Senin, 09 Desember 2013

Dua buku dari Jogja



Dunia maya menghubungkan setiap orang dimana saja ketika telah tersambung dalam konektivitas internet. Jarak tidak lagi dikenal karena dunia seperti dilipat. Begitu kita menjadi bagian dari dunia maya, kita terhubung dalam media sosial yang membuat kita bisa menambah begitu banyak teman dari yang dekat hingga dari negeri yang jauh. Korelasi nirkabel ini membuat komunikasi menjadi cair dan seketika. Pertemanan dalam dunia maya ini juga mempertemukan berbagai kepentingan dan kebutuhan, sehingga membuka ruang informasi menjadi begitu terbuka dan semua orang bebas untuk mengaksesnya.
 
Dari blog ini misalnya saya telah dipertemukan dengan beberapa orang dari berbagai profesi seperti pelajar, mahasiswa, pekerja seni, peminat budaya, dosen, sejarahwan nasional hingga peneliti asing dari Eropa. Masing-masing tentu mempunyai gagasan untuk saling dipertukarkan. Satu cerita menarik adalah ketika saya dihubungi oleh seorang mahasiswa dari Jogjakarta yang sedang menyelesaikan tugas akhir skripsinya, dan memiliki kendala dalam kebutuhan referensi yang berkaitan dengan penulisan kajian sastra tulis yang diangkat menjadi film. Kebetulan saya sempat menulis di blog ini, sebuah buku berjudul Novel dan Film, Karya Pamusuk Eneste yang bisa menjadi sumber utama penulisan skripsinya. Buku langkah yang sudah tidak lagi ditemukan di toko-toko buku dan juga jarang ditemukan di berbagai perpustakaan, maklum karena buku ini hanya sekali dicetak dan diterbitkan oleh Penerbit Nusa Indah, Ende – Flores pada tahun 1991 silam. Saya membayangkan bahwa mahasiswi ini telah berusaha keras mencarinya di Kota Jogjakarta, namun menemui hasil yang nihil.

Setelah dihubungi saya berusaha membantu. Semula saya ingin menjual saja salah satu buku koleksi saya ini, sebagai ganti harga buku dan ongkos kirim, dengan terlebih dahulu memastikan bahwa penerbit di Ende Flores masih tersedia beberapa eksemplar yang saya dapat membelinya kembali di lain waktu bila sempat berkunjung ke sana. Namun niat itu saya koreksi, kenapa di saat bersamaan saya tidak mengusulkan saja untuk saling menukar buku. Karena bagi penggemar buku tak ada hadiah atau pemberian istimewa selain buku, di samping menambah wawasan juga untuk menambah koleksi yang memenuhi perpustakaan pribadi. Mahasiswi Jogja akhirnya setuju.

Namun apa nian yang terjadi, mahasiswi itu membalas sesuatu yang lebih dari saya harapkan dengan mengirimkan dua buku sekaligus, yang nilai nominalnya jauh melebihi apa yang saya kirimkan. Seolah bahwa apa yang kita berikan akan diganjar dua kali lipat, mungkinkah itu yang dinamakan hukum memberi dan menerima, entahlah!. Buku yang dikirimkan kepada saya, buku pertama adalah Catatan Perjalanan Keistimewaan Yogya, Merunut Sejarah, Mencermati Perubahan, Menggagas Masa Depan, penulis Haryadi Baskoro dan Sudomo Sunaryo, terbitan Pustaka Pelajar tahun 2010 dan buku kedua adalah Pesona Alam dan Budaya Jogja, Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010, penyunting Nanik Sumarsih dkk, terbitan Balai Bahasa Jogjakarta – Pusat Bahasa Kementrian Pendidikan Nasional tahun 2010. Memang saya meminta untuk membalasnya dengan mengirimkan buku terbitan lokal yang bertema Jogja, sebagai bahan kajian budaya dengan etnik dan lokus tertentu untuk menambah wawasan memahami berbagai kekayaan kebudayaan lokal di nusantara. (*)

Terima Kasih Mbak Fita,
atas pemberian dua buku dari Jogja!

Kupang, 09 Desember 2013
©daonlontar.blogspot.com

comments

Catatan....!!!

Menulis bukan bakat, tetapi kemauan. Dalam kisah setiap orang pasti akan menuliskan apa ada yang ada di pikiran dan perasaannya.. Secara perlahan menulis mengantarkan seseorang menuju pencerahan, karena menulis membuat orang membaca dan sebaliknya membaca membuat orang menulis. Menulis merupakan pembelajaran, dan tidak hanya sekumpulan kalimat tetapi merupakan sekumpulan nilai dan makna. Kini cara menulis tidak lagi menggunakan pahat dan batu, tongkat dan pasir atau dengan kemajuan teknologi tidak lagi dengan tinta dan kertas tetapi sudah beranjak pada keyboard dan screen. Banyak kisah dan sejarah masa lalu yang tidak terungkap, karena tak ada yang mencatatnya atau bahkan lupa untuk mencatatnya. Mengutip kalimat singkat milik Pramoedya Anantatoer, “hidup ini singkat, kita fana, maka aku akan selalu mencatatnya! Agar kelak abadi di kemudian hari…” Catatan adalah sebuah kesaksian dan kadang juga menjadi sebuah pembelaan diri. Seseorang pernah memberiku sebuah diary, dengan sebuah catatan yang terselip. Kelak aku akan mengembalikannya dalam keadaan kosong karena aku telah mencatatnya di sini….!!!


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
;