Pekan lalu (23/09/2012) saya membaca berita tentang wafatnya
Guru Besar Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Prof. dr. Firman Lubis, MPH, beliau berpulang dalam usia 68 tahun. Seorang yang
pakar dalam pengembangan kedokteran komunitas di Indonesia dan juga sekaligus
sebagai seorang sejarahwan
yang saya kagumi. Latar belakang kekaguman saya adalah buku-buku tentang sejarah sosial Kota Jakarta yang ditulis beliau, dan menurut saya unik karena menjadi sebuah bentuk
penulisan autobiografi dengan genre berbeda, melalui pendekatan kontekstual
kehidupan Ibu Kota Jakarta dan pengaruh konstelasi terhadap perkembangan nasional
kala itu.
Sayapun merasa cukup kehilangan seorang tokoh yang trilogi buku dekade Jakarta –an nya, sangat saya gemari. Bahkan ia sempat
mengutarakan di dalam buku terakhirnya untuk menulis lagi!, seperti
Jakarta 80-an, Jakarta 90-an dan seterusnya. Sungguh menarik konsep
penulisannya yang memisahkan secara dasawarsa perkembangan Ibu Kota Jakarta sebagai kota kelahirannya, tempat ia sepanjang masa, menjadi kota kebanggaannya dan kemudian menjadi kota tempatnya dimakamkan. Buku trilogi karyanya yang menjadi koleksi saya adalah Jakarta 1950-an: Kenangan Semasa Remaja,
Jakarta 1960-an Kenangan Semasa Mahasiswa, dan Jakarta 1970-an Kenangan Sebagai Dosen.
To tell a story, begitulah pendapatnya untuk bercerita mengurai Jakarta
dari the big village hingga kota
metropolitan, dari
prespektif pengalaman pribadi masa kanak-kanak, masa
sekolah di SR Cikini, SMP Cikini dan SMA Setia Budi hingga berkuliah di Fakultas
Kedokteran UI, dalam rentang kehidupan remaja, mahasiswa hingga menjadi dosen. Selain buku-buku bertemakan
sejarah beliau telah menghasilkan
buku lain diantaranya, “Family
Planning in Rural West Java, Universitas Indonesia-Leiden University (1977)”, “Indonesian Assesment: Population and Human
Resources, Australian National Universities & Institute of Southeast Asian
Studies (1997)”, dan “Two is Enough,
Family Planning in Indonesia Under the New Order 1968-1998 (2003)”.
Masih banyak pengalaman beliau yang tentunya ditunggu pembaca setianya, seperti bagaimana ia
melepas bujang dengan berkeluarga hingga menjadi professor dalam dekade-dekade berikutnya. Hal yang biasa dalam
perjalanan seseorang, namun
ketika penulisan dengan bertutur yang ringan, penuh romantisme pembelajaran serta kesan nostalgia, sehingga
penulisannya begitu berbeda dan menjadi menarik. Apalagi latar belakang beliau sebagai
seorang dokter medis yang mempunyai minat besar terhadap sejarah, sehingga ia dapat mengungkapkan sejarah kehidupan Jakarta dengan metode medical
history yang lugas lalu menjadi sebuah kesaksian personal sebagai pelaku sejarah di
Jakarta dan tentunya mempengaruhi
konteks sejarah nasional.
Satu hal yang saya selalu
ingat dari beliau adalah bahwa ternyata kenangan yang telah dilalui akan
kembali diingat sempurna justru di masa senja. Katanya, “secara neurologis, daya ingat atau kenangan kita tentang hal-hal yang
terjadi di masa lampau akan terus menguat setelah kita melewati usia 50-an.”
Saya yakin bahwa buku keempatnya tematik sejarah sementara
beliau proses, mengingat buku terakhirnya Jakarta 1970-an Kenangan Sebagai Dosen telah diterbitkan Januari
2010, sayang Allah SWT bermaksud lain, beliau telah wafat dengan kenangan tersisanya.
Suatu kali saya sempat melihat
sebuah tayangan di salah satu televisi nasional, ketika beliau mengunjungi bekas sekolah SMPnya di Cikini.
Sambil berbincang dengan beberapa murid yang
sedang bercengkerama, ia mengatakan dengan nada memories
bahwa ia pernah bersekolah di tempat tersebut.
Itulah sejenak sebuah pengakuan akan eksistensi masa lalu yang terekam dalam pengalaman empiris bersahaja, yang kemudian dibawanya
menjadi kenangan hidup semasa di dunia. Selamat jalan Prof. Firman….!!!
photo: http://aliansiremajaindependen.org |
Kupang, 30 September 2012
©daonlontar.blogspot.com
©daonlontar.blogspot.com