Beberapa malam yang lalu saya membeli empat buah buku di
Toko Buku Gramedia Kupang, dan seperti sebuah kebiasaan sekembalinya dirumah adalah melihat-lihat sejenak buku yang
baru dibeli, mulai dengan membuka bungkusan plastik buku, mengharumi
lembaran-lembaran buku baru yang ibaratnya mencium aroma yang selalu dikenali.
Memperhatikan kembali daftar isi dan melihat sekilas isi bab buku. Sebenarnya hal
ini telah dilakukan di toko buku sebelum membeli, tetapi mengulang kembali di
rumah menjadi keharusan. Karena sulit menyiapkan waktu untuk segera membaca,
terkadang buku tersebut kemudian terdiam hingga bertahun-tahun baru dibaca.
Namun
kemudian saya menemukan kecacatan sebuah buku yang saya beli berjudul
“Antropologi & Pembangunan Indonesia”, terdapat 16 halaman buku yang blank atau kosong di dua sisi. Jika hanya terlipat atau tulisan sedikit
buram tanpa mengganggu proses membaca tentu tidak masalah buat saya, tetapi
dengan hilangnya beberapa halaman tanpa tulisan inilah yang membuat saya
berpikir untuk segera kembali ke Gramedia dan menukarnya. Namun hal itu saya
tahan hingga esok malamnya. Di masa masih kuliah saya sekali pernah mendapatkan
sebuah buku dengan masalah yang sama, dampaknya adalah saya malas untuk membaca
ketika substansi bacaan banyak yang hilang, mau menukarnya namun hal tersebut
tidak dimungkinkan karena hanya dibeli dilapak pedagang dan kesalahan saya juga
tidak memperhatian isinya terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan membeli,
akhirnya buku itu saya hibahkan saja kepada teman, mungkin teman juga akan
kecewa jika mengetahui kecacatan buku tersebut!
Berbekal
buku dengan halaman cacat dan struk pembelian saya ke counter Gramedia, tanpa
banyak hambatan, customer service melayani dengan baik
dan menyerahkan kepada petugas lainnya untuk segera mencari buku yang sama dan
kemudian mengantinya, saya dipersilahkan untuk mencek kembali buku yang telah
diganti dan kemudian petugas meminta maaf atas ketidaknyamanan yang saya alami.
Akhirnya saya pulang dengan membawa judul buku yang sama tanpa cacat.
Gramedia
yang dikenal sebagai toko buku dengan jaringan terbesar ditanah air telah
menunjukkan tanggung jawabnya dengan bersedia mengganti buku yang sudah
terlanjur dibeli apabila ditemukan kecacatan yang merugikan konsumen. Buku yang
dimaksud adalah buku yang
seharusnya tidak lolos quality control, dan pihak Gramedia
telah melaksanakan kewajibannya. Kadang bukan hanya tanggung jawab toko buku
saja, tetapi ada juga yang berasal dari distributor dan atau dari penerbit sendiri dengan
mencantumkan kalimat dalam buku, “apabila
anda menemukan cacat produksi berupa halaman terbalik, tidak berurut, tidak
lengkap, terlepas-lepas, tulisan tidak terbaca atau kombinasi dari hal-hal di
atas, silahkan kirim kembali buku tersebut dan pihak penerbit akan mengantikan
buku baru dengan judul yang sama”.
Menukar
kembali buku atau suatu barang yang sudah dibeli dengan alasan rasional
sebenarnya telah diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen, diantaranya
menjelaskan bahwa hak konsumen untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau
penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya dan
lain sebagainya. Bila lebih mendalam
memahami aturan tersebut dapat simpulan bahwa semuanya berawal dari itikad baik
antara pelaku usaha dan konsumen dalam asas manfaat dan keadilan.
Padahal disisi lain masih kita ketemukan berbagai barang di
toko retail atau supermarket dengan peringatan pada display product atau dalam struk pembelian yang masih bertulis, “barang yang sudah dibeli tidak dapat
ditukar atau dikembalikan”. Nah, bagaimana jika sesampainya dirumah, barulah kita menyadari bahwa ada diantara barang yang kita beli mengalami cacat produk
yang bukan disebabkan oleh kita, jika dikaitkan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen
maka pencantuman klausula baku tersebut dapat dikenai unsur pidana. Pepatah yang sering didengar bahwa pembeli
adalah raja, benar juga adanya. (*)
Kupang, 11 Juli 2013
©daonlontar.blogspot.com