Rabu, 02 Maret 2022

John Dami Mukese

John Dami Mukese, lahir di Menggol, Kabupaten Manggarai, Flores Barat, Nusa Tenggara Timur pada tanggal 24 Maret 1950 dan meninggal dunia 26 Oktober 2017 di Ende, Nusa Tenggara Timur. Tamat Sekolah Dasar di Pembé tahun 1964, melanjutkan pendidikan di SMTP dan SMTA Seminari Menengah Pius XII Kisol, Manggarai sampai tahun 1971. Tahun 1972 masuk Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Katolik di Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero, Flores, sampai tahun 1980. Selama di sekolah tinggi ini, banyak menulis artikel non fiksi yang sebagian besarnya dimuat dalam Majalah Kampus sekolah tersebut, yakni VOX atau saat ini lebih dikenal dengan VOX STFK Ledalero. Ditahbiskan menjadi imam di tahun 1981 dan meraih gelar MM di bidang manajemen pembangunan masyarakat pada University of The Philipines Los Banos tahun 1987, sedangkan gelar Ph.D di bidang pengembangan komunitas diraihnya di kampus yang sama di tahun 2009.

Gemar menulis puisi, khususnya puisi-puisi religius sejak tahun 1977. Di tahun 1981 bekerja pada Biro Naskah Penerbit Nusa Indah dan Majalah Dua Mingguan Dian serta Harian Umum Flores Pos di Ende, Flores, NTT. Kemudian sepanjang karirnya dikenal sebagai seorang imam Katolik, misionaris SVD, penyair dan telah menulis beberapa buku. Buku-buku Kumpulan Puisinya adalah: Doa-Doa Semesta, Kumpulan Puisi Religius, Penerbit Nusa Indah tahun 1983; Puisi-Puisi Jelata, Penerbit Nusa Indah tahun 1991; Kupanggil Namamu Madonna: Puisi-Puisi Doa Maria, Penerbit Obor tahun 2005. (*)

Kupang, 2  Maret 2022
@daonlontar.blogspot.com
 


comments

Catatan....!!!

Menulis bukan bakat, tetapi kemauan. Dalam kisah setiap orang pasti akan menuliskan apa ada yang ada di pikiran dan perasaannya.. Secara perlahan menulis mengantarkan seseorang menuju pencerahan, karena menulis membuat orang membaca dan sebaliknya membaca membuat orang menulis. Menulis merupakan pembelajaran, dan tidak hanya sekumpulan kalimat tetapi merupakan sekumpulan nilai dan makna. Kini cara menulis tidak lagi menggunakan pahat dan batu, tongkat dan pasir atau dengan kemajuan teknologi tidak lagi dengan tinta dan kertas tetapi sudah beranjak pada keyboard dan screen. Banyak kisah dan sejarah masa lalu yang tidak terungkap, karena tak ada yang mencatatnya atau bahkan lupa untuk mencatatnya. Mengutip kalimat singkat milik Pramoedya Anantatoer, “hidup ini singkat, kita fana, maka aku akan selalu mencatatnya! Agar kelak abadi di kemudian hari…” Catatan adalah sebuah kesaksian dan kadang juga menjadi sebuah pembelaan diri. Seseorang pernah memberiku sebuah diary, dengan sebuah catatan yang terselip. Kelak aku akan mengembalikannya dalam keadaan kosong karena aku telah mencatatnya di sini….!!!


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
;