Eric
Thake (1904-1982) adalah seorang seniman Australia.
Ia terkenal dengan konsep surealisme
untuk menangkap suasana dari pemandangan yang dilihatnya. Ia memproduksi cetakan,
gambar, lukisan cat air dan foto, serta karya-karyanya dipertunjukan di galeri
seni nasional Australia dan luar negeri. Pada tahun 1943, Thake terdaftar di Angkatan Udara Royal
Australia (RAAF) dengan semula bekerja
sebagai juru gambar. Dan
karena
bakatnya ia kemudian diangkat sebagai seniman perang (warartist) di tahun 1944 pada liputan
sejarah Perang Dunia II.
http://www.warmuseum.ca |
Selama
dua tahun berikutnya ia pergi ke Australia Tengah dan Utara, serta
daerah-daerah yang baru dibebaskan tentara sekutu yaitu Timor dan Irian Barat. Dalam tugasnya ia mengamati, mencatat dan
mengambar puing-puing bekas peperangan dengan unsur surealisnya tanpa bermaksud
berpropaganda. Salah satu memori yang ditinggalkan kepada keluarganya adalah sketsa
dan catatan dari perjalanannya
dalam tiga rangkaian bundel spiral terikat (Sketchbook). Tiga spiral sketsa itu terdiri dari buku sketsa 1: Melbourne ke Townsville
1944; buku sketsa 2: Townsville ke Melbourne
1944-1945 dan buku sketsa 3: Melbourne ke Koepang 1945. Dalam Sketchbook yang
terakhir memuat sketsa perjalanan Thake dari Melbourne ke
Koepang melalui Darwin
pada tahun 1945, yang disertai juga dengan catatan pengamatannya.
Berikut
adalah sketsa gambar halaman 108-113 & 115, hasil goresan tangan Eric Thake yang diambil di sini, yang
memuat gambar dan kesan dalam pejalanannya di Kota
Kupang:
108) Koepang, Dutch Timor, 7.10.45 |
Ini adalah sketsa gambar pantai Kupang dengan
bekas puing-puing pemboman pada Perang Dunia II. Masih tampak
bangunan-bangunan yang masih kokoh namun sudah rusak berat. Thake merasakan
bahwa sebelum perang bangunan-bangunan di tepi pantai terlihat sangat indah,
rumah-rumah berdinding putih dengan lantai
ubin berwarna merah sedangkan
kusen kayu
dicat berwarna biru pucat. Ia mengambil gambar dari pandangan Fort Concordia di mana tempat Kapten Blight berlabuh pada akhir pelayarannya dengan perahu terbuka dari
Tahiti.
109) Water Buffaloe, Koepang, 9.10.45 |
Pada
sketsa ini ia mengutarakan belum pernah melihat binatang kerbau air yang besar
dengan warna keabu-abuan yang berada disemak-semak dan pemalu terhadap manusia.
Pemandangan yang kini mustahil kita melihatnya lagi di Kota Kupang.
110) Jap prisoners, Penfoei airstrip, Koepang, 12.10.45 |
Sketsa ini adalah gambaran tahanan Jepang yang
dipekerjakan di Penfoei. Ia menjelaskan topi khas
tentara Jepang dengan kain di bagian belakang yang menyerupai ekor.
111) Native boys, Baumata village, Koepang, 13.10.45 |
Sehari sebelum pulang kembali ke Darwin, Thake
menghabiskan waktu di Desa Baumata. Ia sempat membuat sketsa penduduk asli
Baumata dan menuturkan bahwa penduduk mengenakan sarung berwarna merah dan
putih dengan dilengkapi destar, serta menggunakan selendang di bahu. Selain itu
dari anak-anak hingga orang dewasa masing-masing membawa parang besar dalam
sarung yang diselipkan di belakang ikat pinggang mereka. Thake juga dibuat
heran dengan kemampuan anak-anak memotong kelapa dengan parang, dan jika saja
meleset tentu akan memotong jari sendiri. Dalam sketsa tampak seorang membawa
kelapa dan keranjang dengan tongkat, di tangan kirinya memakai gelang logam
berat. Sedangkan gambar yang lain terlihat orang sedang membawa parang, wadah
air dari bambu dan memakai topi anyaman. Serta gambar buah sukun, pisang dan ikan.
112) Timor boys, Baumata village, 13.10.45 |
Ada
juga sketsa anak muda Timor, sambil duduk-duduk di bangku bambu dan salah seorangnya menggunakan buah kelapa kosong untuk pijakan kaki.
113) The Lions of Koepang, 13.10.45 |
Thake
juga mengunjungi kuil Cina dengan dinding dilapisi porselen indah berwarna hijau. Terdapat dua patung singa penjaga gerbang bangunan
kuil Cina di tepi Pantai Koepang. Menurut Thake patung-patung itu terlihat
menawan walaupun sederhana. Patung singa ditutupi seluruhnya dengan pecahan
porselin Cina.
Sisi mereka
adalah warna cokelat tua yang terbuat dari potongan mangkuk besar, dada dan perut
ditutupi dengan sisik yang terbuat dari batu
giok hijau dari piring. Sedangkan pada surai dan ekor berwarna hijau dan
biru. Mata singa terbuat dari cangkir putih bundar
dengan lubang di tengah, sepotong kaca hitam membentuk pupil mata, kaki kanan dari satu singa
dan kaki kiri dari singa yang lain bertumpu pada bola hitam yang dihias dengan pola bunga putih. Dibelakangnya terdapat dinding porselen panjang berwarna hijau. Dari kuil itu akan terlihat juga rumah-rumah yang
dibangun di atas air tepat di tebing karang yang rendah
dan melihat penduduk pribumi naik sepeda
perlahan di sepanjang pantai. Kuil ini biasa di sebut orang Kupang dengan kongsi Cina, namun sekarang telah tiada digantikan dengan barisan pertokoan.
115) Peta perjalanan Eric Thake
|
Demikianlah sebagian sketsa dan catatan perjalanannya
Eric Thake di Kota Kupang. Walau hanya 2 ½ minggu berada di Kupang, Thake setidaknya telah memberi sedikit catatan yang
menjadi kenangan Kota Kupang di masa berakhirnya Perang Dunia II. Sebuah karya
seni yang dari sudut pandang orang tertentu memiliki nilai sejarah dan estetika
yang tinggi. Sebenarnya masih banyak catatan-catatan tentang Kota Kupang di
masa lalu yang tersimpan rapi oleh para petualang dan belum terpublikasikan,
bahkan hingga beberapa abad yang lampau. (*)
Kupang, 17 September 2012
©daonlontar.blogspot.com
©daonlontar.blogspot.com