Sejenak film ini terasa hanya mengedepankan sisi
sensualitas, namun jika kita mengikuti alur ceritanya maka kita akan menemukan
sebuah gambaran kehidupan yang menyentuh sisi terdalam dari manusia, hasrat,
harga diri dan pilihan hidup. Film Eropa garapan Giussepe Tornatore ini
menampilkan setting romansa yang diangkat
dari sebuah kisah nyata di negerinya Mussolini, Italia. Kisah yang dinarasikan
oleh Renato tentang masa lalunya, ketika mengalami masa pubertas.
Alangkah baiknya jika film ini hanya ditonton bagi yang telah dewasa.
Bermula di Kota Sisilia pada tahun 1940, sebelum terjadinya
Perang Dunia II. Suami Malena, Nino Scordia, pergi bergabung dengan militer dan
ikut berperang, ia kemudian dikabarkan tewas. Malena yang diperankan oleh Monica
Bellucci, merasa sedih dan mencoba
mengatasi kehilangan akan suaminya. Namun masalah muncul, karena kecantikan dan
keanggunannya sebagai seorang janda. Seisi kota membicarakan dirinya dan perhatian
selalu ditujukan kepadanya. Seorang diantaranya adalah anak berusia 12 tahun
bernama Renato yang diperankan oleh Giuseppe Sulfaro. Sejak pertama kali melihatnya, Malena menjadi obsesi terdalam dari diri
Renato walaupun ia menyadari adanya perbedaan usia. Ia merasakan Malena begitu dekat dengannya walau hanya dalam alam khayalan. Semua
tingkah laku Renato, seolah merupakan bagian dari imajinasi dan hasil fantasi
bersama dunianya Malena.
Malena menjadi perempuan yang seolah terperangkap oleh kecantikannya sendiri, hingga tidak merasa bebas karena banyak yang
selalu memantaunya. Dan semuanya berubah ketika kemiskinan akhirnya memaksa
Malena menjadi pelacur, ia melayani tentara Jerman yang telah menduduki Italia
dan menguasai kota. Namun setelah perang berakhir, masyarakat terkhususnya para
perempuan dilingkungannya mempermalukannya di depan umum dari apa yang telah
diperbuatnya. Banyak nilai masyarakat Eropa yang tergambarkan dalam film ini,
tidak hanya melihat sebuah kehidupan dalam tataran bebas, namun ada kondisi
dimana masyarakat menilainya itu tidak baik!
Antiklimaks film ini dimulai ketika Nico Scordia, suami Malena yang telah dinyatakan tewas di medan perang, ternyata datang ke kota tersebut. Dia kerumahnya
dan mencari Malena, namun tidak ditemukannya, tak seorangpun yang bersuara tentang
apa yang terjadi dengan Malena. Justru Renato yang memberitahukannya apa yang terjadi melalui surat kaleng dan bahwa Melena
tengah berada di Messina. Setahun kemudian Nino Scordia berhasil menemukan Malena
dan membawanya kembali ke Kota Sisilia. Butuh keberanian untuk Malena kembali ke kotanya, tempat dimana ia pernah direndahkan, namun justru hal itu yang membuat masyarakat kembali menghargainya, sebagai seseorang
telah memperbaiki diri dan melupakan kondisi sosial yang pernah menghakiminya.
Malena masih dengan keanggunannya yakin meninggalkan masa
lalu. Adapun
wujud empati masyarakat yaitu menyapanya
dengan sebutan "Nyonya
Scordia".
Bagaimana dengan Renato, ia hanya punya sekali kesempatan untuk akhirnya bisa
bertatapan dan berkomunikasi dengan pujaannya, di saat jeruk dari kantong belanjaan Malena terjatuh dan ia membantu mengumpulkanhya.
Itulah akhir kisah dari Renato hingga bisa mengucapkan "Good Luck, Signora Malena", Malena pun mengangguk dan beranjak pergi. Film yang menusuk
sisi humanisme tetapi kemudian dapat diakhiri dengan sebuah
penghargaan terhadap manusia itu sendiri. Kecantikanlah yang membuat semua itu terjadi. Sehingga kita sepertinya perlu mendefenisikan
ulang arti cinta, seks dan kesetiaan.
Film ini membawa emosi penonton untuk memahami realitas
dalam masyarakat, dengan konsekuensi tematik yang memiliki relevansi dengan kondisi kontemporer. Kisah ini ditutup dengan narasi Renato di masa dewasanya yang menyentuh "dari semua gadis yang pernah bertanya kepadaku, apakah aku akan mengingat mereka, satu-satunya yang kuingat
adalah orang yang tidak pernah bertanya, Malena." (*)
Kupang, 12 Februari 2013
©daonlontar.blogspot.com
©daonlontar.blogspot.com