Pertama kali Horikoshi
Jiro bertemu dengan Satomi Naoko, dalam sebuah perjalanan kereta menuju Tokyo.
Karena hembusan angin topi Jiro lepas, namun bisa digapai oleh Naoko. Naoko
tengah bersama dengan pembantunya, di saat bersamaan terjadi gempa bumi besar
yang membuat kereta anjlok dan membuat kaki sang pembantu patah. Jiro menolong
mereka hingga sampai di rumah Naoko. Sayangnya mereka belum sempat berkenalan,
tetapi di saat itu telah hadir perasaan antara kedua insan itu, walau kala itu
Naoko masih belia. Naoko menganggap Jiro bagai pangeran bagi dia dan
pembantunya, yang datang dengan mengendarai kuda putih. Naoko berdoa suatu saat
bisa dipertemukan kembali dengan sang pahlawan, Jiro. Naoko ingin bertemu
langsung dan mengucapkan terima kasih atas bantuannya di saat gempa terjadi.
Demikian juga dengan Jiro yang rupanya telah jatuh cinta ketika Naoko mengapai topinya
yang dihembus angin, dan Naoko telah mencintai Jiro sejak angin membawa
kepadanya. Tanpa mereka saling mengetahui isi hati masing-masing.
Jiro adalah seorang anak muda yang berkeinginan menjadi pilot
pesawat tempur. Tetapi karena penglihatan yang tidak baik, sehingga
keinginannya menjadi pilot hanya menjadi angan-angan belaka. Setelah membaca
sebuah majalah penerbangan, Jiro bermimpi bertemu dengan desainer pesawat
Italia terkenal yang kemudian selalu muncul dalam mimpi-mimpinya. Tokoh itu
memberinya motivasi bahwa membangun pesawat adalah lebih baik daripada
menerbangkannya, karena seorang insinyur dapat merubah impian menjadi
kenyataan. Sehingga Jiro berkeinginan menjadi seorang insinyur aeronautika.
Saat Jiro
menyampaikan keinginan menikahi Naoko
Jiro
menemani Naoko melukis di taman
Sejak pertemuan
pertama, sudah ada upaya Jiro untuk menemui Naoko. Tetapi kebakaran pasca gempa
telah menghanguskan permukiman rumah Naoko tanpa jejak, hingga Jiro tak pernah
menemui Naoko lagi. Setelah lebih dua tahun kemudian, tanpa disengaja Naoko
sedang melukis di taman, angin berhembus membuat payung yang digunakannya
terhempas dan membuat Jiro yang kebetulan lewat mengapai payung tersebut dan
mengembalikan ke ayah Naoko. Naoko belum menyadari bahwa lelaki yang menolong memungut
payungnya adalah Jiro. Karena mereka menginap di hotel yang sama, Naoko
akhirnya bertemu dengan Jiro lagi dan kemudian berkenalan untuk mengenal nama
masing-masing dan lalu menumpahkan kesan dan isi hati dikala mereka dipertemukan
pertama kali. Dan kisah asmara merekapun terjalin.
Ketika itu datang
hujan lebat yang membuat mereka basah dalam perjalanan pulang ke hotel,
menambah kesan romantisme mereka. Hingga akhirnya mereka sampai pada tanah
kering yang tidak disentuh hujan, ketika mereka berbalik muncullah pelangi.
Namun esoknya Naoko mengalami sakit, belakangan baru diketahui kalau Naoko
mengidap tuberkulosis, penyakit yang sama diderita Ibunya
yang telah meninggal dua tahun yang lalu. Namun itu tak membuat Jiro menyerah
untuk mencintai Naoko. Jiro meminta ijin ke ayah Naoko untuk menikahinya, dan
Naoko menerimanya tetapi meminta Jiro untuk menunggu agar kondisinya pulih
dulu. Kemudian apa yang dikatakan oleh Jiro bahwa Ia bersedia menunggu hingga
ratusan tahun lamanya.
Ketika Jiro
menjenguk Naoko yang sedang sakit
Naoko
membaca surat dari Jiro dalam selimut kepompong di sanatorium
Sambil membuat pesawat
kertas, Jiro bergumam "Siapa yang
pernah melihat angin?. Bukan aku maupun kamu.Tapi ketika daun bergerak, itulah
saat dilewati angin. Biarkan angin membawa sayap ini padamu”. Di lain waktu
kekuatiran Jiro pun tiba, Naoko mengalami batuk darah, Jiro berjuang keras
untuk menjeguk Naoko yang sedang sakit. Naoko akhirnya mengambil keputusan ke
sanatorium untuk memulihkan kesehatannya, karena berkeinginan untuk bisa hidup
bersama Jiro. Walau dalam kesibukan serius untuk mencapai impiannya dalam kerja
kerasnya, Jiro selalu mengingat Naoko. Dan selalu mengirim surat ke Naoko di
sanatorium.
Karena merasa waktu
itu segera tiba, Naoko akhirnya memaksakan diri menemui Jiro. Semula ia hanya
berkeinginan menjeguk, tetapi kemudian mereka mengambil keputusan untuk segera menikah
di bawah saksi perwalian keluarga tuan dan nyonya Kurokawa. Walau tampak
menuruti egonya tentang pekerjaan, tetapi Jiro merasa bahwa waktu bersama Naoko
semakin terbatas karena kesehatan Naoko yang semaikin menurun. Di saat Jiro
segera menjemput impiannya membuat pesawat, di saat itu juga dia harus membagi
perhatian dengan isterinya Naoko. Naoko pandai menyembunyikan sakitnya yang
terus memburuk. Dan mereka melewati hari yang tersisa buat Naoko, sebagai
hari-hari yang sangat berharga dengan kesedihan yang sangat. Di malam terakhir,
ketika Jiro tengah mengerjakan tugas desain gambar terakhirnya, Naoko meminta Jiro
mengengam tangan kanannya dan tak melepaskannya. Di saat bersamaan Jiro bekerja
dengan hanya menggunakan tangan kanannya. Esoknya, merasa kematian semakin
dekat, Nahoko diam-diam kembali ke
sanatorium dan menulis surat untuk suaminya, keluarga, dan teman-teman.
Jiro dan
Naoko sedang memohon kepada tn. dan ny. Kurokawa menikahkan mereka
Jiro
menemani Naoko tidar sambil bekerja
Cerita Jiro dan Naoko dimulai dari hembusan
angin yang menerbangkan topi, payung, pesawat kertas, dengan kata-kata “angin
berhembus, kita harus mencoba untuk tetap hidup." Dan cerita ini kemudian diakhiri
dengan hembusan angin. Di saat Jiro sukses dengan eksperimen pesawatnya, datang
hembusan angin yang memberikan firasat, disaat bersamaan Jiro telah kehilangan
Naoko!. Di akhir cerita dalam mimpinya Jiro, Ia merasa menyesal karena pesawat
ciptaannya digunakan dalam perang, namun setidaknya impiannya tercapai telah
membangun pesawat yang indah, dan dalam mimpinya juga Jiro bertemu Naoko, yang
berpesan kepada Jiro untuk tetap menjalani hidup, disaat itu ia terlihat cantik
seperti angin.
Pertemuan
terakhir Jiro dan Naoko
Kisah ini adalah bagian dari film drama animasi sejarah Jepang, The
Wind Rises yang dirilis tahun 2013 lalu. Merupakan biografi fiksi dari Jiro
Horikoshi (1903-1982) yang adalah seorang
desainer pesawat yang digunakan oleh Kekaisaran Jepang selama Perang Dunia II.
Film animasi ini terbilang sangat sukses di Jepang dengan mendapatkan banyak
pujian dan penghargaan. Tak heran bila film ini menjadi yang terlaris dengan
pendapatan film tertinggi pada tahun 2013 di Jepang. (*)
Kisah ini
juga mengingatkan saya pada kisah Jamal Malik dan Latika
dalam film India berjudul Slumdog
Milioner, seperti apa yang
diungkapkan Jamal,
“Aku akan menunggumu di stasiun kereta
pukul lima sore. Setiap hari. Sampai engkau datang
menemuiku.”
Begitu
janjinya pada Latika.
Kupang, 07
September 2014
©daonlontar.blogspot.com
©daonlontar.blogspot.com