|
photo: http://www.kupangklubhouse.com/ |
Adalah sebuah Jembatan monumental bagi
masyarakat Timor Barat yang
terletak di perbatasan antara kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah
Selatan atau berada di kilometer 77 dari arah
Kota Kupang. Nama jembatan ini berasal dari kata “noel” yang berarti sungai dan “mina” adalah nama
wilayah, sehingga
dinamakan Jembatan Noelmina
dari sungai yang berhulu di Gunung Mutis ini. Jembatan pertama
kali di bangun tahun 1910 oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan menggunakan
tenaga rodi dari penduduk Timor. Ketika itu mereka diarahkan mengumpulkan batu
untuk membangun pondasi beton dan juga mengumpulkan kayu hutan untuk membuat
struktur dan rangka jembatan. Diperkirakan tahun 1920 jembatan ini selesai dibangun dan dapat dipergunakan.
|
Photo: Tropenmuseum Royal Tropical Institute |
Sebelum jembatan ini di bangun masyarakat harus
menyeberangi sungai
untuk menuju ke dan dari pusat pemerintah kolonial yang berada di Kupang.
Perjalanan kaki atau menaiki kuda akan terasa aman bila dilakukan pada musim kemarau, namun
tidak demikian bila musim penghujan
karena sangat berbahaya. Sungai Noelmina banyak memakan korban bagi masyarakat
yang nekad menyeberang
karena terbawa arus deras, dan
tentunya menjadikan cerita pilu bagi keluarga yang pernah ditinggalkan. Tidak hanya di masa lalu, sungai ini masih tetap berbahaya hingga kini terutama bagi para
penambang pasir, walau kering di musim kemarau namun dapat meluap di musim penghujan. Di
saat pendudukan Jepang jembatan ini merupakan penghubung utama mobilitas antara
markas Jepang di Kupang hingga barak tentara Jepang yang berada di Atambua. Oleh
karena itu pada tanggal 19 Februari 1944 jembatan ini dibom putus oleh pesawat tempur
sekutu (RAAF) seperti terlihat pada foto udara berikut ini.
|
photo: http://www.awm.gov.au/ |
Putusnya jembatan ini membuat pertahanan Jepang di Pulau
Timor melemah dan terus mendapatkan serangan dari armada sekutu hingga
berakhirnya masa pendudukan Jepang di Timor. Jembatan ini kemudian di
rekonstruksi kembali pada akhir tahun 1945, untuk
memperbaiki bekas pemboman tentara sekutu. Sesudah itu di awal kemerdekaan
konstruksi jembatan ini diperkuat dengan manambah konstruksi lengkung untuk
menahan beban jembatan, walau saat itu jembatan hanya dapat memuat lalu lintas satu kendaraan
saja.
|
photo: http://www.awm.gov.au/ |
|
photo: http://www.kupangklubhouse.com/ |
Pada tahun 1987, tepat bersebelahan dengan Jembatan
Noelmina lama di bangun Jembatan Noelmina yang baru dengan
menggunakan konstruksi baja
(steel truss
bridge), hingga
selesai di bangun pada tahun 1989 dan kemudian
diresmikan pada tanggal 14 Maret 1990,
oleh Wakil Presiden Republik Indonesia Sudarmono, SH. Jembatan sepanjang 240 meter dengan lebar tujuh meter ini menjadi jembatan rangka baja
terpanjang di Nusa tenggara Timur. Saat ini bekas-bekas keberadaan jembatan
lama peninggalan kompeni masih bisa terlihat, seperti bekas pondasi yang telah dirubuhkan dan tepian
jembatan lama. Kini aktivitas keramaian telah nampak di sekitar jembatan sebagai tempat persinggahan
menuju arah timur Kota Soe
dan arah selatan menuju lokasi wisata pantai Kolbano.
|
photo: http://wiryanto.files.wordpress.com/2011/03/gambar1.jpg | | | | | |
|
photo: http://wiryanto.files.wordpress.com/2011/03/gambar5.jpg |
Kupang, 08 Desember 2011
©daonlontar.blogspot.com
comments
Catatan....!!!
Menulis bukan bakat, tetapi kemauan. Dalam kisah setiap orang pasti akan menuliskan apa ada yang ada di pikiran dan perasaannya.. Secara perlahan menulis mengantarkan seseorang menuju pencerahan, karena menulis membuat orang membaca dan sebaliknya membaca membuat orang menulis. Menulis merupakan pembelajaran, dan tidak hanya sekumpulan kalimat tetapi merupakan sekumpulan nilai dan makna. Kini cara menulis tidak lagi menggunakan pahat dan batu, tongkat dan pasir atau dengan kemajuan teknologi tidak lagi dengan tinta dan kertas tetapi sudah beranjak pada keyboard dan screen. Banyak kisah dan sejarah masa lalu yang tidak terungkap, karena tak ada yang mencatatnya atau bahkan lupa untuk mencatatnya. Mengutip kalimat singkat milik Pramoedya Anantatoer, “hidup ini singkat, kita fana, maka aku akan selalu mencatatnya! Agar kelak abadi di kemudian hari…” Catatan adalah sebuah kesaksian dan kadang juga menjadi sebuah pembelaan diri. Seseorang pernah memberiku sebuah diary, dengan sebuah catatan yang terselip. Kelak aku akan mengembalikannya dalam keadaan kosong karena aku telah mencatatnya di sini….!!!