Sabtu, 24 Mei 2014

“ich liebe dich”


Photo: Arno Burgi - "Ich liebe Dich" – Botschaft

Dalam sebuah film Jerman yang saya tonton, seorang perempuan mengucapkan “ich liebe dich” dengan tegas dan mengingatkan saya pada berbagai bahasa dunia, tentang bagaimana mengungkapkan perasaan cinta. Sebuah perasaan manusia yang sangat manusiawi, yang menghantarkan setiap orang pada kesempurnaan tentang hidup!. Kadang orang mengatakan bahwa jatuh cinta adalah bentuk kegilaan yang dapat diterima. Perasaan cinta tak mengenal batas dan zaman, yang seringkali terdefenisikan dalam semua hal, pada semua entitas yang kita gerakan atau kita temukan sehari-hari.

Sebelum diketemukan bahasa, entah bagaimana cara orang menyampaikan rasa cinta secara verbal. Mungkin menggunakan isyarat tubuh atau simbol-simbol tertentu, sebagai cara mewujudkan perasaan secara visual. Namun ketika segala sesuatu sudah bisa diungkapkan dalam bahasa yang terdiri dari kata-kata yang dirangkai menjadi kalimat lalu membentuk arti, dan kemudian diserap dalam berbagai bahasa berbeda dengan arti yang universal. Cinta memastikan bahwa peradaban manusia terus berlanjut. Jika bahasa diperkirakan mulai digunakan 35.000 SM, maka bisa dihitung begitu banyak bahasa dan kalimat yang telah, sedang dan akan diutarakan untuk mengungkapkan perasaan yang satu ini.

Cinta sesungguhnya dapat menenangkan dunia, dunia yang diisi orang perorangan, namun cinta kadang menemukan tembok besar yang membuat cinta tak selalu mendapatkan tiket kesempurnaan, selalu ada tuntutan pengorbanan yang kadang harus dibayar dengan mahal. Tidak semua kata cinta yang terucap berbalas, yang sering dinarasikan oleh para pujangga dengan “bertepuk sebelah tangan”, cinta yang tidak bersambut. Cinta memang menjanjikan kebahagiaan bagi mereka-mereka yang bersabar dan yakin bahwa cinta akan menemukan kedudukan yang tepat, tanpa perlu berebutan tempat pada ranah-ranah yang akan kadaluarsa oleh waktu, karena cinta itu abadi dan sejati.

 Photo: http://iamheelsoverhead.tumblr.com

Lalu bagaimana dengan perasaan cinta itu sendiri, yang katanya adalah reaksi kimia bukan sebagai reaksi biologis. Kadang orang salah menerjemahkan bahwa cinta hanya sekedar naluri untuk meledakkan nafsu sebagai konsekuensi dari pemenuhan kebutuhan fisiologis, tidak benar demikian. Cinta juga tidak bersifat layaknya materi, cinta tidak pernah terurai dan membentuk cinta-cinta yang baru. Bahwa cinta semacam kisah yang abadi yang tetap adanya, ibarat jiwa yang abadi tanpa pernah sekalipun membentuk jiwa-jiwa yang baru. Bahwa setiap kata cinta yang pernah terucap akan terekam oleh semesta, dan tersimpan dalam labirin yang tak mengenal ruang dan waktu, walaupun kata cinta itu tak pernah “bertepuk dua tangah”.  

Kembali dalam soal membahasakan perasaan cinta, tak butuh kalimat panjang untuk menjelaskan perasaan cinta, hanya dibutuhkan kalimat singkat. Dalam Bahasa Indonesia, untuk membahasakan perasaan kesukaan pada seseorang maka digunakan “aku cinta kamu” atau “ich liebe dich” (Jerman), sebanding dengan “ik hou van jou” (Belanda), setara “jet t’aime” (Prancis), sebanding “wo ai ni (Cina Mandarin), dipersamakan dengan “ti amo” (Italia), sama juga “aishiteru” (Jepang), seturut “jag alskar dig” (Swedia) dan kemudian banyak yang lebih merujuk pada  “i love you” (Inggris) sebagai bahasa populer terbesar kedua yang dipakai dunia. Namun banyak pihak yang menisbatkan bahasa prancis sebagai bahasa paling romantis di dunia, sehingga “jet t’aime” begitu romantis diucapkan dengan gaya ucap orang Prancis, karena orang Prancis berbicara dengan bibir yang seolah “berbicara” juga. Sebenarnya masih ada jawaban untuk setiap kata seru ini, tapi biarkanlah sidang pembaca yang mencari sendiri di kamus, dan menjawab sesuai bahasa apa pernyataan itu terbit. Memang membahasakan cinta tidak sederhana, dan juga tidak selamanya dapat terangkum dalam catatan pendek ini!. (*)

Surabaya, 24 Mei 2014
©daonlontar.blogspot.com


comments

Catatan....!!!

Menulis bukan bakat, tetapi kemauan. Dalam kisah setiap orang pasti akan menuliskan apa ada yang ada di pikiran dan perasaannya.. Secara perlahan menulis mengantarkan seseorang menuju pencerahan, karena menulis membuat orang membaca dan sebaliknya membaca membuat orang menulis. Menulis merupakan pembelajaran, dan tidak hanya sekumpulan kalimat tetapi merupakan sekumpulan nilai dan makna. Kini cara menulis tidak lagi menggunakan pahat dan batu, tongkat dan pasir atau dengan kemajuan teknologi tidak lagi dengan tinta dan kertas tetapi sudah beranjak pada keyboard dan screen. Banyak kisah dan sejarah masa lalu yang tidak terungkap, karena tak ada yang mencatatnya atau bahkan lupa untuk mencatatnya. Mengutip kalimat singkat milik Pramoedya Anantatoer, “hidup ini singkat, kita fana, maka aku akan selalu mencatatnya! Agar kelak abadi di kemudian hari…” Catatan adalah sebuah kesaksian dan kadang juga menjadi sebuah pembelaan diri. Seseorang pernah memberiku sebuah diary, dengan sebuah catatan yang terselip. Kelak aku akan mengembalikannya dalam keadaan kosong karena aku telah mencatatnya di sini….!!!


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
;