Minggu, 19 Februari 2012

Aku Takut maka Aku Ada

photo: http://pisbon.blogspot.com
Filsup sekaliber Rene Descrates (1596-1650), pernah mengungkapkan “aku berpikir maka aku ada”, demikian juga dengan sastrawan Andre Gide (1869-1951), mengungkapkan pula bahwa, “aku merasa maka aku ada”, lalu tak ketinggalan kemudian penulis Albert Camus (1913-1960) juga mengungkapkan, “aku memberontak maka aku ada”. Sekilas ungkapan oleh ketiga tokoh beda zaman yang sama-sama berasal dari Prancis tersebut di atas, mencoba untuk menggambarkan tentang eksistensi kehidupan manusia di muka bumi ini. Selain berpikir, berperasaan dan memberontak. Ada hal yang terlewatkan, bahwa eksistensi manusia dibentuk juga oleh rasa takut.
 
Abraham Maslow dalam kerangka hierarki kebutuhan, menempatkan rasa aman (sekuriti) sebagai kebutuhan kedua yang sangat penting, bilamana kebutuhan pertama yaitu kebutuhan fisiologis (pangan, sandang, papan) telah terpenuhi. Kebutuhan rasa aman adalah keterbebasan dari ketakutan ancaman fisik dan perampasan kebutuhan pokok fisiologis, serta keterjaminan kehidupan, baik untuk sekarang maupun masa yang akan datang. Bilamana seseorang dalam kondisi ketakutan akan kebutuhan rasa aman, maka jelas kebutuhan yang lain akan terabaikan. Rasa takut telah ada sejak zaman purba, di mana manusia menempati gua dan pohon, untuk menghindari ancaman mahluk buas dan fenomena alam. Saat ini tempat perlindungan lebih dikenal sebagai rumah, dengan membatasi celah hanya pada pintu dan jendela.

Di awal perkembangan pemikiran manusia, alam masih mendominasi prilaku manusia, yang mendukung tumbuh suburnya pemahaman animisme dan dinamisme. Paham ini menempatkan setiap benda memiliki ruh dan mempunyai kemampuan dalam mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan usaha yang dilakukan manusia. Hasilnya adalah hadirnya berbagai macam mitos. Pemikiran ortodoks itu, akhirnya mulai ditinggalkan umat manusia, dengan menggusung aliran pemahaman baru yang lebih menempatkan manusia sebagai titik sentrum segala perubahan. Alam mulai dikendalikan, dan pikiran manusia mulai berkuasa. Rasa takut yang semula dibangun di luar dari diri manusia, kini mulai bergerak masuk pada hati manusia, sehingga ketakutan terbesar umat manusia, ternyata ada dalam diri manusia itu sendiri.

Peradaban manusia adalah rasa takut itu sendiri. Premis ini bisa dibuktikan dari sejarah kehidupan manusia. Kala manusia purba belum mengenal tulisan, mereka menggambar di dinding-dinding gua, sekedar menggungkapkan bahwa mereka pernah ada. Sampai pada raja-raja yang membangun istana megah, bala tentara yang kuat dan selir yang banyak, serta mentitahkan para pujangga menuliskan syair-syair kepahlawanan raja, memanggil para pemahat terbaik untuk mengukir relief dinding istana yang menggambarkan peristiwa penting sang raja, hingga pembangunan monumen dan makam raja yang mewah oleh pekerja. Kesemuanya tak lain adalah ketakutan bahwa, nama dan kejayaan mereka akan terlupakan oleh sejarah.

photo: http://populartourismplace.com/
Sisa-sisa sejarah itu bisa terlihat hingga kini, di antara yang fenomenal adalah tembok raksasa Cina yang dibangun sejak 200 SM hingga abad ke-17 M. Tembok ini dibangun untuk menjawab ketakutan Dinasti Cina, akan serangan tentara Mongol, Hun, Turki, dan suku nomaden dari utara. Panjang tembok 6.352 kilometer dan selama pembangunan menggunakan tenaga petani, hingga banyak yang mati dan kemudian tembok ini dikenal juga sebagai kuburan terpanjang di dunia. Tembok Cina ini setidaknya telah menjadi inspirasi dibangunnya Tembok Berlin tahun 1961 di Jerman oleh pemerintah komunis Jerman Timur. Saat itu sepertinya adanya ketakutan kehabisan SDM, di mana pemuda-pemuda potensial Jerman Timur berbondong-bondong pergi ke Jerman Barat, karena kemajuan ekonominya lebih baik dari Jerman Timur. Toh akhirnya banyak yang merenggang nyawa di tembok Berlin yang sempat perkasa selama 28 tahun itu.

photo: http://www.impactlab.net/
Cerita menarikpun datang dari piramida Mesir. Piramida dibangun untuk menghindari ketakutan raja-raja Mesir kuno, yang bila mana mereka meninggal, maka jasad, harta kekayaan dan segala artefak yang akan dibawa ke alam baka, dapat terlindungi dengan baik dalam piramida. Piramida juga telah diberikan perlindungan lain, semacam kutukan-kutukan. Namun kini ketakutan kuno tersebut, telah menjadi kenyataan. Piramida telah menjadi sasaran penjarahan dan perampokan. Yang lucunya lagi, bukan hanya harta kekayaan dan artefak yang dibawa dan dilelang ke Eropa dan Amerika, tapi juga jasad (mumi) mereka. Sehingga tragis bagi para firaun, ketenangan di alam baka terusik.

photo: http://wikitravel.org/
Tak beda dengan kisah dibangunnya Taj Mahal oleh kaisar Mughal Shah Jahan, yang atas nama cinta didedikasikan kepada isterinya Mumtaz Mahal yang telah meninggal. Pembangunan Taj Mahal dilakukan selama 23 tahun, sejak tahun 1630 dengan memperkerjakan 20.000 orang. Konon kabarnya Shah Jahan memerintahkan untuk memotong tangan seluruh orang yang terlibat dalam pembangunan Taj Mahal, kerena Shah Jahan takut bilamana ada bangunan lain yang dibangun untuk menandingi kemegahan Taj Mahal.

Bagaimana dengan ketakutan terhadap kematian. Kematian untuk budaya tertentu bukanlah sebuah ketakutan, ada ketakutan lain yaitu rasa malu. Di akhir perang pasifik banyak orang Jepang membunuh diri sendiri (kamikaze) untuk membela kaisar yang diyakini sebagai keturunan dewa matahari. Mereka takut bilamana mereka hidup karena jika mereka hidup, maka rasa malu akan terus menghantui baik dari keluarga mereka maupun masyarakat di mana tempat ia tinggal. Hal ini bukan hanya berlaku di dalam jiwa patriotisme, tapi sudah sampai pada wilayah ekonomi, sosial dan politik. Karena tak heran jika ada yang membunuh diri karena urusan atau kegagalan politik.

Untuk konteks nasional, bersatunya nusantara di bawah kepemimpinan Patih Gajah Mada dengan panji Majapahit, sebenarnya adalah ketakutan kehilangan kekuasaan monopoli perdagangan komersial antar pulau oleh Karajaan Majapahit. Sehingga perlu untuk membinasakan kerajaan-kerajaan tetangga dan menjadi penguasa tunggal nusantara. Perjalanan sejarah membawa ketakutan yang semula merupakan semangat purba, kini telah menjadi ketakutan yang termodernisasi. Era negara bangsa (nation state), cenderung mengarah pada rasa takut akan perlindungan rakyat, wilayah dan kekuasaan. Alasan tersebut terlihat dari proyek kekuatan militer, sistem pertahanan hingga persenjataan nuklir. Semua negara berpotensi menjadi sahabat dan juga berpotensi menjadi musuh. Ketakutan itu mendorong negara adidaya, meluncurkan satelit mata-mata guna memantau mobilisasi militer negara lain. Tak mau kalah, dalam rangka pertahanan maka negara yang merasa diintai meluncurkan pula anti satelit guna memproteksi kedaulatannya. Hal di atas tentu akan memicu terjadinya perang dan perang adalah klimaks dari rasa takut umat manusia. Dengan demikian ketakutan dapat dikatakan abadi.

Secara psikologis, ketakutan dapat berkembang menjadi suatu penyakit atau yang lebih populer dengan istilah “phobia”. Saat ini sudah terdapat 500 jenis phobia, mulai dari yang wajar seperti takut gelap (achluophobia), takut ketinggian (hypsiphobia), takut tempat tertutup (claustrophobia), hingga yang tidak wajar, seperti takut buku (bibliophobia), takut angka (arithmophobia) dan takut cermin (catoptrophobia). Jenis-jenis phobia akan selalu bertambah, mengingat kompleksitas kehidupan manusia semakin tinggi. Dalam ilmu medis, ketakutan yang berlebihan terhadap suatu penyakit biologis tertentu, justru akan menyebabkan penyakit tersebut karena ketakutan membuat diri menjadi cemas dan daya tahan tubuh menurun. Ketakutan juga mempengaruhi perkembangan ilmu-ilmu modern seperti portfolio, marketing, wealth management, risk management, astronomi, teknologi informasi, kedokteran dan lain-lain.

photo: http://1.bp.blogspot.com/
Ketakutan merangsang perkembangan kemajuan iptek, hingga menyusuri angkasa raya. Tak tanggung-tanggung berbagai misi dijalankan untuk mencari kehidupan yang mungkin ada di luar dari bumi. Hasrat pengetahuan seolah mengatakan ada bumi lain, di sisi gelaksi alam semesta ini, yang bisa dijadikan sebagai tempat kedua (second place) atau ada planet lain yang dapat mendukung kehidupan manusia. Hal tersebut tak jauh dari ketakutan manusia, bahwa suatu saat bumi tidak mampu lagi mendukung kehidupan. Ketakutan akan selalu jauh melampaui kemajuan ilmu pengetahuan. Perkataan Einstein yang paling populer adalah “imagination is more important than knowledge”. Memang benar adanya, bahwa dengan imajinasi, ketakutan manusia dapat dibawa keluar dari alam realitas, karena imajinasi memungkinkan segala sesuatu di intepretasikan secara jamak, walaupun kadang bersifat utopis.

Dalam cengkraman kapitalisme, ketakutan akhirnya diproduksi secara berlebihan. Ketakutan akan suatu penyakit mengarahkan orang pada obat-obatan, tonikum dan suplemen. Takut dianggap tidak menarik, maka mengarahkan orang pada berbagai macam alat kosmetik, operasi kecantikan, dan salon. Takut hamil, maka ada pilihan untuk alat-alat kontrasepsi. Takut dianggap kolot, maka jalannya adalah mulai mengkonsumsi aneka budaya populer. Takut binatang peliharaan sakit, dibutuhkan perlakuan istimewa selayaknya manusia, hingga memakan banyak biaya. Takut gagal dalam bisnis, maka dicari konsultan yang mumpuni, hingga takut akan kepastian masa depan yang membutuhkan jasa peramal. Ketakutan kehilangan menjadi perhatian, di mana berbarengan dengan kemajuan industri sekuiritas, seperti asuransi, perbankan, perangkat anti virus, alaram, kunci barcode, brankas, kamera pemantau (cctv), senjata, detektif, body guard, metal detector, chip, secuirity system, dan lain-lain.

photo: http://w21.indonetwork.co.id/
Para miliarder tentu akan mengambil langkah penyimpanan uang di bank-bank Swiss, karena Swiss disebut sebagai negara deposito berkategori safe heaven, yang menjamin penyimpanan uang layaknya surga karena tidak dapat ditembus penyidikan asal usul uang. Dalam soal keamanan, dapat dilihat pada rumah kita yang sebelumnya tak berpagar, berlahan-lahan mulai menggunakan media seperti tanaman sebagai pagar, beralih ke pagar bambu, kawat, beton tinggi bahkan hingga diperlengkapi dengan aliran listrik, cctv, anjing penjaga dan satpam. Begitu tingginya tingkat keamanan, karena antara ketakutan dan tingkat kriminalitas berkorelasi positif, yang mana semakin canggih tingkat pengamanan, maka semakin besar pula tingkat kehilangan.

Ketakutan menjadikan film-film bergenre horor laris dipasaran, dimaksudkan untuk memacu adrenalin pononton dari rekayasa kreator film dengan menghadirkan ketakutan semu yang absurd. Bahkan kadang untuk meningkatkan omset pendapatan film tersebut diselipkan cerita horor selama produksi film yang juga telah dikreasikan. Sama halnya dengan eksploitasi yang pernah dilakukan media terhadap fenomena-fenomena alam gaib, yang dipertontonkan secara masal dan sempat menduduki rating teratas, entah itu nyata atau sekali lagi telah direkayasa. Entah kenapa manusia selalu ingin mendeskripsikan sesuatu yang jelas-jelas immaterial.

photo: http://www.smile-a-day.com/
Takut tentu adalah energi terbesar, kadar takut berbeda antara kaum hedonis dan kaum puritanis. Ketakutan terbesar bagi kaum hedonis matrealis adalah waktu yang ada semakin sempit untuk mendapatkan seluruh kenikmatan dunia dan menganggap kehidupan hanya sekali dan sayang kalau terlewatkan begitu saja. Sedangkan bagi kaum puritanis, waktu yang ada semakin sempit untuk beribadah menembus dinding spritualitas dan menyadari bahwa ada kehidupan abadi setelah kematian, dan sebaik-baiknya ketakutan adalah bagaimana mempertanggungjawabkan kehidupan dunia yang telah dilakukan atau segera akan diakhiri!.

Kini ketakutan menjadi motivator kehidupan, tanpa disadari kegiatan hidup sehari-hari (ADL, Activities of daily living), yang kita lakukan tak terlepas dari hasrat ketakutan, karena setiap tindakan ada unsur rasa takut. Entah kata takut itu digantikan dengan ambisi, target, kompetisi, obsesi, egoisme, narsisme, posesif, status quo atau apapun yang merupakan gradasi dari ketakutan. Ketakutan itu bisa datang dari mana saja, terutama dari pilar kehidupan bermasyarakat yaitu, ekonomi, sosial, politik, budaya dan tak ketinggalan ideologi. Ketakutan bagi setiap orang tentu multitafsir, sejauh seseorang tersebut memahami ketakutan. Ketakutan adalah hal yang wajar bagi mahluk hidup, keberanian pula adalah wujud dari ketakutan yang tersembunyi. Ketakutan adalah wujud pertahanan secara biologis, psikologis dan sosialogis. Ketakutan yang akhirnya membawa spesies manusia bertahan hidup hingga saat ini, dan secara individu kita masih sempat menikmati hari ini.

Dahulu, paglima perang selalu berada di depan laskarnya, sedangkan kini panglima perang hanya tinggal di dalam tenda, sambil menunggu kabar dari perkembangan bala tentaranya di medan pertempuran, dan justru ketakutan terbesar prajurit adalah mereka harus gugur untuk mengenang kebesaran nama sang panglima. Dalam menulis artikel inipun, penulis tentu “masih dalam keadaan takut”.

diproduksi kembali dari tulisan yang pernah dimuat Timor Express
edisi 18 Juli 2007 dengan pengeditan seperlunya oleh penulis

 
comments

Catatan....!!!

Menulis bukan bakat, tetapi kemauan. Dalam kisah setiap orang pasti akan menuliskan apa ada yang ada di pikiran dan perasaannya.. Secara perlahan menulis mengantarkan seseorang menuju pencerahan, karena menulis membuat orang membaca dan sebaliknya membaca membuat orang menulis. Menulis merupakan pembelajaran, dan tidak hanya sekumpulan kalimat tetapi merupakan sekumpulan nilai dan makna. Kini cara menulis tidak lagi menggunakan pahat dan batu, tongkat dan pasir atau dengan kemajuan teknologi tidak lagi dengan tinta dan kertas tetapi sudah beranjak pada keyboard dan screen. Banyak kisah dan sejarah masa lalu yang tidak terungkap, karena tak ada yang mencatatnya atau bahkan lupa untuk mencatatnya. Mengutip kalimat singkat milik Pramoedya Anantatoer, “hidup ini singkat, kita fana, maka aku akan selalu mencatatnya! Agar kelak abadi di kemudian hari…” Catatan adalah sebuah kesaksian dan kadang juga menjadi sebuah pembelaan diri. Seseorang pernah memberiku sebuah diary, dengan sebuah catatan yang terselip. Kelak aku akan mengembalikannya dalam keadaan kosong karena aku telah mencatatnya di sini….!!!


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
;