Jumat, 01 Maret 2024

Anendo, nuansa Flores dalam Novel Emilie Jawa 1904

Adalah Emilie yang berasal dari kota kecil Langon, Prancis. Keputusan menikah dengan Lucien Bernières, seorang administrator kolonial, mengantarkannya ke impian masa kecilnya. Menjelajahi tempat yang jauh, tanah Hindia Belanda, di Jawa. Di Batavia, ia menemukan apa yang menjadi pertanyaan di masa kecilnya tentang ketidakadilan dan diskriminasi yang kemudian memancing jiwa memberontaknya.

Sepertiga bagian terakhir dari novel ini akan menguras energi tokoh utama Emilie, yang akan difokuskan ke seorang pemuda asal dari Pulau Solor dari kepulauan Sunda Kecil. Ia bernama Anendo, pandai mengambar yang juga berprofesi sebagai wartawan, memikat dengan rambut panjang menjuntai diikat, berkulit gelap dengan wajah mestizo. 

comments

Catatan....!!!

Menulis bukan bakat, tetapi kemauan. Dalam kisah setiap orang pasti akan menuliskan apa ada yang ada di pikiran dan perasaannya.. Secara perlahan menulis mengantarkan seseorang menuju pencerahan, karena menulis membuat orang membaca dan sebaliknya membaca membuat orang menulis. Menulis merupakan pembelajaran, dan tidak hanya sekumpulan kalimat tetapi merupakan sekumpulan nilai dan makna. Kini cara menulis tidak lagi menggunakan pahat dan batu, tongkat dan pasir atau dengan kemajuan teknologi tidak lagi dengan tinta dan kertas tetapi sudah beranjak pada keyboard dan screen. Banyak kisah dan sejarah masa lalu yang tidak terungkap, karena tak ada yang mencatatnya atau bahkan lupa untuk mencatatnya. Mengutip kalimat singkat milik Pramoedya Anantatoer, “hidup ini singkat, kita fana, maka aku akan selalu mencatatnya! Agar kelak abadi di kemudian hari…” Catatan adalah sebuah kesaksian dan kadang juga menjadi sebuah pembelaan diri. Seseorang pernah memberiku sebuah diary, dengan sebuah catatan yang terselip. Kelak aku akan mengembalikannya dalam keadaan kosong karena aku telah mencatatnya di sini….!!!


 
;