Minggu, 29 April 2012

Workshop Sejarah Kota Kupang



Jumat, 27 April 2012 lalu diadakan Workshop Sejarah Kota Kupang yang digelar oleh Komunitas Fotografer Kupang dan Sekitarnya (FOKU’S) & Komunitas Sejarah Kota Kupang. Seminar sehari ini mengambil tema “Mencari Jejak Kota Kupang”, dengan menghadirkan pembicara tunggal Peter Apollonius Rohi, seorang sastrawan, seniman dan jurnalis senior yang kini berdomisili di Surabaya - Jawa Timur. Penampilan beliau nyentrik dengan rambut gondrong diikat serta memiliki suara yang terdengar lebih muda dari usianya yang kini beranjak 70 tahun.

Kehadirannya menjadi narasumber tidak terlepas dari profesi beliau sebagai penulis, beberapa karya tentang sejarah telah ditorehkan. Apalagi beliau adalah saksi dan pelaku sejarah di Kota Kupang sekitaran tahun 60-an. Secara nasional ia terlibat dalam organisasi Soekarno Institut yang berhasil meluruskan sejarah tentang tempat kelahiran sesungguhnya Soekarno di Surabaya. Sebelumnya sejak tahun 1965 telah terjadi doktrinisasi bahwa tempat kelahiran Soekarno adalah di Blitar, padahal sebelum tahun 1965 di buku-buku pelajaran Sejarah tercantum bahwa Soekarno lahir di Kota Surabaya. Hal ini terjadi karena kepentingan politik saat itu, untuk menghindari pengkultusan Soekarno.

Dalam seminar ia menceritakan berbagai hal yang selama ini telah menjadi persepsi salah tentang Nusa Tenggara Timur, terutama merasa rendah (inferioritas) dengan daerah lain. Tanah Flobamora justru berbeda dengan apa yang disangkakan, karena di masa lalu kita pernah berjaya dalam perdagangan seperti mengekspor secara langsung sapi ke Singapura hingga Hongkong. Di sisi lain telah banyak orang-orang asal Nusa Tenggara Timur yang telah menjadi tokoh-tokoh penting dibelahan dunia lainnya.

Untuk skala Kota Kupang beliau sempat mengkritik perubahan nama Jalan Merdeka menjadi Jalan Achmad Yani, Ia menilai bahwa makna nama merdeka yang direpresentasikan dengan nama jalan begitu melekat bagi sejarah Kota Kupang, tanpa bermaksud menafikan nama Achmad Yani bagi Sejarah Nasional. Di balik pernyataannya tersirat bahwa banyak nama ikon lokal Sejarah Kota Kupang yang terabaikan dalam pemberian nama jalan, gedung dan prasarana lainnya. Ada banyak cerita yang diungkapkan dalam kisah masa lalu Kota Kupang, seperti ada pohon yang didatangkan dari Belanda dan ditanam di dekat Penjara Lama, pohon itu diberi nama Pohon Wihelmina. Selain itu asal mula nama Jembatan Selam, bahwa dahulunya banyak pemuda Kota Kupang yang jago menyelam di areal muara untuk berebutan mendapatkan koin-koin pemberian awak kapal dari Kapal-Kapal Belanda yang berlabuh jauh dari dermaga, sehingga kemudian budaya menyelam tersebut diabadikan menjadi nama jembatan.

Masih bagian dari rangkaian kegiatan, digelar juga acara pameran foto di Taman Nostalgia Kupang, dengan memperlihatkan foto-foto tua Kota Kupang akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 yang merupakan copyan dari koleksi Museum KITLV Belanda. Serta foto-foto Kupang sesuai dengan kondisi kekinian karya fotografer Kota Kupang yang tergabung dalam Komunitas Fotografer Kupang dan Sekitarnya (FOKU’S).



Rangkaian kegiatan ini sekaligus meramaikan perayaan hari jadi  Kota Kupang yang ke-16 sebagai daerah otonom dan ulang tahun Kota Kupang ke-126 sejak pertama kali didirikan tahun 1886, sehingga diharapkan dapat melecutkan semangat generasi muda untuk mencintai sejarah. Bagaimanapun generasi sekarang yang tidak memahami sejarah masa lalu, maka akan mudah goyah dengan modernisasi yang cendrung dekstruktif terhadap visi masa depan generasi muda, sehingga perlu adanya penyadaran terhadap kepemilikan sejarah tersebut. (*)
Kupang, 29 April 2012
©daonlontar.blogspot.com
comments

Catatan....!!!

Menulis bukan bakat, tetapi kemauan. Dalam kisah setiap orang pasti akan menuliskan apa ada yang ada di pikiran dan perasaannya.. Secara perlahan menulis mengantarkan seseorang menuju pencerahan, karena menulis membuat orang membaca dan sebaliknya membaca membuat orang menulis. Menulis merupakan pembelajaran, dan tidak hanya sekumpulan kalimat tetapi merupakan sekumpulan nilai dan makna. Kini cara menulis tidak lagi menggunakan pahat dan batu, tongkat dan pasir atau dengan kemajuan teknologi tidak lagi dengan tinta dan kertas tetapi sudah beranjak pada keyboard dan screen. Banyak kisah dan sejarah masa lalu yang tidak terungkap, karena tak ada yang mencatatnya atau bahkan lupa untuk mencatatnya. Mengutip kalimat singkat milik Pramoedya Anantatoer, “hidup ini singkat, kita fana, maka aku akan selalu mencatatnya! Agar kelak abadi di kemudian hari…” Catatan adalah sebuah kesaksian dan kadang juga menjadi sebuah pembelaan diri. Seseorang pernah memberiku sebuah diary, dengan sebuah catatan yang terselip. Kelak aku akan mengembalikannya dalam keadaan kosong karena aku telah mencatatnya di sini….!!!


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
;