Ruteng adalah ibu kota dari Kabupaten Manggarai, salah satu kota lama
kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang berada di dataran tinggi atau sekitar 1.200 meter di atas permukaan laut dan
dikelilingi pegunungan yang membuat udaranya sejuk dan tentunya dingin. Kini
Kabupaten Manggarai telah dimekarkan menjadi dua kabupaten dari Kabupaten induk
Manggarai yaitu Manggarai Barat dengan ibukota Labuan Bajo dan Manggarai Timur
dengan ibu kota Borong. Pada umumnya masyarakat menyebut wilayah Manggarai
dengan sebutan Manggarai Raya yang mempersatukan unsur lokus dan etnik
dari tiga wilayah ini.
Sebagai kota yang bermula dari
aktivitas pasar ini, telah membentuk jaring perdagangan masyarakat Manggarai
dengan hasil buminya seperti kopi,
cengkeh, vanili, kakao, kemiri dan hasil bumi lainnya terutama beras. Sehingga menjadi
tempat bertemunya penduduk yang mendiami pelosok-pelosok desa di Manggarai
dengan persawahaan yang subur membentang dari kawasan Gunung vulkanis, datang
ke Kota Ruteng membawa hasil buminya. Karena
pengaruh kekuasaan Portugis, maka penduduk Pulau Flores dan Manggarai khususnya
menganut Katolik, presentase penganut Katolik di Kota Ruteng hingga mencapai 90
persen, hal ini ditandai dengan begitu banyaknya gereja seperti tampak pada Gereja
Kathedral Lama dan Kathedral Baru. Gereja Santo Yoseph atau yang disebut
dengan Kathedral Lama adalah bangunan megah di zamannya, tampak pada model arsitektur
tua dengan atap menjulang runcing.
Gereja Kathedral Baru
Gereja Kathedral Lama
Sebagai kota transit di Pulau Flores, kota ini telah terkenal dengan
iklimnya yang dingin dan basah karena hampir selalu diguyur hujan. Pada pagi
hari anda bisa menikmati hari yang cerah namun ketika matahari mulai meninggi
maka langit mulai terlihat putih tanda kabut segera menutup langit kota,
sehingga yang terlihat hanya putih dan kelabu. Puncak musim dingin pada Bulan
Juli dan Agustus dengan suhu bisa mencapai 8 derajat celcius, membuat air sedingin es. Pada malam harinya Kota Ruteng
cepat sekali menemui sepi, aktifitas ekonomi seolah sepakat untuk berhenti
karena hawa dingin semakin menusuk.
Rumah Adat Manggarai yang bisa ditemui dalam kota
salah satu sudut kota
Penduduk Ruteng terbilang ramah,
apalagi bila keluar kata-kata, “neka rabo” dan “toe nganceng” yang diartikan jangan marah dan tidak bisa, bahasa yang telah menjadi guyonan renyah masyarakat.
Apalagi jika candaan dalam bahasa Manggarai itu datang dari para tetua
Manggarai dengan ciri khas tradisionalnya memakai kain sarung hitam atau kemeja
tenun motif bunga kopi dengan songkok Manggarai yang khas, menjadi hal yang istemewa
untuk melihat sisi human interest
salah satu etnis di Flores ini.
Dan tak lupa jika berkunjung ke Manggarai untuk membawa pulang oleh-oleh
Kompiang. Kompiang
adalah sejenis roti keras mirip bakpao, usaha makanan
khas Kota Ruteng yang melagenda ini kabarnya hanya dijalankan hanya oleh orang
Cina saja, yah karena memang makanan ini berasal dari Cina sejak abad ke-16. Kompiang
terdiri dari kompiang original tanpa
isi dan ada juga yang berisi daging sesuai pesanan. Kompiang biasanya digoreng
kembali untuk mendapatkan gurihnya dan disajikan hangat dengan Kopi khas
Maanggarai yang panas. Satu lagi yang unik dari Kota Ruteng yaitu adanya Air
Mineral merek lokal “Ruteng” yang sama dengan nama kota, diproduksi oleh PT.
Nampar Nos Ruteng. Jika anda mencobanya nyaris berbeda dengan air minum kemasan
lainnya. Air yang diambil dari sumber pengunungan yang alami sehingga terasa
berbeda.
Sayangnya Kota Ruteng seperti
terisolasi, karena keberadaannya di dataran tinggi yang dikelilingi pegunungan
mengakibatkan aktifitas Bandar Udara Frans Sales Lega tidak optimal. Penerbangan
datang dan pergi hanya bisa berlangsung di pagi hari sebelum kabut datang
menyelimuti kota. Selebihnya bandara dinyatakan tutup dan memungkinkan para
empunya ternak sapi mengembalakan ternak dalam areal kompleks bandara. Jika
pengembalaan terlihat pada saat operasional bandara, tak segan-segan petugas
menembak ternak yang dikuatirkan akan menganggu keselamatan transportasi udara.
Pada saat menggunakan jasa penerbangan udara pada saat akan landing dan setelah take off, kita bisa menikmati pemandangan tak biasa yaitu melihat pola
persawahan yang unik menyerupai bentuk jaring laba-laba, dengan hamparan sawah yang dapat dilihat
disana-sini bahkan di atas punggung bukit, menjadikan Kota Ruteng memiliki
pemandangan indah yang menarik untuk diabadikan dari udara.
Selain pesonanya, Kota
Ruteng juga memiliki beberapa objek wisata disekitarannya seperti Gunung berapi aktif Ranaka yang seolah menjadi penopang
keberadaan kota yang masih menyimpan burung endemiknya. Sementara itu sekitar 13
kilometer dari Ruteng terdapat Gua Liang
Bua yang merupakan situs arkeologi, tempat ditemukannya manusia purba
kerdil Homo Floresiensis di tahun
2003 silam. Selain itu ada juga Desa
Cancar, untuk melihat Lingko dari dekat di atas bukit. Lingko adalah model
pembagian lahan pertanian yang dibagi dengan pola terpusat pada satu titik yang
menyerupai jaring laba-laba. (*)
Ruteng, 26-28 November 2013
©daonlontar.blogspot.com
©daonlontar.blogspot.com