Kalau berkunjung ke Kabupaten Ende -
Nusa Tenggara Timur, maka oleh-oleh yang wajib dibawa pulang adalah Ubi Nuabosi.
Hasil bumi yang satu ini selalu menjadi pilihan buah tangan atau oleh-oleh dari
Ende. Petugas pelabuhan laut atau bandara sudah mengetahui secara pasti bahwa kardus-kardus penuh
yang akan keluar dari Ende adalah berisi Ubi Nuabosi yang cukup memenuhi
bagasi, sedangkan yang telah diolah dengan direbus, digoreng atau dibuat
keripik biasanya hanya dijiinjing untuk memenuhi ruang kabin. Keripik Ubi
Nuabosi juga telah menjadi usaha home
industry yang berkembang di Kota Ende. Cita rasa khas Ubi Nuabosi menjadi
buah bibir yang kemudian mutlak menjadi buah tangan, tanpa perlu dibesar-besarkan
lagi dengan promosi mahal. Jika anda datang bertamu di Kota Ende baik di instansi
pemerintahan, swasta atau masyarakat, maka peganan yang biasa disajikan adalah
Ubi Nuabosi rebus atau goreng dengan sambal serta dilengkapi minuman hangat.
Ubi kayu dalam bahasa indonesia dikenal juga dengan
nama singkong atau ketela pohon, yang dalam bahasa Inggris dinamai Cassava dan bahasa latinnya Manihot
esculenta. Penanaman ubi di Flores
pertama kali diperkenalkan pada awal abad ke-16 oleh Bangsa Portugis yang benihnya
didatangkan dari Brasil dan semenjak awal abad ke-19 ubi telah ditanam secara
komersial. Ubi
Nuabosi adalah salah satu jenis ubi khas Kabupaten Ende yang mana struktuk daging
ubi tidak berserat dan bila telah diolah, maka akan terasa lembut di lidah dengan
cita rasa khas gurih, lezat dan enak dibandingkan dengan jenis ubi lainnya,
apalagi jika ditemani dengan sambal tomat atau sambal lainnya yang menambah
selera.
Keripik Singkong Nuabosi MS (Jl. Kokos Raya No. 50 Kota Ende)
Inilah ubi kayu terbaik di daratan Flores bahkan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Terdapat tiga jenis ubi kayu yang dibudidayakan di Kabupaten Ende yaitu ubi kayu kuning, ubi kayu tanah ae (air) dan ubi kayu Nuabosi. Wilayah pengembangan ubi kayu ini hampir di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Ende. Namun hanya Ubi Nuabosi yang paling dicari yang hanya dikembangkan di dataran Desa Ndetundora I - III dan Desa Randotonda dengan areal tanam di daerah ketinggian. Nuabosi adalah nama salah satu kampung di Desa Ndetundora I yaitu daerah asli asal nama ubi kayu tersebut. Letaknya berada sebelah utara Kota Ende dengan jarak tempuh sekitar 14 kilometer, dengan tanahnya sangat mendukung sehingga membuat tanaman ini bertumbuh dengan suburnya.
Ubi kayu Nuabosi bila dikembangkan di
daerah lain maka produksi dan cita rasanya tidak sebaik di tempat asalnya. Inilah
yang membedakan Ubi Nuabosi dengan ubi lainnya, struktur tanah dan kandungan
unsur hara di tempat asli ubi inilah yang membedakan dengan hasil produksi ubi
di tempat lain. Sehingga wajar jika harga Ubi Nuabosi lebih mahal. Dengan
demikian Ubi Nuabosi oleh Pemerintah Daerah ditetapkan sebagai salah satu
produk unggulan Kabupaten Ende dan menjadi ikon hasil perkebunan, selain Pisang Beranga yang juga menjadi ciri khas
Kabupaten Ende. Di samping
ubi kayu merupakan bahan makan pokok bagi penduduk Kabupaten Ende, selain
jagung dan umbi-umbian. Bahkan karena menjanjikan warga Ndetundora tak ada lagi
yang menanam padi dan jagung dalam satu hamparan kebun, karena lebih diprioritaskan
untuk menamam Ubi Nuabosi yang nilai ekonomis lebih tinggi.
Sebenarnya bentuk Ubi Nuabosi
sama saja dengan ubi kayu pada umumnya. Agar tidak salah dalam mencari, adalah
dengan memperhatikan kulit luarnya yang berwarna merah muda agak kecoklatan,
biasanya ubi didatangkan dalam keadaan segar baru di ambil dari tanah dan masih
menyisahkan lumpur yang melekat. Sedangkan bila telah dikupas umbinya berwarna
putih bersih tanpa serat, rasa umbinya manis dan empuk serta tahan disimpan, bila
telah direbus maka akan begitu lembut terasa, terlihat dari ubi yang begitu
lunak. Pedagang Ubi Nuabosi dapat ditemui di beberapa pasar di Kota Ende
seperti yang berada di Pasar Mbongawani. Ubi Nuabosi diperdagangkan ditepi
jalan berderet beberapa penjual dengan bertumpuk-tumpuk ikatan ubi dan hampir
selalu tersedia kapan saja tanpa merasa takut kehabisan. Setiap ikat seharga
Rp. 20.000 – 25.000, dengan berat kurang lebih 7 kilogram per ikat. Pedagang di
pasar ini sudah puluhan tahun berjualan, sehingga telah mengantungkan hidupnya
dari usaha tersebut. Mereka bisa menjual hingga 30-40 ikat perharinya, ubi ini
banyak dicari oleh masyarakat dari berbagai kabupaten daratan Flores dan terlebih
jika sedang ada kapal yang bersandar untuk berlayar keluar pulau, maka Ubi
Nuabosi dibawa keluar seperti ke Timor, Bali, Sulawesi hingga Jawa. Bahkan ada
cerita bahwa Ubi Nuabosi telah melanglang buana hingga keluar negeri melintasi
benua Asia, Australia, Eropa, hingga Amerika dan Afrika.
Untuk itulah pengembangan daerah
sebenarnya dimulai dari apa yang dimiliki masyarakat bukan dengan apa yang
dimiliki oleh pihak lain. Masyaralat lokal memiliki peran yang harus diberi
sentuhan oleh pemerintah daerah dalam meningkatkan hasil produksi pertanian perkebunan
yang dapat meningkat kesejahteraan masyarakatnya. Menjadi perhatian adalah
bagaimana meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah dengan fokus dan lokus pada perencanaan ekonomi yang terarah
terhadap proses pengembangan ekonomi masyarakat. Salah satunya dengan
menerapkan program one village one product (satu desa satu produk) OVOP, yang pertama kali
dikembangkan di Jepang yang merupakan pendekatan pengembangan potensi daerah di
satu wilayah untuk menghasilkan satu produk kelas global yang unik khas daerah
dengan memanfatkan sumber daya lokal. Satu desa sebagaimana dimaksud bisa
diperluas lagi menjadi kecamatan hingga kabupaten/kota, sesuai dengan potensi
dan skala usaha ekonomis. Ubi Nuabosi memenuhi kriteria dalam OVOP yaitu sebagai produk unggulan daerah, memiliki keunikan
khas budaya dan keaslian lokal, berpotensi memenuhi pasar domestik dan ekspor,
bemutu dan berpenampilan baik serta dapat berproduksi secara kontinyu dan
konsisten. (*)
Kupang,
16 Agustus 2013
©daonlontar.blogspot.com