Jumat, 28 Agustus 2015

Festival Seni Budaya 17 Kecamatan Flores Timur, catatan kecil

Sumber foto: Benediktus Bereng Lanan

Ketika sedang berada di Kota Larantuka, Flores Timur dalam rangka urusan dinas. Sebuah kebetulan di dekat dengan hotel tempat menginap atau taman kota, sedang dilangsungkan Pentas Seni dan Budaya Flores Timur yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Flores Timur. Walau tidak mengikuti sepenuhnya saya memiliki gambaran tentang pelaksanaan, proses dan hasil yang didapatkan dari event tersebut. Setiap kecamatan memiliki konsep yang sepertinya dari tahun ke tahun mengambil tema yang sama berdasarkan cerita rakyat turun temurun dalam masyarakat kebudayaan Lamaholot seperti mistisme, tradisi leluhur, tanaman pangan, toponimi, hikayat dan lagenda, asal usul nenek moyang, suka cita dalam panen, perang tanding dan lain sebagainya yang dikemas dalam seni tarian, nyanyian, teater dan drama. Sebenarnya dalam gagasan, kebudayaan di Flores Timur memiliki kebudayaan maritim yang kuat karena terdiri dari Flores daratan, Pulau Adonara dan Pulau Solor. Namun representase dari semua pertujukan kurang menempatkan laut sebagai ruang kebudayaan. Justru semangat darat yang terlihat yang didominasi hasil kebudayaan bercocok tanam berupa pertanian hingga alat-alat perang.

comments
Rabu, 26 Agustus 2015

Negeri di atas awan



Di masa kecil saya suka membaca majalah anak-anak dan menonton film kartun di tv nasional saat itu. Sering saya temui berbagai kisah dan dongeng tentang negeri di atas awan. Satu kisah yang paling diingat adalah benih tanaman yang diberikan seorang nenek tua yang baik hati kepada seorang gadis cantik untuk ditanam. Benih tersebut akhirnya tumbuh dan terus menjulang ke atas menembus awan dan memperlihatkan sebuah negeri di atas awan. Inilah gambaran fantasi sejak zaman nenek moyang, tentang harapan umat manusia bisa menembus dan menyentuh awan. Bukan sekedar mitos, kini kita juga mempunyai kesempatan sejenak berada di atas awan, sebuah negeri di atas awan.

comments
Kamis, 13 Agustus 2015

Dari Telinga Swasta hingga Pohon Telinga


photo: whatjesusdid.org

Dahulu sewaktu masih bersekolah dasar di Kota Kupang, saya sering mendengar istilah telinga swasta. Telinga swasta diartikan sebagai kemampuan mendengar yang kurang. Jika ada teman yang butuh hingga dua kali atau lebih mengulang omongan yang kita sampaikan, maka cap memiliki telinga swasta, sudah kita berikan kepadanya. Dalam bahasa baku, kita tidak akan menemukan kosakata demikian, karena hanya menjadi guyonan kita di masa tersebut yang hingga kini masih dipakai dalam kosa kata bahasa Kupang. Mungkin karena di masa tersebut yang dinamakan dengan sekolah dan instansi swasta masih kalah jauh dengan sekolah dan instansi negeri yang lebih maju, sehingga sebutan swasta menjadi label kelas dua. Namun kini telah berubah jauh, di mana-mana kecenderungan sekolah swasta dan perusahaan swasta jauh lebih baik dibandingkan negeri.

comments
Sabtu, 01 Agustus 2015

Dari Agustus ke Agustus



Dari tahun ke tahun, dari Agustus ke Agustus. Berlahan-lahan disekeliling kita berganti. Pelan atau cepat. Agustus adalah bulan ke delapan dalam tahun kelender Gregorian. Agustus diambil dari nama Kaisar Romawi Octovianus Augustus. Sebelumnya Bulan ini bernama Sextilis yang berarti bulan ke enam dalam sepuluh bulan kelender asli Bangsa Romawi yang dimulai dari Maret. Kemudian Bulan Januari dan Februari ditambahkan sebelum Bulan Maret dalam tahun tersebut, sehingga bulan ke enam (sextilis) berubah menjadi bulan ke delapan (Agustus).

comments

Catatan....!!!

Menulis bukan bakat, tetapi kemauan. Dalam kisah setiap orang pasti akan menuliskan apa ada yang ada di pikiran dan perasaannya.. Secara perlahan menulis mengantarkan seseorang menuju pencerahan, karena menulis membuat orang membaca dan sebaliknya membaca membuat orang menulis. Menulis merupakan pembelajaran, dan tidak hanya sekumpulan kalimat tetapi merupakan sekumpulan nilai dan makna. Kini cara menulis tidak lagi menggunakan pahat dan batu, tongkat dan pasir atau dengan kemajuan teknologi tidak lagi dengan tinta dan kertas tetapi sudah beranjak pada keyboard dan screen. Banyak kisah dan sejarah masa lalu yang tidak terungkap, karena tak ada yang mencatatnya atau bahkan lupa untuk mencatatnya. Mengutip kalimat singkat milik Pramoedya Anantatoer, “hidup ini singkat, kita fana, maka aku akan selalu mencatatnya! Agar kelak abadi di kemudian hari…” Catatan adalah sebuah kesaksian dan kadang juga menjadi sebuah pembelaan diri. Seseorang pernah memberiku sebuah diary, dengan sebuah catatan yang terselip. Kelak aku akan mengembalikannya dalam keadaan kosong karena aku telah mencatatnya di sini….!!!


 
;