Semalam tanpa
direncanakan saya menonton film yang ditayangkan Metro Tv, film berjudul Krakatoa: The Last Days.
Sebuah film drama dokumenter
produksi
BBC (British Broadcasting Corporation) yang disutradarai oleh Sam Miller
dan telah dirilis tahun 2006, namun sekarang baru saya menontonnya. Film yang mengisahkan letusan
Gunung Krakatau pada tahun 1883 dengan latar belakang kehidupan penduduk disekitarnya. Gunung berapi ini berada di Selat Sunda antara Pulau Jawa dan Sumatra yang letusannya kala itu mengakibatkan gempa, tsunami, hujan abu dan gelombang panas yang menghujam daratan. Dampak letusan berakibat pada kerusakan alam lebih dari 18 kilometer dan menewaskan lebih dari 36.000 jiwa.
Film ini memuat rangkaian cerita tentang kehidupan keluarga seorang kontrolir, Willem Beijerinck di Desa Ketimbang pesisir selatan Sumatera, yang bertugas mengawasi pertumbuhan dan perkembangan daerah koloni Belanda. Selain itu ada Keluarga Jacob Schuits yang bekerja sebagai penjaga mercusuar di pesisir barat Jawa, serta Kapten J. H. Lindeman yang kebetulan sedang berlayar dengan kapal penumpang di sekitar Gunung Krakatao. Film ini berdasarkan catatan kesaksian yang diceritakan kembali oleh seorang vulkanolog Belanda, Rogier Diederik Marius Verbeek, serta catatan saksi mata lainnya diantaranya Kapten W.J. Watson dan Johanna Beijerinck (isteri Willem Beijerinck).
Film ini memuat rangkaian cerita tentang kehidupan keluarga seorang kontrolir, Willem Beijerinck di Desa Ketimbang pesisir selatan Sumatera, yang bertugas mengawasi pertumbuhan dan perkembangan daerah koloni Belanda. Selain itu ada Keluarga Jacob Schuits yang bekerja sebagai penjaga mercusuar di pesisir barat Jawa, serta Kapten J. H. Lindeman yang kebetulan sedang berlayar dengan kapal penumpang di sekitar Gunung Krakatao. Film ini berdasarkan catatan kesaksian yang diceritakan kembali oleh seorang vulkanolog Belanda, Rogier Diederik Marius Verbeek, serta catatan saksi mata lainnya diantaranya Kapten W.J. Watson dan Johanna Beijerinck (isteri Willem Beijerinck).
Cuplikan Krakatoa: The Last Days
Sudut pandang lain dari kisah film
ini adalah relasi antara pegawai kolonial, penduduk pribumi, orang Cina hingga budak
dan hubungan antara kuli dan tuan yang menariknya dalam setting cerita tempo doloe.
Namun kejanggalan dalam film ini terlihat ketika terdapat dialog bahasa melayu
yang terdengar kaku, begitupun pemeran utama pribumi juga terlihat bukan
sebagai orang melayu tetapi seperti orang Indo yang tidak fasih berbahasa
melayu. Setelah mencari informasi, ternyata lokasi syuting film pengambilan
gambar ini bukan di Indonesia melainkan di kawasan pantai Afrika Selatan dan Madagascar, dengan tampilan gambar Gunung Krakatau hanya sebagai stock footage. Sedangkan pemeran figuran penduduk pribumi tidak
diketahui apakah asli orang Indonesia atau tidak, namun ada juga riset yang menyebutkan bahwa penduduk Madagascar juga punya gen keturunan Jawa. mengherankan bukan!
Terlepas
dari kekurangan tersebut, film ini telah menyajikan sebuah kilas kehidupan
jaman kolonial dengan tampilan visual yang menarik sehingga menjadi film
edukatif yang mengesankan. Jika seandainya film-film tema kolonial di nusantara
dihidupkan, tentu menjadi sesuatu yang manarik bagi para pengagum sejarah. Apalagi
sejarah tidaklah selalu sesuatu yang tertulis tetapi sesuatu yang terus
diintepretasikan. (*)
Kupang, 10
September 2012
©daonlontar.blogspot.com
©daonlontar.blogspot.com