Rabu, 14 Agustus 2013

Cerita dari Penerbit Buku “Nusa Indah” Ende – NTT


Toko Buku Nusa Indah dengan arsitektur bangunan bulat dibangun tahun 1954

Kota Ende adalah sebuah kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang telah dikenal sebagai kota destinasi wisata alam, sejarah dan budaya, namun tidak lengkap rasanya jika kita tidak menikmati wisata belanja buku dengan mengunjungi Toko Buku dan Penerbit Nusa Indah. Sebagai penerbit buku yang telah menjadi legenda di ranah Flobamora, Penerbit Nusa Indah pernah mengalami masa keemasan yang tidak terlupakan dan pernah mengangkat Nusa Tenggara Timur dalam usaha penerbitan buku berkualitas hingga dipasarkan secara nasional. Setidaknya menjadi spirit dari Bumi Flores, bagaimana cerita Penerbit Nusa Indah, berikut sepenggal kisahnya.

Bermula dari berdirinya Percetakan Arnoldus yang digagas oleh Pater Petrus Noyen, SVD pada tahun 1926 di Ende, yang merupakan percetakan pertama di Pulau Flores yang kala itu menggunakan mesin percetakan yang didatangkan dari Jerman. Percetakan Arnoldus merupakan unit perusahaan PT. Arnoldus Nusa Indah (PT ANI) yang masih terus beroperasi dan bersaing dalam bidang percetakan saat ini untuk wilayah Flores dan sekitarnya. Dalam perkembangannya PT. ANI yang dikelola oleh Serikat Sabda Allah, sebuah Serikat Religius dan Misionaris Katolik yang secara internasional dikenal dengan nama Societas Verbi Divine (SVD) memiliki unit usaha yaitu Percetakan Arnoldus, Toko Buku dan Penerbit Nusa Indah, Harian Flores Pos, bengkel kayu dan besi, serta sebuah sanggar rekaman lagu.

board Percetakan Arnoldus

Nama Percetakan “Arnoldus”  diambil dari nama St. Arnoldus Janssen, pendiri ordo SVD. Pemilihan nama Arnoldus diyakini dapat menjadi pelindung terhadap percetakan ini. Cetakan pertama dikerjakan pada 21 Juni 1926 berupa buku doa yang disusun dalam bahasa Melayu yang berjudul Sende Aus yang artinya Utuslah. Sebagaimana awalnya percetakan ini mengemban misi membantu pewartaan gereja lokal di Flores dan kemudian melakukan juga publikasi umum. Hal ini dikelola oleh biro naskah yang telah menerbitkan berbagai buku keagamaan dan keterampilan, lalu dari biro inilah embrio cikal bakal lahirnya penerbit Nusa Indah.




suasana indoor TB. Nusa Indah


Dengan berbagai persiapan akhirnya pada tahun 1970, Pater Alex Beding mendirikan Penerbit Nusa Indah yang dalam satu dasawarsa menjadi satu-satunya penerbit terkemuka di Kawasan Timur Indonesia. Penerbit Nusa Indah pada awalnya menerjemahkan buku-buku asing tentang kerohanian untuk memenuhi kebutuhan rohaniawan dan seminari. Penerbit Nusa Indah Ende merupakan lembaga milik Gereja Katolik sama halnya dengan penerbit lokal dan nasional lainnya seperti Penerbit Bina Media Medan, Penerbit Dioma Malang, Penerbit Kanisius Yogyakarta dan Penerbit Obor Jakarta. Dalam perjalanannya Penerbit Nusa Indah makin berkembang dengan terbitan buku-buku rohani dan juga merambah ke penerbitan buku-buku tentang pertanian, sastra, bahasa, novel dan kamus, khusus kamus mendapat perhatian utama dalam penerbitan Nusa Indah yang mendapat sambutan di kalangan masyarakat NTT. Dan untuk menjawab kebutuhan masyarakat NTT akan informasi, maka didirikan lagi media yang diberi nama “Dian” dan terbit perdana pada Oktober 1974, kemudian biasa disebut juga dengan Surat Kabar Mingguan (SKM) DIAN, yang penerbitannya bertahan hingga tahun 1993. Selain itu ada juga majalah anak-anak bulanan “Kunang-Kunang” yang kemudian bernasib sama dengan Dian. Dari SKM Dian-lah embrio hadirlah koran harian bernama “Flores Pos” yang terbit perdana,  9 September 1999 menjadi surat kabar utama untuk masyarakat Flores dan Lembata hingga kini dan masih eksis.

Logo Penerbit Nusa Indah
Nama “Nusa Indah” semula adalah nama perpustakaan kecil dan kemudian dijadikan sebagai nama sebuah toko buku yang dikelola oleh Bruder Vitalis. Toko buku ini menjual buku-buku yang dicetak oleh Percetakan Arnoldus. Hingga kini Toko Buku kebanggaan masyarakat Ende ini masih bisa dikunjungi untuk membeli buku-buku terbitan Nusa Indah. Sebelum menjadi penerbit, pada tahun 1960-an, nama Nusa Indah sudah dicantumkan dalam buku-buku cetakan Percetakan Arnoldus bersanding dengan label percetakan Arnoldus, tidak secara konsisten seperti muncul label Arnoldus - Perpustakaan Nusa Indah atau Percetakan Arnoldus-Penerbit Nusa Indah, sehingga kita kadang salah mengira seolah terdapat dua penerbit yang berbeda. Adapun logo Penerbit Nusa Indah sudah dipergunakan sejak tahun 1968. Penerbit Nusa Indah memiliki visi misi yaitu “Pembentukan manusia pembangun yang berilmu dan beriman melalui media massa”, dengan menetapkan fokus pada penerbitan buku-buku rohani, sedangkan buku-buku kategori umum seperti bahasa, sastra dan ilmu humaniora lainnya diterbitkan secara terbatas, dengan tetap memegang komitmen sebagaimana motto penerbitan yaitu “ikut membangun Indonesia dari Timur”.

Salah satu buku terbitan Nusa Indah yang melegenda adalah Tata Bahasa Indonesia (buku pelajaran untuk SLTA) karangan Prof. Dr. Gorys Keraf, yang terbit pertama tahun 1970 dan di sebut-sebut sebagai buku tata bahasa yang paling laris dan menjadi buku pegangan pelajaran Bahasa Indonesia seluruh Indonesia. Hal ini yang menguatkan persepsi dan pendapat orang bahwa orang Nusa Tenggara Timur memiliki gaya bahasa komunikasi formal yang baik dibandingkan daerah lain, mungkin karena buku ini diterbitkan di ranah Flobamora dan terbilang telah mengantikan kedudukan buku Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia (2 jilid) karangan Sutan Takdir Alisjahbana (STA) yang sempat berjaya sebelumnya. Hingga saat ini masih banyak berseliweran di dunia online mencari buku-buku lama terbitan Penerbit Nusa Indah, sebut saja diantaranya adalah buku Novel dan Film karangan Pamusuk Eneste (1991), Komposisi karangan Prof. Dr. Gorys Keraf dan Kamus Idiom Bahasa Indonesia karangan Abdul Chaer. Artinya apa, bahwa terbitan Nusa Indah dimasa lalu berkualitas sehingga masih banyak yang mencarinya, walaupun tidak pernah dicetak ulang lagi. Tokoh sastra yang karyanya pernah diterbitkan oleh Penerbit Nusa Indah diantaranya adalah Gerson Poyk, Korrie Layun Rampan, Linus Suryadi AG, Pamusuk Eneste dan Arswendo Atmowiloto, maka demikianlah Penerbit Nusa Indah di masa keemasannya.


Kantor Penerbit Nusa Indah 

 Showroom  pada Lantai I Gedung Penerbit Nusa Indah, di Jln. El Tari, Ende.


Tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran Penerbit Nusa Indah pada masanya telah mengangkat masyarakat Nusa Tenggara Timur memasuki pencerahan peradaban dengan semangat dan tradisi membaca bacaan berkualitas dengan keberhasilan menghadirkan karya-karya intelektual yang tidak lekang oleh waktu. Sebagai satu-satunya penerbit di Indonesia Timur yang masuk Ikapi  (Ikatan Penerbit Indonesia) di era 1980-an dan telah menggunakan ISBN (International Standard Book Number) pada era 1990-an, dan sempat juga memiliki cabang kantor di Jakarta dan Surabaya. Sehingga Penerbit Nusa Indah dahulu pernah berdiri sejajar dengan Penerbit Balai Pustaka, Pustaka Jaya dan Djambatan yang juga menerbitkan buku bermutu, namun setali tiga uang dengan Penerbit Nusa Indah, penerbit-penerbit tersebut juga mengalami masalah yang sama bahkan sudah ada yang tutup seperti Penerbit Djambatan yang tidak dapat bertahan dengan krisis manajemen pengelolaannya.

Kini Penerbit Nusa Indah tengah berada di tingkat persaingan yang ketat, bahkan dibutuhkan perjuangan keras agar Penerbit Nusa Indah dapat bangkit kembali merengkuh masa kejayaannya. Di saat penerbit nasional telah berlomba-lomba melebarkan sayap industri bisnis perbukuan secara modern, Penerbit Nusa Indah seperti telah tertinggal jauh. Pembenahan manajemen Penerbit Nusa Indah perlu dilakukan jika tidak mau terbenam dalam persaingan, terutama manajemen distribusi dan pemasaran. Dalam hal distribusi dapat kita nilai sejauh mana buku-buku terbitan Nusa Indah dapat dijangkau oleh masyarakat di dalam dan luar daerah, saya pernah melihat list buku yang dijual oleh Gramedia Kota Kupang, buku terbitan Nusa Indah nihil atau tidak menjual satupun buku terbitan Nusa Indah demikian juga dengan toko buku lainnya, sehingga terlihat lemahnya sistem distribusi penerbit.

Sementara itu jumlah produksi cetakan buku Penerbit Nusa Indah terbatas sehingga tidak mencapai skala ekonomis produksi, yang mana semakin banyak cetakan maka semakin efisiensi biaya produksi yang secara langsung berdampak pada harga jual buku yang lebih terjangkau, demikian diperlukan pembenahan skala produksi. Sedangkan dalam manajemen pemasaran, Nusa Indah belum memanfaatkan teknologi informasi berupa home page atau website yang bisa menjadi sarana advertising sehingga dapat melakukan promosi buku sekaligus penjualan online sebagaimana penerbit-penerbit populer saat ini yang optimal memanfaatkan bisnis jual buku online, yang bisa menghubungkan konsumen seluruh Indonesia bahkan hingga ke mancanegara. Mungkin ada baiknya Penerbit Nusa Indah dapat belajar dari Penerbit Ledalero Maumere yang baru berdiri tahun 2002. Sebagai sesama penerbit dari Flores, Penerbit Ledalero telah mengaplikasikan penerbitan perbukuan secara modern dan kini terus mengalami perkembangannya baik secara lokal dan nasional. Perbaikan manajemen perlu dilakukan untuk memgembalikan kejayaan penerbit Nusa Indah dan Toko buku Nusa Indah sebagai pelopor Toko Buku di Nusa Tenggara Timur.





Ketika berkunjung ke Toko Buku Nusa Indah dan Penerbit Nusa Indah saya sempatkan membeli beberapa buku dan satu kesan yang membekas adalah membeli buku seperti kembali ke masa-masa dahulu ketika buku yang dibeli dibungkus dengan kertas koran yang kemudian diikat dengan karet gelang atau diselotip, tidak demikian dengan percetakaan buku saat ini yang telah menggunakan packaging shrink wrap atau dibungkus dengan plastik agar awet. Di toko buku dan penerbit Nusa Indah inilah buku-buku lama masih bisa ditemukan selain buku-buku terbaru. Kantor Pusat Penerbit Nusa Indah berada di Jalan El Tari Ende, Flores NTT 86318, telepon (0381) 21502, 23974, e-mail namkahu@yahoo.com, sedangkan Toko Buku Nusa Indah Ende beralamat di Jalan Katedral Nomer 5, Ende 86312 Flores, NTT (0381) 21892. (*)

  Kupang, 14 Agustus 2013
©daonlontar.blogspot.com


comments

Catatan....!!!

Menulis bukan bakat, tetapi kemauan. Dalam kisah setiap orang pasti akan menuliskan apa ada yang ada di pikiran dan perasaannya.. Secara perlahan menulis mengantarkan seseorang menuju pencerahan, karena menulis membuat orang membaca dan sebaliknya membaca membuat orang menulis. Menulis merupakan pembelajaran, dan tidak hanya sekumpulan kalimat tetapi merupakan sekumpulan nilai dan makna. Kini cara menulis tidak lagi menggunakan pahat dan batu, tongkat dan pasir atau dengan kemajuan teknologi tidak lagi dengan tinta dan kertas tetapi sudah beranjak pada keyboard dan screen. Banyak kisah dan sejarah masa lalu yang tidak terungkap, karena tak ada yang mencatatnya atau bahkan lupa untuk mencatatnya. Mengutip kalimat singkat milik Pramoedya Anantatoer, “hidup ini singkat, kita fana, maka aku akan selalu mencatatnya! Agar kelak abadi di kemudian hari…” Catatan adalah sebuah kesaksian dan kadang juga menjadi sebuah pembelaan diri. Seseorang pernah memberiku sebuah diary, dengan sebuah catatan yang terselip. Kelak aku akan mengembalikannya dalam keadaan kosong karena aku telah mencatatnya di sini….!!!


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
;