“Bukan
lautan hanya kolam susu, kail dan jala cukup menghidupimu, tiada badai, tiada
topan kau temui, ikan dan udang datang menghampirimu, orang bilang tanah kita
tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman”. Itulah syair lagu "Kolam
Susu" yang pernah dipopulerkan grup musik legendaris Koes Plus pada era
1970-an. Koes Plus adalah grup musik yang sangat terkenal pada dasawarsa
1970-an yang berasal dari Tuban, Jawa Timur dan dianggap sebagai pelopor musik
pop dan rock 'n roll di Indonesia. Personil band ini pernah dipenjara karena
musiknya yang dianggap membawa aliran semangat budaya kapitalisme, disaat
pemerintah kala itu anti terhadap kapitalisme atau sesuatu yang berasal dari
barat.
Lagu
di atas mengambarkan Indonesia yang gemah ripah loh jinawi (tentram dan makmur
serta sangat subur tanahnya) dengan judul lagu “Kolam Susu”, diambil dari album
volume 8 Koes Plus yang dirilis tahun 1973, yang begitu merajai blantika musik
pop saat itu, bahkan disebut-sebut sebagai masterpiece-nya Koes Plus. Kolam
Susu sebagai kisah tentang negeri dengan sumber daya yang melimpah ruah yang
membuat kemakmuran bagi masyarakatnya, negeri dengan keindahan alam yang elok
dan corak iklim yang bersahabat.
Sampul
album volume 8 “Diana” dan “Kolam Susu” dengan label Remaco tahun 1973
(http://sumartono.ucoz.com), lagu tersebut dapat dinikmati disini:
Kolam
susu yang dimaksud dalam lagu tersebut bukanlah sesuatu yang imajiner, tetapi
sesungguhnya sesuatu yang benar-benar ada dan menjadi inspirasi dari
terciptanya lirik lagu tersebut. Tempat yang dimaksud kolam susu itu berada di
Desa Dualaus, Kecamatan Kakuluk Mesak, Kabupaten Belu Provinsi Nusa Tenggara
Timur. Pesona keindahan alam kolam ini telah membuat terkesima Yon Koeswoyo,
salah satu anggota Grup Koes Plus, ketika sedang singgah dalam perjalanan dari
Kota Atambua menuju Dili, Timor Timur (sekarang Timor Leste) tahun 1972, sehingga
menjadi inspirasi dengan mengabadikan dalam sebuah lagu. Nama kolam ini
sebenarnya adalah “kolam susuk”, sedangkan dinamai menjadi “kolam susu” dalam
syair lagu mungkin sebuah kebetulan kalau warna kolam ini pada terik siang hari
akan terlihat berwarna putih, menyerupai warna susu. Lagu ini juga mengingatkan
masa di mana Timor Portugis berintegrasi dengan Indonesia melalui Deklarasi
Balibo pada tahun 1975, dan sempat menjadi provinsi yang ke-27, sebuah kenangan
masa lalu yang menyejarah.
Kolam yang menyerupai dasar ceruk dari lembah dan dikelilingi pohon-pohon bakau ini, terletak sekitar 20 kilometer arah utara Kota Atambua dengan waktu tempuh sekitar setengah jam perjalanan dengan menggunakan mobil (rental) atau kendaranan roda dua (ojek). Sekaligus dapat menikmati Keindahan alam Kabupaten Belu sembari berkendara menuju ke Kolam Susuk, melalui jalur berkelok-kelok yang menyenangkan. Lokasi hampir berbatasan langsung dengan negara Republik Demokratik Timor Leste. Sebagai kenang-kenangan kabarnya grup legendaris Koes Plus telah membangun sebuah fasilitas Sekolah Dasar (SD) di dekat kolam tersebut.
Kolam yang menyerupai dasar ceruk dari lembah dan dikelilingi pohon-pohon bakau ini, terletak sekitar 20 kilometer arah utara Kota Atambua dengan waktu tempuh sekitar setengah jam perjalanan dengan menggunakan mobil (rental) atau kendaranan roda dua (ojek). Sekaligus dapat menikmati Keindahan alam Kabupaten Belu sembari berkendara menuju ke Kolam Susuk, melalui jalur berkelok-kelok yang menyenangkan. Lokasi hampir berbatasan langsung dengan negara Republik Demokratik Timor Leste. Sebagai kenang-kenangan kabarnya grup legendaris Koes Plus telah membangun sebuah fasilitas Sekolah Dasar (SD) di dekat kolam tersebut.
Menurut
legenda, kolam ini di masa dahulu kala pernah disinggahi oleh tujuh putri dari
keluarga Raja Lifao dari Oecusse (Oekusi). Mereka berniat membersihkan diri
dengan mandi di kolam, mengetahui hal itu raja mengirim banyak nyamuk untuk
membuat mereka tetap terjaga ketika sedang beristirahat selepas mandi. Nyamuk
akan mencegah para putri tertidur dengan gigitan dan bisingan nyamuk. Hal ini
dilakukan raja untuk menghindari mereka tidak lengah dengan keadaan, jika ada
orang yang berniat jahat terhadap putri-putri keluarga raja tersebut. Sehingga
kemudian nyamuk-nyamuk tersebut tinggal dan berkembang biak hingga kini.
Masyarakat setempat lalu menamai kolam tersebut dengan sebutan kolam “susuk”
yang berarti kolam sarang nyamuk.
Karena dikenal sebagai kolam sarang nyamuk maka muncul ide untuk memelihara ikan bandeng yang terus berkembang di lokasi tersebut, sebagai penyeimbang pertumbuhan populasi nyamuk. Lokasi sekitar Kolam Susuk kini menjadi kolam alam tempat budidaya ikan bandeng, hingga kemudian terkenal pula sebagai tempat menikmati ikan bandeng bakar yang gurih dan siap untuk dinikmati. Sebagai tambak besar tempat mengembangbiakan ikan bandeng, maka bila musim panen tiba akan menjadi puncak rekreasi bagi masyarakat karena dapat menikmati harga bandeng yang murah meriah. Umumnya masyarakat di Timor akan melakukan semacam upacara adat atau ritual untuk menyambut panen. Kabarnya ketika ritual selesai dilakukan maka ikan bandeng akan berloncatan dari tambak. Mungkin inilah yang mendasari munculnya frase lirik lagu “ikan dan udang datang menghampiri dirimu” dan panorama alam yang tenang dengan semilir angin yang sejuk sebagai representasi isi lagu. Kolam Susuk ini menjadi salah satu destinasi pariwisata di wilayah perbatasan Indonesia-Timor Leste.
Namun
disayangkan bahwa pada hari-hari biasa kolam Susuk ini memang terlihat sepi,
karena letaknya agak jauh dari Kota Atambua. Tidak ada pengujung bahkan tidak
ada penjaga/petugas loket, terlihat juga beberapa hewan ternak yang berkeliaran
begitu saja. Kolam ini biasa ramai dikunjungi pada hari minggu atau pada hari
libur. Padahal jika pengelolaannya lebih serius Kolam Susuk akan menjadi tempat
ekowisata favorit di Pulau Timor. Apalagi di dekat lokasi wisata Kolam Susuk
juga terdapat destinasi lain yaitu Teluk Gurita, yang jaraknya sekitar 3
kilometer dari Kolam Susuk. Konon di teluk tersebut pernah hidup seekor gurita
raksasa penjaga teluk pantai, kabarnya gurita tersebut pernah menengelamkan
sebuah kapal yang sedang bersandar. Kedua lokasi wisata ini potensial untuk
dikembangkan dengan menarik wisatawan lokal, domestik dan wisatawan mancanegara
baik dari negara tetangga Timor Leste maupun internasional, seperti melalui
kegiatan sail yang rutin dilaksanakan dengan pintu masuk baik melalui Kota
Kupang atau Pelabuhan Atapupu-Belu.
Sementara
itu nama Kolam Susuk belum begitu diketahui baik secara lokal bahkan hingga
luar negeri, masih ada juga penduduk lokal yang ketika diajak untuk mengantar
menuju lokasi, belum mengetahui letak dari Kolam Susuk ini!. Ada semacam
“opportunity cost” (biaya kesempatan yang hilang) bagi daerah ketika tidak
mengelola objek wisata ini dengan baik, pasalnya nama Kolam Susuk ini telah
populer bersama dengan tembang kenangan Kolam Susu Koes Plus sejak empat puluh
tahun yang lalu!. Sehingga sebelum ‘kehilangan’ kesempatan lebih banyak, perlu
ada semacam usaha bersama masyarakat, pemerintah dan dunia swasta untuk
meningkat salah satu destinasi wisata ini melalui tata kelola kepariwisataan
daerah yang lebih baik. Sehingga di kemudian hari objek wisata ini menjadi
salah satu destinasi wisata yang wajib disinggahi dalam setiap perjalanan di
Pulau Timor. (*)
Kupang,
26 Mei 2013
©daonlontar.blogspot.com