan yang berasal dari pimpinan eselon II dari lintas kementrian, provinsi dan kabupaten/kota dari berbagai daerah se-Indonesia. Pada kesempatan tersebut Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Nusa Tenggara Timur menggagas penyusunan Rencana Proyek Perubahan (RPP) dalam wujud inovasi pembangunan bagi perempuan yang akan dilaksanakan di daerah. Berangkat dari penugasan tersebut, telah disusun sebuah Rencana Proyek Perubahan (RPP) dengan judul Strategi Peningkatan Partisipasi Perempuan dalam Pembangunan Politik melalui Pusat Pembelajaran Ina Bo’I Berbasis Masyarakat di Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang telah melewati berbagai proses pengusulan ide, mentoring, coaching hingga pembahasan telah dituangkan dalam wujud Laporan Proyek Perubahan (LPP). Berdasarkan hasil pengujian, penilaian dan evaluasi maka Laporan Proyek Perubahan ini mendapatkan nilai sangat memuaskan dan menempati sepuluh besar.


Gagasan inovasi tersebut berdasarkan pada hadirnya perspektif gender dalam Perencanaan Penganggaran Responsif Gender (PPRG), sebagai upaya untuk mengembalikan ruh perencanaan dan penganggaran agar lebih adil bagi semua: perempuan, laki-laki, anak, kaum marginal, disabilitas dan minoritas serta kelompok-kelompok yang sangat rentan, yang biasanya sulit dipotret dalam perencanaan dan penganggaran yang konvensional. Salah satu cara untuk merealisasikannya adalah melalui pengambilan keputusan sebagai sebuah instrumen politik dalam perencanaan dan penganggaran. Politik tidak hanya dilihat dari seberapa banyak perempuan yang menduduki jabatan legislatif di daerah, namun dapat dilihat dari gradasinya hingga tingkat lebih kecil atau terendah. Sehingga akses, partisipasi, kontrol dan manfaat pembangunan bagi perempuan melalui pengambilan keputusan dapat terlaksana dengan menciptakan kebijakan publik dari lingkup yang paling kecil dimulai dari keluarga, Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), Desa/Kelurahan (Badan Permusyawaratan Desa), Kecamatan, hingga Kabupaten/kota dan provinsi.

Kondisi tersebut dapat terlaksana dengan membangun kader perempuan sebagai perempuan potensial yang dikembangkan di lingkup kecamatan, yang akan membangun hingga tingkat grass root dengan membawa berbagai agenda pemberdayaan yang pro life, pro-poor, pro-job dan pro-green. Di ranah terkecil di mulai dari tingkat RT, para kader membentuk preferensi politik melalui pendidikan politik bagi masyarakat perempuan serta mendorong mereka sebagai perempuan potensial untuk menjadi pemimpin dengan membentuk jejaring sebagai modal sosial dan politik dalam pembangunan perempuan di daerah.



Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak merupakan Urusan Pemerintahan Wajib. Salah satu pembagian urusan pemerintahan bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dengan Sub Urusan Kualitas Hidup Perempuan adalah melalui pelembagaan Pengarusutamaan Gender (PUG) pada lembaga pemerintah tingkat daerah provinsi, untuk itu perlu dibentuk pelembagaan PUG di daerah melalui pemberdayaan perempuan bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi pada organisasi kemasyarakatan, serta penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan pemberdayaan perempuan tingkat daerah provinsi, sehingga dibentuklah Pusat Pembelajaran Ina Bo,I Berbasis Masyarakat yang mengorganisasikan perempuan dalam lembaga non formal dalam penguatan politik perempuan di daerah.

Permasalahan mendasar pembangunan adalah belum tersentuhnya hasil pembangunan ke kelompok-kelompok masyarakat yang membutuhkan. Karena memiliki daya tawar yang rendah maka kelompok ini sering terabaikan dalam pembangunan. Kelompok rentan ini meliputi penduduk miskin, penduduk penyandang cacat, penduduk wilayah terpencil, penduduk usia lanjut, petani, nelayan dan sebagainya. Dalam kelompok-kelompok tersebut perempuan dan anak adalah kelompok terbesar yang seharusnya juga mendapatkan perhatian.

Sebagai gambaran data, keadaan penduduk tahun 2014 menunjukkan bahwa secara umum penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki. Persentase penduduk perempuan sebesar 50,45 persen sedangkan laki-laki sebesar 49,55 persen. Sex ratio penduduk Nusa Tenggara Timur sebesar 98,23, artinya dari setiap 100 penduduk perempuan terdapat 98 penduduk laki-laki. Namun perempuan mengalami berbagai masalah dalam pembangunan misalnya di bidang pendidikan pada tahun 2014, terdapat 7,62 persen penduduk usia 10 tahun ke atas buta huruf. Angka buta huruf perempuan sebesar 8,52 lebih tinggi dari pada laki-laki sebesar 6,68 persen. Pada kelompok umur 10 tahun ke atas, perempuan yang menamatkan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar (SD/sederajat), persentasenya lebih tinggi dibandingkan laki-laki, sebaliknya untuk jenjang pendidikan menengah (SMP/sederajat hingga SMA/sederajat). Di Bidang Ekonomi dan Ketenagakerjaan, jumlah persentase perempuan sebagai pengangguran terbuka sebesar 3,30 persen. Persentase perempuan yang mengurus rumah tangga secara total adalah 25,92 persen. Sementara itu Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TKPK) perempuan yaitu sebesar 58,33 persen lebih rendah dari laki-laki sebesar 80,00 persen. Persentase perempuan yang bekerja pada kegiatan formal hanya sebesar 35,52 persen dan yang bekerja pada kegiatan informal sebesar 45,52 persen. Pekerja perempuan informal terbanyak adalah sebagai pekerja keluarga atau pekerja tidak dibayar (70,16 persen) dan pekerja bebas di pertanian (48,01 persen). Sedangkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) perempuan secara total sebesar 3,30 persen dan laki-laki sebesar 3,23 persen.

Selain itu data kasus kekerasan terhadap perempuan dari 2.114 kasus di tahun 2012 menurun menjadi 1.568 kasus di tahun 2013 dan kemudian menurun lagi menjadi 1.054 kasus di tahun 2014. Walau terjadi penurunan dari tahun ke tahun kekerasan terhadap perempuan dan anak bukan berarti tren penurunan selalu menunjukan realitas, karena banyak juga kasus yang tidak dilaporkan atau telah diselesaikan secara kekeluargaan.

Semua permasalahaan itu memerlukan treatment yang tepat diantaranya melalui perencananan dan penganggaran dalam pembangunan. Salah satu instrumen atau pendekatan yang digunakan adalah pendekatan politik sebagai bagian dari pengambilan keputusan. Di bidang politik sendiri peluang perempuan yang bekerja di lembaga pemerintahan khususnya legislatif semakin terbuka seiring dengan banyaknya perempuan yang bekerja di sektor publik. Hal ini memperlihatkan bahwa perempuan mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk berkarya dan berperan serta meningkatkan partisipasi perempuan dalam pembangunan. Kuantitas perempuan yang bekerja di sektor publik sebaiknya juga diikuti oleh kualitas yang baik agar perempuan kedepannya bisa mendapatkan posisi-posisi yang strategis di berbagai lembaga pemerintahan. Kesempatan yang terbuka lebar bagi perempuan untuk duduk di lembaga legislatif menandakan bahwa ukuran kualitas perempuan juga tidak kalah dibandingkan laki-laki. Peningkatan jumlah perempuan terpilih tidak hanya menunjukkan bertambahnya minat perempuan masuk dalam dunia politik untuk menjadi wakil rakyat, namun dapat juga mengindikasikan meningkatnya pemahaman masyarakat bahwa perempuan memasuki dunia politik adalah penting dan perlu didukung. Hal ini diatur dalam Undang-Undang No. 2 tahun 2008 tentang partai politik yang menyatakan bahwa parpol harus memenuhi kuota 30 % bagi perempuan dalam politik terutama di DPRD. Sayangnya aturan tentang keterwakilan 30 persen perempuan hanya berlaku untuk daftar calon anggota dewan pada setiap dapil. Jadi jumlah perempuan yang terpilih menjadi anggota dewan sebenarnya tidak mencerminkan kuota keterwakilan 30 persen perempuan dalam legislatif.

Hal tersebut tergambarkan dalam hasil pemilihan anggota DPR-RI dan DPD-RI Periode 2014-2019 asal daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur, dari anggota DPR-RI sebanyak 13 orang dan DPD-RI sebanyak 4 orang, tidak satupun diwakili oleh perempuan. Jika dibandingkan dengan anggota DPR-RI dan DPD-RI Periode 2009-2014 asal daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur, Anggota DPR-RI sebanyak 13 orang, 1 diantaranya perempuan dan DPD-RI sebanyak 4 orang, 2 diantaranya perempuan. Sedangkan untuk tingkat anggota DPRD Provinsi & DPRD Kabupaten/Kota se Provinsi Nusa Tenggara Timur periode 2014-2019 berjumlah 715 orang anggota, yang terdiri dari anggota laki-laki sebanyak 615 orang (91,04%) dan anggota perempuan sebanyak 64 orang (8,95%). Hasil ini sedikit lebih baik jika di bandingkan dengan anggota DPRD Provinsi & DPRD Kabupaten/Kota se Provinsi Nusa Tenggara Timur periode 2009-2014 berjumlah 679 orang anggota, yang terdiri dari anggota laki-laki sebanyak 627 orang (92,34%) dan anggota perempuan sebanyak 52 orang (7,65%).

Hasil pemilihan anggota DPRD Provinsi & Kabupaten/kota se Provinsi Nusa Tenggara Timur periode 2014-2019, dengan jumlah perwakilan anggota perempuan terbanyak yaitu di Kabupaten Malaka 24 %, TTS 20 %, dan Ngada 20 %, sedangkan Kabupaten Lembata, Flores Timur, Nagekeo, Sumba Barat Daya dan Sumba Tengah tidak memiliki perwakilan di DPRD. Ketidakterpilihan perempuan dalam lembaga legislatif di daerah diantaranya disebabkan karena perempuan kurang percaya diri dalam berkompetisi dengan laki-laki dalam dunia politik dan juga perempuan tidak mendukung perempuan. Selain itu juga dapat disebabkan oleh budaya di beberapa daerah yang belum memberikan ruang kontestasi bagi perempuan untuk menjadi wakil penyambung suara masyarakat. Walhasil keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif di Provinsi Nusa Tenggara Timur masih jauh dari memadai.




Berangkat dari data di atas, diperlukan sebuah inovasi untuk membangkitkan gairah politik perempuan di tingkat lokal dengan berdasarkan pada tataran konsep/teori. Bahwa untuk pemenuhan hak politik perempuan melalui perbaikan representasi politik perlu di bentuk kelembagaan non formal untuk dapat mengarahkan para perempuan potensial untuk mengembangkan diri dan lingkungan sebagai modal politik di masyarakat. Para kader yang terpilih dari setiap kecamatan adalah para Champion by Communnity di masyarakat, yakni perempuan dengan kemampuan sebagai penggerak bagi terbentuknya berbagai organisasi maupun kelompok-kelompok yang bekerja dan berjuang bagi peningkatan kapasitas perempuan untuk mampu terlibat di berbagai forum dan mampu mempengaruhi seluruh pengambilan keputusan di dari lokus terkecil hingga jenjang pengambilan keputusan tertinggi. Inilah yang kemudian disebut sebagai potensi kekuatan penting bagi perempuan untuk menghadirkan motivator dan sebagai simpul perjuangan dalam pembangunan politik di daerahnya masing-masing. Untuk mengembangkan potensi kekuatan perempuan tersebut, dan untuk memotivasi atau meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan, maka diperlukan wadah yang berasal dari masyarakat dan yang terpenting adalah untuk memecahkan persoalan di masyarakat. Wadah tersebut dinamakan Ina Bo’I (mama sayang), lengkapnya adalah Pusat Pembelajaran Ina Bo’I Berbasis Masyarakat.

Tujuan penyelenggaraan Pusat Pembelajaran Ina Bo’I Berbasis Masyarakat ini adalah untuk meningkatkan peran perempuan dalam lembaga-lembaga pengambilan keputusan dari unit yang paling kecil hingga level makro, dalam menyuarakan ketimpangan akibat adanya disparitas pembangunan dari sisi gender, dengan tujuan jangka pendek, menengah dan panjang:

a.
Jangka Pendek
:
1.
Terbentuknya tim efektif yang tertuang dalam Keputusan Gubernur  (Kepgub), terdiri dari : 1) Tim Penyusun Peraturan Gubernur (Pergub); 2) Tim Penyusun Naskah Kesepemahaman (MoU) antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten / Kota Se- Provinsi Nusa Tenggara Timur; dan 3) Tim Konsultasi Publik dan Sosialisasi Rancangan Peraturan Gubernur;



2.
Adanya dukungan dari stakeholder internal dan ekternal;



3.
Adanya dukungan dari Bupati dan panitia kegiatan pemberdayaan perempuan terkait pelaksanaan sosialisasi Rancangan Peraturan Gubernur tentang Pedoman Penyelenggaraan Pusat Pembelajaran Ina Bo’i  Berbasis Masyarakat;



4.
Tersedianya rancangan Peraturan Gubernur (Pergub) dan Naskah Kesepemahaman (MoU);



5.
Terlaksananya konsultasi publik terkait rancangan Peraturan Gubernur tentang Pedoman Penyelenggaraan Pusat Pembelajaran Ina Bo’i Berbasis Masyarakat di 6 kabupaten dan 8 lokasi.
b.
Jangka menengah
:
1.
Menciptakan 306 champion motivator di 306 kecamatan di Nusa Tenggara Timur melalui seleksi dan pelatihan;



2.
306 Champion terpilih diharapkan dapat memotivasi perempuan di seluruh Kabupaten di Nusa Tenggara Timur agar dapat terlibat aktif dalam lembaga-lembaga pengambilan keputusan di tingkat lokal, mulai Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), Kepala Desa/Kelurahan, BPD hingga Kecamatan. 
c.
Jangka Panjang
:
1.
Pembangunan politik menjadi lokomotif dalam menyelesaikan berbagai permasalahan perempuan dan anak yang meliputi pendidikan, kesehatan, sosial, ekonomi hukum dan budaya;



2.
Dari 306 Champion terpilih ini dapat menjadi calon pada pemilihan DPRD kabupaten/kota, DPRD Provinsi hingga DPR-RI dan kelak ada yang mencalonkan diri sebagai Kepala daerah dan Wakil Kepala daerah dari tingkat kabupaten hingga provinsi.

Sedangkan manfaat yang diperoleh dari inovasi ini adalah:
  1. Menjadikan perempuan mandiri dan berkualitas dengan menjadi agent of change melalui lembaga-lembaga pengambilan keputusan;
  2. Terciptanya ruang partisipasi perempuan dalam pembangunan baik untuk kepentingan politik, sosial, ekonomi dan budaya bersamaan dengan terbentuknya wadah penyaluran aspirasi, advokasi dan pendampingan di grass root;
  3. Meningkatkan partisipasi perempuan dalam pembangunan mulai dari level terendah hingga ke jenjang lebih tinggi.

Sasaran Pusat Pembelajaran Ina Bo’I Berbasis Masyarakat  terdiri dari sasaran primer (langsung) dan sekunder (tidak langsung). Sasaran Primer adalah 306 Perempuan Potensial di 306 Kecamatan yang dijadikan sebagai champion motivator dan sasaran sekundernya adalah Kelompok Masyarakat: perempuan, para pemilih, pemilih pemula, kelompok marginal dan kaum disabilitas serta Komunitas Pendukung: lembaga adat, lembaga agama dan media. Penyelenggaraan Pusat Pembelajaran Ina Bo’I Berbasis Masyarakat dilakukan dengan beberapa prinsip antara lain:
  1. Pemberdayaan, upaya meningkatkan kemampuan perempuan melalui pelaksanaan kegiatan yang berdampak langsung terhadap pemenuhan hak-hak dasar masyarakat miskin, marginal, disabilitas dan anak;
  2. Partisipastif, upaya mengedepankan keterlibatan aktif perempuan dalam setiap tahapan kegiatan, baik dalam bentuk pemikiran, tenaga maupun material sehingga tumbuh rasa memiliki dan rasa tanggung jawab;
  3. Demokratis, pengambilan keputusan dalam setiap tahapan kegiatan didasarkan atas musyawarah mufakat dan kesetaraan gender;
  4. Bertumpu pada Sumber Daya Lokal, penetapan jenis kegiatan didasarkan pada ketersediaan potensi dan kecocokan kegiatan sesuai kebutuhan setempat sehingga tercapai daya guna dan hasil guna pembangunan;
  5. Efisiensi, menjamin pencapaian target program dalam kurun waktu tertentu dengan menggunakan dana dan daya yang tersedia serta dapat dipertanggungjawabkan;
  6. Efektivitas, pelaksanaan kegiatan mempertimbangkan prioritas masalah dan kebutuhan masyarakat;
  7. Transparansi, manajemen pengelolaan pembangunan Pusat Pembelajaran Ina Bo’I Berbasis Masyarakat dilakukan secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan;
  8. Keterpaduan dan Keberlanjutan, pembangunan Pusat Pembelajaran Ina Bo’I Berbasis Masyarakat dapat dilaksanakan secara simultan dengan program-program pembangunan perdesaan lainnya dengan memperhatikan keterkaitan dan keberlanjutannnya, sehingga mampu menjawab berbagai persolan mendasar setiap tingkatan di desa, kelurahan hingga kecamatan.

Untuk menjamin pembangunan Pusat pembelajaran Ina Bo’I Berbasis Masyarakat dapat mencapai tujuan dan sasaran secara optimal, maka dibentuk Tim Pengarah dan Pelaksana di Tingkat Provinsi, serta pembentukan kelompok kerja baik di tingkat provinsi dan Kabupaten/Kota. Sehingga pembangunan Pusat Pembelajaran Ina Bo’I Berbasis Masyarakat untuk dapat mencapai hasil yang optimal harus didukung perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan yang berkualitas. Untuk mewujudkan kebutuhan tersebut maka harus didukung peran yang optimal dari pemangku kepentingan pembangunan sebagaimana yang akan dibentuk. Diantaranya adalah mekanisme seleksi perempuan potensial (champion) dilaksanakan secara objektif sesuai dengan arah pembangunan Pusat Pembelajaran Ina Bo’I Berbasis Masyarakat, dengan memperhatikan kaidah-kaidah perekrutan yang telah ditetapkan. Selanjutnya kurikulum pusat pembelajaran akan disusun agar pelaksanaan lebih terarah, sistematis dan sinergi, serta berkelanjutan, serta berdasarkan kebutuhan lokal baik di tingkat Pemerintah Daerah maupun kabupaten/kota sehingga memberikan kesempatan bagi perempuan untuk duduk dalam setiap kedudukan dalam pengambilan keputusan, serta memberlakukan kebijakan yang responsif gender di setiap bidang.




Keefektifan pelaksanaan Pusat Pembelajaran Ina Bo’I Berbasis Masyarakat sangat ditentukan oleh kesepahaman dukungan sumber pembiayaan pemerintah baik oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/Kota. Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi bekerja sama dengan Badan Pemberdayaan Perempuan atau dengan sebutan lain di kabupaten/Kota, mendesain perencanaan kegiatan terpadu sehingga masuk dalam perencanaan dan penganggaran pada unit kerja masing-masing sehingga koordinasi  dan keberlanjutan program dapat terlaksana dengan baik. Salah satu dukungan bagi program ini adalah dukungan dana dalam implematasi kerja pengambilan keputusan di desa, yaitu pemanfaaatan dana desa, yang merupakan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui APBD kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Sementara itu sumber pembiayaan pembangunan lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pencapaian target pembanguan daerah melalui Pusat Pembelajaran Ina Bo’I Berbasis Masyarakat adalah sinergitas program daerah dengan sumber pendanaan lainnya melalui dana hibah lembaga internasional, investasi swasta dan dana CSR.

Monitoring yang akan dilakukan secara efektif dan efisien setiap 4 (empat) bulan dengan melibatkan unsur pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Sedangkan evaluasi penyelenggaraan Pusat Pembelajaran Ina Bo’I Berbasis Masyarakat Provinsi Nusa Tenggara Timur dilakukan secara berkala oleh Pemerintah Kabupaten/kota yang dilaporkan ke pemerintah provinsi, dan pelaporan penyelenggaraan Pusat Pembelajaran Ina Bo’I Berbasis Masyarakat berfungsi sebagai bahan untuk menilai efisiensi dan efektivitas terhadap capaian indikator.

Rencana kerja  Pusat Pembelajaran Ina Bo’I Berbasis Masyarakat tahun 2016 adalah sebagai berikut: 1) Konsultasi publik rancangan Peraturan Gubernur di Kabupaten/Kota, 2) Penetapan Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Timur tentang Pedoman Pusat Pembelajaran Ina Bo’I Berbasis Masyarakat Provinsi Nusa Tenggara Timur, dan 3) Penetapan MOU antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota tentang strategi Peningkatan Partisipasi Perempuan dalam Pembangunan Politik melalui Pembentukan Pusat Pembelajaran Ina Bo’I Berbasis Masyarakat.

Rencana Pusat Pembelajaran Ina Bo’I Berbasis Masyarakat tahun 2017-2018 adalah sebagai berikut: 1) Sosialisasi Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Timur tentang Pedoman Pusat Pembelajaran Ina Bo’I Berbasis Masyarakat Provinsi Nusa Tenggara Timur di Kabupaten/Kota; 2) Pelaksanaan Pelatihan (Training of Trainers) bagi perempuan potensial (champion) berdasarkan hasil seleksi oleh Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Provinsi dengan Pilot Project di 4 (empat) Kabupaten/Kota yang mewakili empat region Nusa Tenggara Timur; 3) Pendampingan Penyusunan Rencana Kerja Pusat Pembelajaran Ina Bo’I Berbasis Masyarakat berdesain lokal (dari oleh dan untuk masyarakat setempat) di setiap kabupaten/kota; 4) Monitoring dan evaluasi.

Rencana Pusat Pembelajaran Ina Bo’I Berbasis Masyarakat tahun 2018-2022 adalah sebagai berikut: 1) Menjadi program prioritas yang bermanfaat bagi peningkatan kualitas hidup perempuan dan anak pada saat ini dan akan datang, melalui penguatan kapasitas perencanaan dan penganggaran yang memadai sehingga indikator capaian yang ditetapkan dapat terealisasi; 2) Monitoring dan Evaluasi.

Konsep pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak Three End + Politic yang meliputi (1) End Violence Against Women and Children (akhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak); (2) End Human Trafficking (akhiri perdagangan manusia); dan (3) End Barriers To Economic Justice (akhiri kesenjangan ekonomi) dan meningkatkan keterwakilan perempuan dalam politik dan pengambilan keputusan. Three Ends + Politic diharapkan dapat menjadi arah bagi para pemangku kepentingan, baik di pusat maupun daerah dalam melaksanakan urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Dengan terbentuknya Pusat Pembelajaran Ina Bo’I Berbasis Masyarkat sebagai inovasi Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur akan menjadikan perempuan NTT mandiri dan berkualitas dengan menjadi agent of change melalui lembaga-lembaga pengambilan keputusan.

Demikian proyek perubahan ini digagas untuk dilaksanakan, dengan tetap memperhatikan berbagai masukan dalam peningkatan kualitas hingga program dapat terus berkembang dan menjadi program inovasi unggulan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di daerah.


Kupang, 10 Agustus 2016
daonlontar.blogspot.com 

comments

Catatan....!!!

Menulis bukan bakat, tetapi kemauan. Dalam kisah setiap orang pasti akan menuliskan apa ada yang ada di pikiran dan perasaannya.. Secara perlahan menulis mengantarkan seseorang menuju pencerahan, karena menulis membuat orang membaca dan sebaliknya membaca membuat orang menulis. Menulis merupakan pembelajaran, dan tidak hanya sekumpulan kalimat tetapi merupakan sekumpulan nilai dan makna. Kini cara menulis tidak lagi menggunakan pahat dan batu, tongkat dan pasir atau dengan kemajuan teknologi tidak lagi dengan tinta dan kertas tetapi sudah beranjak pada keyboard dan screen. Banyak kisah dan sejarah masa lalu yang tidak terungkap, karena tak ada yang mencatatnya atau bahkan lupa untuk mencatatnya. Mengutip kalimat singkat milik Pramoedya Anantatoer, “hidup ini singkat, kita fana, maka aku akan selalu mencatatnya! Agar kelak abadi di kemudian hari…” Catatan adalah sebuah kesaksian dan kadang juga menjadi sebuah pembelaan diri. Seseorang pernah memberiku sebuah diary, dengan sebuah catatan yang terselip. Kelak aku akan mengembalikannya dalam keadaan kosong karena aku telah mencatatnya di sini….!!!


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
;